Jakarta - Direktur Jenderal Kekayaan
Negara, Isa Rachmatarwata, pada video conference Bincang Bareng DJKN
(18/09), bentuk pencegahan dilakukan agar yang bersangkutan dapat berbicara
dengan Panitia Urusan Piutang Negara dan menyelesaikan kewajibannya.
"Kita
mencegah untuk bepergian ke luar negeri. Ini sebetulnya kebijakan yang ditempuh
panitia terkait piutang negara. Bukan hanya Kemenkeu. Bahwa menteri itu adalah
Ketua urusan dari piutang negara, iya," terangnya.
Seperti
yang dijelaskan Isa, pencegahan dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara
yang tidak hanya terdiri dari Kementerian Keuangan, namun juga dari unsur
Kejaksaan, Kepolisian, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Menteri Keuangan
sendiri bertindak sebagai Ketua Urusan Piutang Negara, dimana sesuai dengan UU
No. 49 tahun 1960 memiliki kewenangan untuk menyelesaikan urusan terkait
piutang negara yang tak kunjung selesai ini.
Apa
sebenarnya piutang negara?
Piutang sendiri mengandung makna,
tagihan yang akan timbul atas penyerahan barang atau jasa dari perusahaan
kepada pelanggan yang akan dilunasi dengan uang dimasa yang datang.
Jika
mengacu pada Undang-undang No. 1 Tahun 2004, Piutang Negara diartikan sebagai jumlah
uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat atau hak Pemerintah Pusat yang
dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang
sah.
Sedangkan
menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 240/PMK.06/2016, Piutang Negara
diartikan sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara,
berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Mudahnya,
piutang ialah jumlah yang harus dikembalikan akibat berhutang.
Di Indonesia sendiri, Piutang Negara
diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Mengacu pada Undang-Undang
No.49 Prp Tahun 1960, PUPN merupakan suatu panitia yang bertugas mengurusi
Piutang Negara yang pengurusannya telah diserahkan oleh instansi pemerintah
atau badan-badan yang secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh
Negara dan menghasilkan produk-produk hukum.
Melalui
undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa pelaksanaan produk hukum terkait
PUPN dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), sebuah unit
eselon I dibawah Kementerian Keuangan, yang memiliki kantor operasional di
seluruh Indonesia yakni Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Perlu
diketahui, Piutang Negara yang pengurusannya wajib diserahkan kepada DJKN ialah
Piutang Negara macet. Sebelum diserahkan kepada DJKN, besaran jumlah hutang
harus sudah pasti menurut hukum sehingga harus melewati proses pengecekan baik
mengenai jumlah piutang maupun barang jaminannya.
Setiap
proses pengurusan piutang negara yang diurus oleh DJKN akan dikenakan biaya
administrasi pengurusan piutang negara, yang besarannya telah diatur pada PP
No.03 tahun 2018 tentang Tarif PNBP yang berlaku di lingkungan Kementerian
Keuangan, dan akan masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP).
“Dalam menjalankan tugas, panitia pasti sudah memanggil
memperingatkan yang bertanggung jawab untuk lunasi piutang. Kalau tidak
diperhatikan, maka panitia diberi kewenangan oleh UU tadi untuk melakukan
action yang lebih, misal cegah bersangkutan ke luar negeri,” terangnya.
Berapa besaran jumlah hutangnya? Hanya kepada
debitur dengan nilai di atas Rp. 500.000.000 yang dapat diberlakukan
pencegahan, atau yang dibawah itu namun tak beritikad baik.Tak beritikad baik disini
berarti ia tak menghiraukan panggilan dari Kantor Pelayanan, belum pernah
membayar utangnya atau membayar namun dengan jumlah yang kecil, menunda
pembayaran utang tanpa alasan yang sah, dan bergaya hidup mewah. Pencegahan
juga dapat diberlakukan jika debitur dikategorikan sering bepergian ke luar
negeri.
Pencegahan juga harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. Objek pencegahannya pun meliputi penanggung hutang, penjamin hutang, pemegang saham dan ahli waris yang telah menerima warisan dari penanggung hutang. Selain itu pencegahan baru bisa dilakukan jika telah terbit Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N).
Telah terbit pada Koran Kaltim Post pada 02/10/2020