Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Performa Berkelanjutan Pengasuransian BMN
Wahyuni Eka Wulandari
Kamis, 23 September 2021   |   754 kali

Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki risiko bencana yang tinggi. Menurut data Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-12 dari 35 negara di dunia yang berisiko rawan bencana. Tentunya hal ini menjadikan adanya potensi kerugian ekonomi di masa depan atas dampak yang muncul dari terjadinya risiko bencana terhadap aset-aset negara.

 

Dalam memitigasi risiko bencana dimaksud, pemerintah perlu menyusun strategi pembiayaan risiko bencana secara memadai sebagai bentuk perlindungan terhadap aset negara dengan memperhatikan kemampuan APBN. Dan upaya ini salah satunya dijalankan melalui pengasuransian BMN.

 

Dengan dilandasi Peraturan Menteri Keuangan nomor  97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian BMN sebagai payung hukumnya, Asuransi BMN dilaksanakan sebagai salah satu bentuk pengamanan aset-aset negara seiring dengan nilai-nilai aset yang terus mengalami peningkatan serta mengcover risiko atas aset yang kemungkinan terdampak bencana dan risiko kerusakan lainnya. Sehingga aset-aset negara tetap terjaga kinerja serta keoptimalannya dalam memberikan pelayanan umum serta kelancaran dalam menjalankan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Semua aspek ini tentunya dijalankan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

 

Berbagai langkah sebagai rencana strategis terus dikembangkan dan diakselerasi realisasinya dalam program pengasuransian BMN ini, yaitu :

 

a.  Integrasi dengan Pooling Fund Bencana Sebagai Sumber Pendanaan

 

Salah satu strategi yang dilaksanakan pemerintah dalam pembiayaan risiko bencana tersebut adalah melalui Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI). Strategi ini menjadi salah satu upaya dalam mewujudkan Indonesia yang tanggap dan tangguh terhadap risiko bencana, dan tetap menstabilkan keberlanjutan program pembangunan negara.

 

Pooling Fund Bencana (PFB) merupakan instrument utama dalam strategi PARB. Terdapat dua layer utama atas strategi yang dijalankan pemerintah dalam upaya transfer risiko, yaitu melalui APBN dan asuransi. Skema pooling fund ini sendiri berada di antara dua layer utama tersebut, sehingga pooling fund menjadi jangkar bagi pemerintah dalam menanggung risiko serta bagaimana mendanai transfer risiko.

 

Pooling Fund Bencana merupakan suatu skema pengumpulan, akumulasi serta penyaluran dana bencana oleh unit pengelola dana. Rencana pembentukan unit pengelola dana dalam skema PFB ini diharapkan dapat menjalankan perannya dalam pengakumulasian dana pembiayaan bencana serta proyek rehabilitasi dan rekonstruksi lintas tahun tanpa bergantung pada APBN.

 

Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana menjadi langkah awal dalam pelaksanaan skema Pooling Fund dalam melengkapi dan mengakselerasi mekanisme pembiayaan dana bencana. Mekanisme PFB tidak akan mengurangi dana cadangan bencana pada APBN serta alokasinya bagi setiap Kementerian/Lembaga. Melalui PP Nomor 75 Tahun 2021 tersebut juga memunculkan peran sentral Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai penyalur serta pengelolaannya berada di Badan Layanan Umum existing di Kementerian Keuangan.

 

Pooling Fund Bencana menjadi suatu landscape atas pengasuransian BMN yang dilaksanakan oleh pemerintah dan menjadi cara baru pemerintah dalam mendanai risiko bencana. Mekanisme yang dijalankan di dalam nya diharapkan dapat mempercepat penyaluran payout atau klaim asuransi dengan tetap memperhatikan aspek transparansi serta akuntabilitasnya.

 

b.    Kajian Perluasan Objek Asuransi

 

Sebanyak 51 Kementerian/Lembaga telah mengimplementasikan asuransi BMN di dalam institusinya. Dan di tahun 2021 ini, ditargetkan implementasi pada seluruh Kementerian/Lembaga untuk melakukan perlindungan aset nya melalui asuransi BMN.

 

Saat ini, asuransi BMN pada Kementerian/Lembaga difokuskan pada objek BMN berupa bangunan yang difungsikan sebagai perkantoran, layanan kesehatan, dan pendidikan. Selanjutnya, perluasan objek asuransi BMN akan diterapkan pada infrastruktur seperti jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Serta akan terus diperluas hingga seluruh objek BMN tanpa terkecuali telah diimplementasikan pengasuransiannya.

 

c.    Partisipasi Industri Asuransi Syariah

 

Dalam mengakomodasi risiko-risiko khusus dari aset, terlebih dengan aset yang memiliki nilai pertanggungan yang besar dan sulit ditempatkan, maka dibentuk konsorsium dalam pengasuransian BMN. Hingga saat ini, terdapat 50 perusahaan asuransi dan 6 perusahaan asuransi yang tergabung dalam konsorsium dengan kapasitas risiko sebesar Rp 1,4 triliun. Konsorsium juga dibentuk sebagai upaya menghindari praktik persaingan usaha yang tidak sehat serta mengoptimalkan kapasitas risiko asuransi.

 

Sebagai langkah peningkatan kapasitas konsorsium, bergabungnya industri asuransi syariah di dalam konsorsium tentunya akan menambah kekuatan, performa serta partisipasi perusahaan yang bergabung di dalam konsorsium. Hal ini juga akan semakin menaikkan tingkat penetrasi asuransi di Indonesia yang terhitung masih minim.

 

Asuransi BMN terus menunjukkan kinerjanya. Hingga tahun 2021 ini, sebanyak 4.334 Nomor Urut Pencatatan (NUP) BMN menjadi objek pertanggungan yang dibayarkan dengan nilai pertanggungan sebesar Rp 32,4 triliun dan nilai premi sebesar Rp 49,2 miliar.

 

Asuransi BMN hadir sebagai bagian dari stimulus pertumbuhan ekonomi. Mitigasi risiko atas aset tentunya akan melindungi dan meningkatkan nilai guna dari aset, sehingga ketergunaan aset dapat dioptimalisasikan dalam penyelengggaraan negara secara lebih maksimal dan kontributif.

 

Penulis : Wahyuni Eka W, KPKNL Balikpapan

(Diolah dari berbagai sumber) 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini