Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Apakah Benar Gratifikasi itu Ibarat Pelumas?
Budi Prayitno
Senin, 12 September 2022   |   1143 kali

Dalam pengurusan administrasi di Indonesia, kita sebagai masyarakat sering mengalami kesulitan dalam proses administrasi maupun birokrasi. Sebagai contoh dalam praktik sehari-hari yang sering kita alami, salah satunya adalah kita diminta syarat-syarat tambahan yang sebenarnya tidak diatur di dalam ketentuan. Biasanya syarat-syarat yang dibutuhkan tersebut berbeda-beda pada setiap kantor daerah. Kita masyarakat seringkali merasa terbebani dengan kondisi tersebut. Berbagai alasan seperti waktu yang mendesak atau tidak mau menghabiskan waktu yang panjang dalam pengurusan suatu produk yang biasanya terlalu banyak melewati pintu-pintu yang berbeda. 

Kita tahu bahwa manusia cenderung ingin sesuatu yang instan. Ketika kita menghadapi kondisi dimana kita merasa proses untuk menyelesaikan suatu urusan pada kantor tertentu terlalu lama atau terlalu sulit untuk diselesaikan, kita seringkali diberikan pilihan untuk menyerahkan urusan tersebut kepada oknum (joki) atau petugas dari kantor yang bersangkutan hal ini sudah seperti sebuah solusi yang instan. Solusi tersebut seakan-akan menyelesaikan permasalahan kita (seperti permintaan syarat-syarat tambahan, waktu yang tidak terlalu lama, pengurusan dari pintu yang terlalu banyak). Solusi instan ini hanya dikenakan biaya tambahan “uang pelicin.”

Uang pelicin atau pelumas, di mata masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang sepele. Fungsi uang tambahan hanya untuk mempercepat proses pengurusan di lingkungan birokrasi. Uang pelicin ibarat pelumas pada kendaraan bermotor. Tanpa pelumas, antar komponen pada mesin sangat mudah bergesekan dan tidak dapat berjalan sebagai mana mestinya.

Data Global Corruption Barometer (GCB) Tahun 2020 yang dirilis Transparency International mengemukakan salah satu temuannya, yaitu alasan masyarakat membayar gratifikasi diantaranya adalah karena sebagai tanda terima kasih (sebanyak 33%), memang diminta membayar biaya yang tidak resmi (sebanyak 25%), dan ditawari agar membayar suap demi proses yang lebih cepat (sebanyak 21%). Meskipun dianggap sepele namun apakah uang pelicin atau uang pelumas tersebut memang memiliki manfaat?

Akibat uang pelicin atau pelumas yang sudah menjadi hal biasa, petugas yang bertanggung jawab terhadap proses suatu pengurusan memiliki pola pikir bahwa uang pelicin adalah hal yang biasa. Hal ini dapat membuat petugas-petugas tersebut mengharapkan pemberian dari masyarakat setiap kali mereka bertugas melakukan pelayanan. Akibat pola pikir tersebut, petugas-petugas yang melayani proses pengurusan akan memberikan pelayanan yang berbeda kepada masyarakat yang dinilai tidak akan memberikan uang pelicin.

Dapatkah kita bayangkan, apabila yang ingin melakukan suatu pengurusan adalah masyarakat miskin, masyarakat yang tidak mempunyai harta untuk memberi uang pelicin atau uang yang hanya sekedar sebagai rasa terima kasih, bagaimana jika urusan tersebut sangat penting dan sangat urgent bagi mereka? Apakah harus tertunda karena tidak dapat memberikan uang pelicin?

Sebagai instansi pemerintah, Kementerian Keuangan sudah memiliki aturan yang jelas mengenai waktu layanan, biaya layanan dan syarat-syarat yang dibutuhkan berlaku sama untuk setiap layanan yang dibutuhkan.

Kementerian Keuangan melalui KMK 258/KMK.09/2022 tanggal 27 Juni 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan, mengatur mengenai identifikasi titik rawan gratifikasi. Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) pada setiap unit kerja diwajibkan untuk mengidentifikasi titik atau proses yang rawan terjadinya gratifikasi serta melakukan pemantauan mengenai  titik atau proses tersebut. Dengan kegiatan identifikasi dan pemantauan ini diharapkan kegiatan atau proses yang sudah biasa adanya pemberian gratifikasi  dapat dihindari di semua unit kerja.

Sebagai masyarakat yang ingin melaksanakan pengurusan di sebuah kantor pelayanan, sebaiknya kita melaksanakan pengurusan tersebut  tidak melewati orang lain yang tidak berkepentingan langsung (joki) dan tidak memberikan apa pun meskipun pemberian yang ingin diberikan mungkin hanya sebagai tanda terima kasih.

Kebiasan memberikan uang pelicin ini mungkin awalnya sulit untuk diubah, namun ada peribahasa yang mengatakan “Best place to start is with yourself” yang berarti : tempat terbaik untuk memulai adalah diri sendiri.

Referensi :

https://riset.ti.or.id/wp-content/uploads/2020/12/GCB-Indonesia-2020-4.pdf diakses tanggal 12 September 2022

KMK 258/KMK.09/2022 tanggal 27 Juni 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini