Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pencegahan: Mengenal Lika-Liku Piutang Negara
Nadia Safira
Jum'at, 02 Oktober 2020   |   184 kali

Jakarta - Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata, pada video conference Bincang Bareng DJKN (18/09), bentuk pencegahan dilakukan agar yang bersangkutan dapat berbicara dengan Panitia Urusan Piutang Negara dan menyelesaikan kewajibannya.

"Kita mencegah untuk bepergian ke luar negeri. Ini sebetulnya kebijakan yang ditempuh panitia terkait piutang negara. Bukan hanya Kemenkeu. Bahwa menteri itu adalah Ketua urusan dari piutang negara, iya," terangnya.

Seperti yang dijelaskan Isa, pencegahan dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara yang tidak hanya terdiri dari Kementerian Keuangan, namun juga dari unsur Kejaksaan, Kepolisian, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Menteri Keuangan sendiri bertindak sebagai Ketua Urusan Piutang Negara, dimana sesuai dengan UU No. 49 tahun 1960 memiliki kewenangan untuk menyelesaikan urusan terkait piutang negara yang tak kunjung selesai ini.

Apa sebenarnya piutang negara?

            Piutang sendiri mengandung makna, tagihan yang akan timbul atas penyerahan barang atau jasa dari perusahaan kepada pelanggan yang akan dilunasi dengan uang dimasa yang datang.

Jika mengacu pada Undang-undang No. 1 Tahun 2004, Piutang Negara diartikan sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 240/PMK.06/2016, Piutang Negara diartikan sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara, berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

Mudahnya, piutang ialah jumlah yang harus dikembalikan akibat berhutang.

            Di Indonesia sendiri, Piutang Negara diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Mengacu pada Undang-Undang No.49 Prp Tahun 1960, PUPN merupakan suatu panitia yang bertugas mengurusi Piutang Negara yang pengurusannya telah diserahkan oleh instansi pemerintah atau badan-badan yang secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara dan menghasilkan produk-produk hukum.

Melalui undang-undang tersebut juga dijelaskan bahwa pelaksanaan produk hukum terkait PUPN dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), sebuah unit eselon I dibawah Kementerian Keuangan, yang memiliki kantor operasional di seluruh Indonesia yakni Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Perlu diketahui, Piutang Negara yang pengurusannya wajib diserahkan kepada DJKN ialah Piutang Negara macet. Sebelum diserahkan kepada DJKN, besaran jumlah hutang harus sudah pasti menurut hukum sehingga harus melewati proses pengecekan baik mengenai jumlah piutang maupun barang jaminannya.

Setiap proses pengurusan piutang negara yang diurus oleh DJKN akan dikenakan biaya administrasi pengurusan piutang negara, yang besarannya telah diatur pada PP No.03 tahun 2018 tentang Tarif PNBP yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan, dan akan masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dalam menjalankan tugas, panitia pasti sudah memanggil memperingatkan yang bertanggung jawab untuk lunasi piutang. Kalau tidak diperhatikan, maka panitia diberi kewenangan oleh UU tadi untuk melakukan action yang lebih, misal cegah bersangkutan ke luar negeri,” terangnya.

Berapa besaran jumlah hutangnya? Hanya kepada debitur dengan nilai di atas Rp. 500.000.000 yang dapat diberlakukan pencegahan, atau yang dibawah itu namun tak beritikad baik.Tak beritikad baik disini berarti ia tak menghiraukan panggilan dari Kantor Pelayanan, belum pernah membayar utangnya atau membayar namun dengan jumlah yang kecil, menunda pembayaran utang tanpa alasan yang sah, dan bergaya hidup mewah. Pencegahan juga dapat diberlakukan jika debitur dikategorikan sering bepergian ke luar negeri.

Pencegahan juga harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. Objek pencegahannya pun meliputi penanggung hutang, penjamin hutang, pemegang saham dan ahli waris yang telah menerima warisan dari penanggung hutang. Selain itu pencegahan baru bisa dilakukan jika telah terbit Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N).



Telah terbit pada Koran Kaltim Post pada 02/10/2020





Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini