Akta autentik memiliki arti yang sangat
penting di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini karena mampu menjadi alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Hal tersebut sesuai dengan
rumusan Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa
suatu Akta
Autentik memberikan diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau
orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu
bukti yang lengkap atau sempurna dan mengikat tentang apa yang dimuat di dalamnya.
DJKN
yang menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan
teknis dan supervisi maupun pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di
bidang lelang sangat erat kaitannya dengan risalah lelang yang merupakan berita
acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.
Risalah
Lelang memiliki salah satu ciri khusus yaitu dibuat oleh Pejabat Lelang yang
diangkat oleh Menteri Keuangan untuk membuat Risalah Lelang pada akhir proses
lelang, diatur dalam PMK No. 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang. Keberadaan Risalah Lelang sangat penting dalam proses lelang baik benda
bergerak maupun benda tidak bergerak. Kekuatan pembuktiannya terdiri dari
kekuatan pembuktian lahir, formil dan materil sebagaimana telah diatur dalam
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Maka timbul suatu pertanyaan
apakah Risalah Lelang termaksud Akta Autentik.
1.
Kedudukan
Akta Autentik
Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh
pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang
telah ditetapkan, baik dengan atau tanpa bantuan dari pihak-pihak yang
berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Akta autentik tersebut memuat keterangan
seorang pejabat yang menerangkan tentang apa yang dilakukannya atau dilihat di hadapannya.
Dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang dimaksud dengan “akta autentik adalah suatu akta yang di buat dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang oleh/atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud itu,
ditempat di mana akta dibuat”.
Dalam Pasal 165 HIR disebutkan bahwa “Akta
autentik yaitu suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang
untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli
warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya tentang apa yang tercantum
di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka”. Akta itu disebut autentik apabila
memenuhi 3 unsur, yaitu:
1. Dibuat dalam bentuk menurut
ketentuan undang-undang;
2. Dibuat oleh atau dihadapan
pejabat umum;
3. Pejabat umum itu harus
berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Dikemukakan pula oleh Irawan Soerodjo,
bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhi syarat formal suatu akta autentik,
yaitu:
a. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
b. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum;
c. Akta
yang dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di
tempat dimana akta itu dibuat.
Akta Autentik merupakan alat bukti yang
sempurna, tentang apa yang diperbuat/ dinyatakan dalam akta. Ini berarti
mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta
itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi hakim itu merupakan
“Bukti Wajib/Keharusan”.
Suatu akta merupakan akta autentik, maka
akta tersebut mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya
yaitu:
a. sebagai bukti bahwa para
pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;
b. sebagai bukti bagi para pihak
bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan
para pihak.
c. sebagai bukti kepada pihak
ketiga bahwa tanggal tertentu kecuali jika
ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi
perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para
pihak.
Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa suatu akta
dapat dikatakan sebagai akta autentik
harus memenuhi syarat-syarat yaitu dibuat dalam bentuk yang ditentukan
Undang-Undang, dibuat oleh seorang
pejabat atau pegawai umum, dan pejabat atau pegawai umum tersebut harus
berwenang untuk membuat akta tersebut ditempat di mana akta dibuat.
2. Autentisitas
Pada Risalah Lelang
Sebagai bukti pelaksanaan lelang, Pejabat
Lelang wajib membuat berita acara lelang, yang dinamakan dengan “risalah
lelang”. Kewajiban membuat risalah lelang tersebut ditentukan dalam Pasal 87
ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, yang menyatakan bahwa “Setiap pelaksanaan lelang dibuatkan
Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang”.
Setiap pelaksanaan lelang yang dilakukan
oleh Pejabat Lelang harus dibuatkan Berita Acara Lelang yang disebut Risalah
Lelang, sesuai dengan Pasal 35 Vendu
Reglement yang mengatakan “Dari setiap penjualan dimuka umum oleh Pejabat
Lelang atau kuasanya, selama dalam penjualan, untuk tiap hari pelanggan atau
penjualan dibuat berita acara tersendiri”. Dari ketentuan ini, maka Pejabat
Lelang yang melaksanakan setiap lelang diwajibkan untuk membuat berita acara lelang, yang kemudian dinamakan dengan
istilah “risalah lelang”.
