Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Akta Risalah Lelang sebagai Akta Otentik
Ajeng Hanifa Zahra Caesar Aprilia
Senin, 14 Maret 2022   |   24184 kali

Akta autentik memiliki arti yang sangat penting di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini karena mampu menjadi alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Hal tersebut sesuai dengan rumusan Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa suatu Akta Autentik memberikan diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang lengkap atau sempurna dan mengikat tentang apa yang dimuat di dalamnya.

DJKN yang menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan supervisi maupun pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang lelang sangat erat kaitannya dengan risalah lelang yang merupakan berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.

Risalah Lelang memiliki salah satu ciri khusus yaitu dibuat oleh Pejabat Lelang yang diangkat oleh Menteri Keuangan untuk membuat Risalah Lelang pada akhir proses lelang, diatur dalam PMK No. 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Keberadaan Risalah Lelang sangat penting dalam proses lelang baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Kekuatan pembuktiannya terdiri dari kekuatan pembuktian lahir, formil dan materil sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Maka timbul suatu pertanyaan apakah Risalah Lelang termaksud Akta Autentik.

 

1.    Kedudukan Akta Autentik

Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan atau tanpa bantuan dari pihak-pihak yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Akta autentik tersebut memuat keterangan seorang pejabat yang menerangkan tentang apa yang dilakukannya atau dilihat di hadapannya.

Dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan “akta autentik adalah suatu akta yang di buat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh/atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud itu, ditempat di mana akta dibuat”.

Dalam Pasal 165 HIR disebutkan bahwa “Akta autentik yaitu suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya tentang apa yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka”. Akta itu disebut autentik apabila memenuhi 3 unsur, yaitu:

1.    Dibuat dalam bentuk menurut ketentuan undang-undang;

2.    Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum;

3.    Pejabat umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.

Dikemukakan pula oleh Irawan Soerodjo, bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhi syarat formal suatu akta autentik, yaitu:

            a. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;

            b. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum;

            c. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat.

Akta Autentik merupakan alat bukti yang sempurna, tentang apa yang diperbuat/ dinyatakan dalam akta. Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi hakim itu merupakan “Bukti Wajib/Keharusan”.

Suatu akta merupakan akta autentik, maka akta tersebut mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu:

   a. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

   b. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak.

 c. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa suatu akta dapat dikatakan sebagai akta autentik harus memenuhi syarat-syarat yaitu dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang, dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum, dan pejabat atau pegawai umum tersebut harus berwenang untuk membuat akta tersebut ditempat di mana akta dibuat.

 

2.    Autentisitas Pada Risalah Lelang

Sebagai bukti pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang wajib membuat berita acara lelang, yang dinamakan dengan “risalah lelang”. Kewajiban membuat risalah lelang tersebut ditentukan dalam Pasal 87 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menyatakan bahwa “Setiap pelaksanaan lelang dibuatkan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang”.

Setiap pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang harus dibuatkan Berita Acara Lelang yang disebut Risalah Lelang, sesuai dengan Pasal 35 Vendu Reglement yang mengatakan “Dari setiap penjualan dimuka umum oleh Pejabat Lelang atau kuasanya, selama dalam penjualan, untuk tiap hari pelanggan atau penjualan dibuat berita acara tersendiri”. Dari ketentuan ini, maka Pejabat Lelang yang melaksanakan setiap lelang diwajibkan untuk membuat berita acara lelang, yang kemudian dinamakan dengan istilah “risalah lelang”.

Ketentuan Pasal 35 Vendu Reglement tersebut mengatur “risalah lelang” sama artinya dengan “berita acara lelang”, yang merupakan landasan autentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang. Sementara itu menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 32 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, “Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna”. Dalam berita acara lelang tersebut berisikan uraian mengenai segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan pelelangan atau penjualan umum yang dilakukan oleh Pejabat Lelang.

Risalah lelang itu harus memuat apa, mengapa, dimana, bila, bagaimana, dan siapa-siapa yang terlibat dalam pelaksanaan lelang. Apa yang dilelangkan menjelaskan tentang atas barang yang dilelangkan. Mengapa dilakukan pelelangan menjelaskan latar belakang sampai timbulnya lelang tersebut. Hal tersebut penting untuk dijelaskan dalam lelang eksekusi. Kemudian di mana dilelangkan menjelaskan di mana dilaksanakan lelang tersebut dan kapan lelang dilaksanakan. Bagaimana pelaksanaan lelang menjelaskan proses terjadinya penawaran sampai dengan ditunjuknya pembeli lelang. Serta semua yang terlibat dalam lelang, pemohon atau penjual lelang, penawar lelang, dan pembeli lelang.

Berdasarkan ketentuan pasal pasal 35 VR jo.1868 KUHPerdata terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi agar Risalah Lelang memiliki ciri autentik yaitu:

1.  Akta tersebut dibuat dan diresmikan dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

Akta tersebut harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang, terkait Risalah Lelang sebagai akta autentik harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang di bidang lelang, yang dimaksud bentuk adalah format akta tersebut. Mengenai format pembuatan Risalah Lelang telah diatur dalam pasal 37, 38, 39 VR jo. Pasal 87, 88, 89, 90, dan 91. Serta disempurnakan pada Lampiran huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.07/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

2.  Akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum.

Pejabat Umum adalah organ negara yang dilengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian dari kekuasaan negara untuk membuat alat bukti tertulis dan autentik dalam bidang hukum perdata. Berkaitan dengan pelaksanaan lelang, Risalah Lelang sebagai suatu akta autentik harus dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang yaitu Pejabat Lelang.

3.  Akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan Pejabat yang berwenang membuatnya di tempat di mana akta itu dibuat.

Akta Autentik harus dibuat dalam wilayah kewenangan dari pejabat umum yang bersangkutan, artinya dalam pembuatan akta autentik harus diperhatikan daerah hukum atau wilayah jabatandimana pejabat umum itu berwenang. Hal ini berarti bahwa akta autentik tidak boleh dibuat oleh pejabat umum yang tidak mempunyai kewenangan untuk itu dan di tempat itu. Pembuatan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang juga harus memperhatikan wilayah kerja yang telah ditentukan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Risalah Lelang merupakan akta autentik karena telah memenuhi unsur-unsur atau syarat-syarat Akta Autentik sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 1868 KUHPerdata, Risalah Lelang sebagai akta autentik merupakan alat bukti yang sempurna, yang mempunyai kekuatan pembuktian:

     a. Lahiriah, yaitu bahwa akta itu sendiri mempunyai kekuatan atau kemampuan untuk membuktikan sendiri sebagai akta autentik, mengingat kehadirannya itu telah sesuai dengan ketentuan akta autentik dalam KUHPerdata.

    b. Formal, yaitu bahwa akta itu membuktikan kebenarannya daripada yang disaksikan, dilihat, didengar dan juga dilakukan oleh Pejabat Lelang sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya, terjamin kebenaran dari tanggalnya, tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas para pihak dan orang-orang yang hadir, serta kebenaran tempat dimana akta itu dibuat.

     c. Materiil, yaitu bahwa keterangan yang dimuat dalam risalah lelang berlaku sebagai yang benar, sehingga bila dipergunakan sebagai bukti di muka pengadilan dianggap cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda bukti lainnya

 

3.    Kekuatan Pembuktian Pada Risalah Lelang

Dalam Hukum (Acara) Perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum, terdiri dari:

a.  bukti tulisan;

b.  bukti dengan saksi-saksi;

c.   persangkaan-persangkaan;

d.  pengakuan; dan

e.  sumpah.

Pembuktian bertujuan untuk menetapkan hukum diantara kedua belah pihak yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatu kebenaran yang memiliki nilai kepastian, keadilan, dan kepastian hukum.

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.[1] Tulisan-tulisan autentik berupa akta autentik, yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-pejabat (pegawai umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut di buat.[2] Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di hadapan Pejabat umum yang berwenang.[3] Baik akta autentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Risalah Lelang dikatakan autentik dapat dilihat dari cara pembuatan Risalah Lelang tersebut. Risalah Lelang dikatakan akta autentik apabila pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau di hadapan seorang Pejabat Umum yang berwenang untuk membuatnya yaitu Pejabat Lelang. Dengan demikian Risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat lelang adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sebagai suatu akta yang autentik.

Unsur-unsur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata apabila diterapkan dalam Risalah Lelang maka terdapat pembuktian bahwa risalah lelang merupakan Akta Autentik, yaitu:

1. Risalah Lelang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang (Pasal 37, 38, 39, VenduReglement/Peraturan Lelang);

2. Pembuatan Risalah Lelang dilakukan dihadapan atau oleh Pejabat Lelang;

3. Pejabat Lelang yang membuat Risalah Lelang memiliki wewenang:

a. Membuat Akta yang dibuatnya (Pejabat Lelang kelas II berwenang membuat Risalah Lelang dan jenis Lelang Sukarela)

b. Saat akta itu dibuat (masih aktif sebagai Pejabat Lelang atau tidak)

c. Dimana akta itu dibuat (terkait dengan wilayah jabatan) Untuk siapa akta itu dibuat (untuk kepentingan pengguna jasa lelang).

 

4.    Risalah Lelang sebagai Akta Autentik

Menurut hukum, bahwa Risalah Lelang termasuk kategori akta autentik. Syarat-syarat sebagai Akta adalah:

1.  Surat harus ditanda tangani

2.   Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atas suatu perikatan.

3.    Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti.


Risalah Lelang jika dihubungkan dengan definisi akta sebagaimana telah disebutkan diatas yaitu sebagai berikut:

1. Bahwa setiap Risalah Lelang harus ditandatangani oleh para pihak baik Pejabat Lelang, Penjual maupun Pembeli (vide Pasal 38 Vendu Reglement);

2. Isi Risalah Lelang adalah Berita Acara dari peristiwa atau apa yang terjadi dan dialami para pihak yaitu jual beli dimuka umum/lelang. Sehingga isi Risalah Lelang tersebut merupakan rangkaian peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atas suatu perikatan.

3. Risalah Lelang dari semula dibuat oleh pejabat lelang memang dimaksudkan sebagai bukti yang sah sesuai pengertian dari Risalah Lelang itu sendiri.


Tentang ketentuan dari akta autentik sebagai alat pembuktian terdapat pada hukum pembuktian (bewijsrecht) yang diatur dalam buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa alat bukti tertulis khususnya akta autentik dan apa syarat- syaratnya melihat pada Pasal 1869 dan 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyatakan:

“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik akan tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan jika akta itu ditandatangani para pihak”.

          Berdasarkan Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata diatas, ketika suatu akta autentik yang dibuat oleh pejabat umum yang tidak berwenang untuk itu maka akta tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta autentik yaitu kekuatan pembuktian sempurna melainkan hanya mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan.

Pejabat umum yang tidak berwenang dalam hal ini yaitu selain yang disebutkan dalam PMK No. 213/PMK.06/2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, PMK No.94/PMK.06/2019 tentang Pejabat Lelang Kelas I, dan PMK No.189/PMK.06/2017 tentang Pejabat Lelang Kelas II. Demikian pula jika terdapat cacat bentuk dari akta autentik itu, misalnya bentuknya menyimpang dengan yang telah ditentukan oleh undang-undang yang bersangkutan maka kekuatan pembuktian yang sempurna dari akta autentik itu menjadi turun derajatnya menjadi akta dibawah tangan.



[1] Pasal 1867 BW.

[2] Pasal 1868 BW.

[3] Pasal 1874 BW.

 

 

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini