Keberlangsungan
ekonomi di Indonesia mengalami turbulensi yang mengusik stabilitas ekonomi
negara dikarenakan pandemi Covid-19. Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap elemen bangsa harus berbenah dan menciptakan strategi baru agar dampak negatif
pandemi ini tidak membuat kondisi negara terus terpuruk.
Tidak
hanya dalam skala pemerintahan, masyarakat pun menjadi bagian yang paling
terdampak dan terus-menerus mengalami imbas dari pandemi ini. Pembatasan
bepergian, penutupan usaha yang mengakomodir kegiatan yang mengumpulkan banyak
orang dan tatap muka secara fisik, mau tidak mau melemahkan bahkan
menghilangkan pendapatan ekonomi yang diperoleh dari usaha masyarakat tersebut.
Tidak
terkecuali para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, usaha yang dikategorikan sebagai UMKM adalah usaha
dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Mikro : Memiliki aset (tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) hingga Rp 1 miliar dan omzet/tahun
hingga Rp 2 miliar ; tenaga kerja kurang dari 4 orang
b.
Kecil : Memiliki aset Rp 1-5 miliar
dan omzet/tahun Rp 2-15 miliar ; tenaga kerja 5-19 orang
c.
Menengah : Memiliki aset Rp 5-10
miliar dan omzet/tahun Rp 15-50 miliar ; tenaga kerja 20-99 orang
Banyak
pelaku usaha yang harus mengurangi
jumlah produksi barang/jasa hingga memutus kerja karyawannya, memangkas jam
operasi usaha, mengurangi channel penjualan maupun pemasaran bahkan hingga
gulung tikar karena menurunnya pendapatan penjualan. Terlebih lagi, umumnya
UMKM masih mengandalkan metode jual beli secara langsung, sehingga adanya
pembatasan kegiatan usaha yang menimbulkan kerumunan dan interaksi secara
fisik melemahkan langkah usaha para pelaku UMKM. Berdasarkan hasil survei
Katadata Insight Center (KIC) yang dilakukan terhadap 206 pelaku UMKM di
Jabodetabek, sekitar 82,9% UMKM merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan
hanya sebagian kecil, yaitu sebesar 5,9% yang mengalami pertumbuhan positif.
Padahal, UMKM memiliki kontribusi positif terhadap negara melalui perannya dalam penyerapan tenaga kerja serta pendapatan negara. Jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,19 juta usaha dengan dominasi usaha Mikro dan Kecil sebanyak 64,13 juta usaha atau 99,92% dari total usaha. Dengan jumlah besar usaha tersebut, UMKM menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) bagi negara sebesar Rp 8,5 triliun serta menjadi sektor andalan dalam kemampuannya menyerap tenaga kerja. UMKM menyerap tenaga kerja sebanyak 116 juta orang atau 97,02% dari total pekerja di Indonesia.
Beberapa stimulus perekonomian pun dibuat oleh Pemerintah kepada para pelaku UMKM sebagai upaya pemulihan kondisi usaha dari para pelaku UMKM. Melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Pemerintah telah menyediakan insentif bagi UMKM di tahun 2020 dan berlanjut kembali di tahun 2021. Realisasi PEN terhadap UMKM sebesar Rp 112,84 triliun telah diberikan kepada lebih dari 30 juta UMKM pada tahun 2020. Sementara untuk tahun 2021, Pemerintah juga telah menganggarkan PEN sebagai dukungan terhadap UMKM sebesar Rp 121,90 triliun. Dukungan insentif diberikan sebagai upaya mempertahankan serta meningkatkan kemampuan UMKM dalam menjalankan usaha di tengah pandemi.
Namun, pandemi tidak hanya menekankan masalah pada sisi daya ekonomi. Pandemi juga, merubah budaya serta perilaku ekonomi masyarakat dalam melakukan kegiatan perekonomian. Seperti dalam hal jual-beli, 90% masyarakat telah beralih ke pasar digital. Sayangnya, hanya sekitar 16% pelaku UMKM yang menggunakan fasilitas pasar digital. Covid-19 memberikan tantangan baik bagi pelaku usaha maupun konsumen untuk melakukan transformasi digital dalam bertransaksi
Menyikapi
perubahan budaya ekonomi masyarakat tersebut, pelaku UMKM perlu menciptakan
ide/gagasan baru untuk berinovasi dalam memasarkan produk usahanya. Perlu adanya
ide/gagasan baru yang dikembangkan dalam memecah persoalan ekonomi yang timbul
akibat pandemi. Utamanya digitalisasi pemasaran dan penjualan produk usahanya,
mengingat mayoritas masyarakat sudah beralih melakukan transaksi jual beli
secara online.
Menurut survei KIC, 29% UMKM melakukan ekspansi usaha di tengah pandemi dengan menambah jenis channel penjualan dan pemasaran. Salah satu channel pemasaran yang dipilih adalah pemasaran secara digital. 77% UMKM menilai digitalisasi pemasaran berperan penting dalam penjualan produk usahanya.
Sebagai
bentuk dukungan terhadap pelaku UMKM dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, serta
memberikan dukungan platform digital bagi pemasaran produk UMKM, DJKN pun menghadirkan
inovasi program lelang produk UMKM bertajuk Kedai (KompEtisi Dan inovAsI)
Lelang. Mengusung tema “Inovasi Lelang Sebagai Instrumen Penjualan Produk UMKM
yang Lebih Baik Guna Penguatan Ekonomi Masyarakat”, Kedai Lelang memberikan
ruang bagi UMKM mendapatkan peluang pemasaran yang lebih luas atas produk
usahanya.
Kedai
Lelang juga merupakan ajang implementasi atas fleksibilitas norma lelang
sukarela yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 213/PMK.06/2020
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Penggalian potensi lelang sukarela dimana
inovasi, kreativitas serta kolaborasi yang menghadirkan terobosan baru antara
KPKNL dengan pelaku UMKM, menjadikan Kedai Lelang hadir dengan mengusung
semangat sosial guna kontribusi dalam perekonomian UMKM.
Partisipasi
UMKM dalam program Kedai Lelang ini sendiri telah dirasakan sejak tahun 2020
silam. Dengan program yang dilaksanakan pada 53 unit KPKNL pada tanggal 16
Oktober – 28 Desember 2020, sebanyak 1.101 objek lelang yang berasal dari
produk UMKM nasional terjual dengan pokok lelang sebesar Rp 235.072.467.
Kedai
Lelang menjadi bukti implementasi digitalisasi lelang dan tersebarnya kantor
pelayanan lelang yaitu KPKNL di berbagai penjuru Indonesia sebagai langkah
dalam peningkatan kapabilitas lelang sebagai instrumen jual-beli yang mampu mengakomodir
kepentingan masyarakat.
Transformasi
lelang menjadi e-marketplace menjadikan lelang tidak lagi mengharuskan kehadiran
peserta secara fisik. Aksesibilitas lelang menjadi mudah dengan fleksibilitas
nya untuk dilaksanakan secara online. Ini dapat menjadi momentum bagi UMKM
dalam melakukan transformasi usaha secara digital, tidak hanya mengandalkan
jalannya usaha secara luring. Sehingga UMKM pun dapat lebih adaptif terhadap
tren perilaku ekonomi masyarakat.
Selain
itu, lelang juga dapat meningkatkan ekspektasi penjual atas harga jual produk
usahanya yang dipasarkan melalui lelang, karena adanya penawaran harga dari
para pembeli. Hal ini juga dipandang sebagai cara meningkatkan potensi nilai
barang yang dilelang.
Dan tentu saja, bigger picture dari kolaborasi lelang dengan UMKM ini diharapkan akan mewujudkan pemulihan perekonomian nasional melalui pelaksanaannya dalam menggerakkan roda perekonomian.
Penulis : Wahyuni E W, KPKNL Balikpapan
(Diolah dari berbagai sumber)