Ketentuan Pasal 35 Vendu Reglement tersebut mengatur “risalah lelang” sama artinya
dengan “berita acara lelang”, yang merupakan landasan autentifikasi penjualan
lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada
penjualan lelang. Sementara itu menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 32
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, “Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat
Lelang yang merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna”. Dalam berita acara lelang tersebut berisikan uraian
mengenai segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan pelelangan atau penjualan
umum yang dilakukan oleh Pejabat Lelang.
Risalah lelang itu harus
memuat apa, mengapa, dimana, bila, bagaimana, dan siapa-siapa yang terlibat
dalam pelaksanaan lelang. Apa yang dilelangkan menjelaskan tentang atas barang
yang dilelangkan. Mengapa dilakukan pelelangan menjelaskan latar belakang
sampai timbulnya lelang tersebut. Hal tersebut penting untuk dijelaskan dalam
lelang eksekusi. Kemudian di mana dilelangkan menjelaskan di mana dilaksanakan
lelang tersebut dan kapan lelang dilaksanakan. Bagaimana pelaksanaan lelang
menjelaskan proses terjadinya penawaran sampai dengan ditunjuknya pembeli
lelang. Serta semua yang terlibat dalam lelang, pemohon atau penjual lelang,
penawar lelang, dan pembeli lelang.
Berdasarkan ketentuan pasal pasal 35 VR jo.1868 KUHPerdata terdapat 3 unsur yang
harus dipenuhi agar Risalah Lelang memiliki ciri autentik yaitu:
1. Akta
tersebut dibuat dan diresmikan dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
Akta tersebut harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan
oleh undang-undang, terkait Risalah Lelang sebagai akta autentik harus dibuat
dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang di bidang lelang, yang
dimaksud bentuk adalah format akta tersebut. Mengenai format pembuatan Risalah
Lelang telah diatur dalam pasal 37, 38, 39 VR jo. Pasal 87, 88, 89,
90, dan 91. Serta disempurnakan pada Lampiran
huruf E Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 213/PMK.07/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
2. Akta
tersebut dibuat oleh atau di hadapan
Pejabat Umum.
Pejabat Umum adalah organ negara yang dilengkapi dengan
kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian dari kekuasaan negara untuk
membuat alat bukti tertulis dan autentik dalam bidang hukum perdata. Berkaitan
dengan pelaksanaan lelang, Risalah Lelang sebagai suatu akta autentik harus
dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang yaitu Pejabat Lelang.
3. Akta
tersebut dibuat oleh atau di hadapan Pejabat yang berwenang membuatnya di
tempat di mana akta itu dibuat.
Akta Autentik harus dibuat dalam wilayah kewenangan dari
pejabat umum yang bersangkutan, artinya dalam pembuatan akta autentik harus
diperhatikan daerah hukum atau wilayah jabatandimana pejabat umum itu berwenang. Hal ini berarti bahwa akta autentik
tidak boleh dibuat oleh pejabat umum yang tidak mempunyai kewenangan untuk itu
dan di tempat itu. Pembuatan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang juga harus
memperhatikan wilayah kerja yang telah ditentukan sesuai dengan yang ditetapkan
dalam Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang yang dikeluarkan oleh
Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa Risalah Lelang merupakan akta autentik karena telah memenuhi
unsur-unsur atau syarat-syarat Akta Autentik sebagaimana yang ditetapkan dalam
pasal 1868 KUHPerdata, Risalah Lelang sebagai akta autentik merupakan alat
bukti yang sempurna, yang mempunyai kekuatan pembuktian:
a. Lahiriah,
yaitu bahwa akta itu sendiri mempunyai kekuatan atau kemampuan untuk membuktikan sendiri sebagai akta autentik,
mengingat kehadirannya itu telah sesuai dengan ketentuan akta autentik dalam
KUHPerdata.
b. Formal, yaitu bahwa akta itu membuktikan kebenarannya daripada yang disaksikan, dilihat, didengar dan juga dilakukan oleh Pejabat Lelang sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya, terjamin kebenaran dari tanggalnya, tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas para pihak dan orang-orang yang hadir, serta kebenaran tempat dimana akta itu dibuat.
c. Materiil, yaitu bahwa keterangan yang dimuat dalam risalah lelang berlaku sebagai yang benar, sehingga bila dipergunakan sebagai bukti di muka pengadilan dianggap cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda bukti lainnya
3. Kekuatan
Pembuktian Pada Risalah Lelang
Dalam Hukum (Acara)
Perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum, terdiri dari:
a. bukti tulisan;
b. bukti dengan saksi-saksi;
c. persangkaan-persangkaan;
d. pengakuan; dan
e. sumpah.
Pembuktian bertujuan untuk menetapkan hukum diantara kedua
belah pihak yang menyangkut suatu hak sehingga diperoleh suatu kebenaran yang
memiliki nilai kepastian, keadilan, dan kepastian hukum.
Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan
tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.[1]
Tulisan-tulisan autentik berupa akta autentik, yang dibuat dalam bentuk yang
sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-pejabat (pegawai
umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut di buat.[2]
Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam
bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di
hadapan Pejabat umum yang berwenang.[3]
Baik akta autentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk
dipergunakan sebagai alat
bukti.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
Risalah Lelang dikatakan autentik dapat dilihat dari cara pembuatan Risalah
Lelang tersebut. Risalah Lelang dikatakan akta autentik apabila pembuatan atau
terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau di hadapan seorang Pejabat
Umum yang berwenang untuk membuatnya yaitu Pejabat Lelang. Dengan demikian
Risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat
lelang adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat sebagai suatu akta yang autentik.
Unsur-unsur dalam Pasal 1868 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata apabila diterapkan dalam Risalah Lelang maka
terdapat pembuktian bahwa risalah lelang merupakan Akta Autentik, yaitu:
1. Risalah Lelang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan Undang-Undang (Pasal 37, 38, 39, VenduReglement/Peraturan Lelang);
2. Pembuatan Risalah Lelang
dilakukan dihadapan atau oleh Pejabat Lelang;
3. Pejabat Lelang yang membuat
Risalah Lelang memiliki wewenang:
a. Membuat Akta yang dibuatnya
(Pejabat Lelang kelas II berwenang membuat Risalah Lelang dan jenis Lelang Sukarela)
b. Saat akta itu dibuat (masih
aktif sebagai Pejabat Lelang atau tidak)
c. Dimana akta itu dibuat
(terkait dengan wilayah jabatan) Untuk siapa akta itu dibuat (untuk kepentingan
pengguna jasa lelang).
4. Risalah
Lelang sebagai Akta Autentik
Menurut hukum, bahwa Risalah Lelang
termasuk kategori akta autentik. Syarat-syarat sebagai Akta adalah:
1. Surat harus ditanda tangani
2.
Surat
itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atas suatu perikatan.
3. Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti.
Risalah Lelang jika dihubungkan dengan definisi akta
sebagaimana telah disebutkan diatas yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa setiap Risalah Lelang
harus ditandatangani oleh para pihak baik Pejabat Lelang, Penjual maupun
Pembeli (vide Pasal 38 Vendu Reglement);
2. Isi Risalah Lelang adalah
Berita Acara dari peristiwa atau apa yang terjadi dan dialami para pihak yaitu
jual beli dimuka umum/lelang. Sehingga isi Risalah Lelang tersebut merupakan
rangkaian peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atas suatu perikatan.
3. Risalah Lelang dari semula dibuat oleh pejabat lelang memang dimaksudkan sebagai bukti yang sah sesuai pengertian dari Risalah Lelang itu sendiri.
Tentang ketentuan dari akta autentik
sebagai alat pembuktian terdapat pada hukum pembuktian (bewijsrecht) yang diatur dalam buku IV Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, bahwa alat bukti tertulis khususnya akta autentik dan apa syarat-
syaratnya melihat pada Pasal 1869 dan 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyatakan:
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa
atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas atau karena suatu cacat dalam
bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik akan tetapi mempunyai
kekuatan sebagai akta dibawah tangan jika akta itu ditandatangani para pihak”.
Berdasarkan Pasal 1869 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
diatas, ketika suatu akta autentik yang
dibuat oleh pejabat umum yang tidak berwenang untuk itu maka akta tersebut
tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta autentik yaitu
kekuatan pembuktian sempurna melainkan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
dibawah tangan.
Pejabat umum yang tidak
berwenang dalam hal ini yaitu selain yang disebutkan dalam PMK No. 213/PMK.06/2020
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, PMK No.94/PMK.06/2019 tentang Pejabat
Lelang Kelas I, dan PMK No.189/PMK.06/2017 tentang Pejabat Lelang Kelas II. Demikian
pula jika terdapat cacat bentuk dari akta autentik itu, misalnya bentuknya
menyimpang dengan yang telah ditentukan oleh undang-undang yang bersangkutan
maka kekuatan pembuktian yang sempurna dari akta autentik itu menjadi turun
derajatnya menjadi akta dibawah tangan.