Palembang - Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
sangat menyita perhatian kita semua, mulai dari dunia internasional, nasional, hingga masyarakat. Demikian juga efek yang ditimbulkan oleh wabah Covid-19 ini
sangat beragam, penuh ketidakpastian sehingga menggoyahkan perekonomian kita. Padahal kestabilan ekonomi merupakan
faktor dominan dalam menjalankan
pemerintahan karena merupakan urat nadi hidupnya suatu negara.
Kondisi yang terjadi saat
ini, pemerintah berusaha melakukan percepatan dalam
menangani wabah pandemi bersama semua kementerian/lembaga yaitu dengan merumuskan berbagai
percepatan kebijakan serta mengimplementasikannya sehingga menimbulkan bermacam dampak yang meluas sampai ke lapisan
paling bawah di mana tatanan kehidupan di masyarakat juga terganggu. Hal ini juga berpengaruh dalam proses pengurusan
piutang negara sebagaimana dalam amanat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 240/PMK.06/2016 tanggal
30 Desember 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengurusan Piutang Negara. Pengurusan piutang negara yang dimaksud
adalah penagihan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)/Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN) dalam rangka pengembalian piutang satuan kerja (satker) kementerian/lembaga dari orang pribadi atau badan hukum yang
belum dilunasi/diselesaikan. Pada praktiknya, melakukan pengurusan piutang negara
memerlukan tahapan mulai dari
diterimanya
piutang negara sampai
dengan piutang tersebut diterima sebagai piutang negara selanjutnya baru bisa
diproses.
Berdasarkan database/FocusPN
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), terdapat nilai outstanding
piutang negara per 31 Desember 2016 senilai Rp86,2 triliun, yang tersebar di 17 (tujuh
belas) kantor wilayah.
Khusus untuk
Kantor Wilayah DJKN Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung (Kanwil DJKN SJB) senilai Rp90,87 miliar. Mengutip arahan Direktur Jenderal Kekayan Negara Isa Rachmatarwata pada Rapat Pimpinan Terbatas (Rapimtas) DJKN awal tahun 2020, DJKN menargetkan penurunan outstanding piutang negara sebesar 5%
dari total nilai outstanding secara
nasional Rp3,7
triliun dan untuk Kanwil DJKN SJB senilai Rp 4,5
miliar, hal ini memerlukan kerja keras untuk mencapainya. Sementara itu, untuk Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) saat
ini yang dikelola oleh KPKNL lingkup Kanwil DJKN SJB sejumlah 632 berkas.
Pengurusan piutang negara menjadi “pekerjaan rumah” tersendiri disebabkan beberapa hal, antara lain piutang negara dari instansi pemerintah/kementerian/lembaga sebagian besar tidak mempunyai barang jaminan sehingga tidak ada upaya memaksa/eksekusi yang dapat mengembalikan piutang tersebut. Selanjutnya terkait piutang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu adanya roadmap tentang pengembalian piutang negara karena adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU- IX/2011 yang isinya antara lain memutuskan bahwa PUPN tidak berwenang untuk mengurus piutang yang berasal dari BUMN/Bank Pemerintah. Hal ini cukup memakan waktu dalam penyelesaian administrasi pengembalian piutang negara dimaksud. Selain itu, saat ini juga belum ada payung hukum yang khusus mengatur tentang piutang negara selain yang diurus oleh PUPN sesuai UU 49/PRP/1960 sehingga kiprah pengurusan piutang negara seakan meredup terlebih dengan adanya ke arah penuntasan administrasi. Dengan terbitnya PMK 240/PMK.06/2017, memberikan nuansa baru dalam rangka pengurusan piutang negara yang terbatas hanya pada kementerian dan lembaga.
Proses pengurusan piutang negara sebelum adanya wabah Covid-19 pada umumnya dilakukan dengan cara penegakan aturan
serta koordinasi intensif dengan Penyerah Piutang (PP), penagihan bersama dengan PP yang dikenal dengan istilah jemput bola
serta pendekatan yang sangat persuasif
secara agamis dengan menyampaikan hadits terkait hutang seperti “Semua dosa
orang yang mati syahid akan diampuni (oleh Allah), kecuali hutangnya.” (HR Muslim). “Barang siapa yang rohnya berpisah dari jasadnya
(baca: meninggal dunia) dalam keadaan terbebas dari tiga hal, niscaya ia akan
masuk surga, yaitu: bebas dari sombong, bebas dari khianat, dan bebas dari
tanggungan hutang.” (HR
Tsauban).
Keinginan pemerintah demi
menyelamatkan rakyatnya dengan meluncurkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun
2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) dalam
rangka penanganan Covid-19 sangatlah berpengaruh pada proses pengurusan piutang negara. Pengurusan
piutang negara yang biasanya turun langsung ke lapangan bersama dengan Penyerah Piutang, bertemu
dan berkomunikasi langsung dengan
penanggung hutang, untuk masa PSBB ini hal tersebut tidak dapat dilaksanakan. Saat
situasi normal saja melakukan penagihan piutang negara sangat sulit, apalagi pada kondisi
saat ini. Dengan demikian,
perlu dicari cara lain yang efektif untuk pencapaian target pengurusan piutang negara,
antara lain seperti melakukan meeting melalui aplikasi Zoom ataupun membuat WhatsApp (WA)
Group baik dengan Penyerah Piutang
maupun KPKNL guna memantau perkembangan proses pengurusan piutang negara.
Dengan kodisi pandemi Covid-19 saat ini, akankah target yang diharapkan dapat tercapai? Kita harus tetap optimis bahwa tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan selalu ada solusinya”. Semoga kondisi wabah ini segera berlalu dan pengurusan piutang negara oleh KPKNL dapat kembali berjalan normal dan maksimal. Sehingga uang negara bisa terselamatkan, menghasilkan PNBP serta administrasi piutang negara menjadi akuntabel dan bisa dipertanggungjawabkan.
Penulis
: Hartini
(Kepala Bidang PN Kanwil
DJKN SJB)