Manado
(Senin, 04/05/2020) – Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Utara,
Tengah Gorontalo, dan Maluku Utara (Kanwil DJKN Suluttenggomalut) untuk pertama
kalinya kembali mengadakan sharing
session di tengah kondisi pegawai work
from home (WFH). Kegiatan ini dilakukan melalui video conference sebagai pengganti “Jumat Belajar” dan dihadiri
oleh seluruh pejabat/pegawai Kanwil DJKN Suluttenggomalut.
Tema yang diangkat kali ini
adalah keberlangsungan WFH setelah masa pandemi corona virus disease 2019
(COVID-19), sharing aspirasi, dan
pengalaman para pegawai selama melakukan WFH.
Kepala Bagian Umum Priyanto
Nugroho, selaku moderator menyampaikan terlebih dahulu adanya arahan untuk
memikirkan konsep baru dalam bekerja dan tempat bekerja. Terhadap hal baru
pasti akan ada positif dan negatifnya.
“Ada beberapa hal yang
mungkin akan berbeda dan berubah, konsep bekerja maupun tempat kerjanya dan
masih ada beberapa pekerjaan tidak dapat dilakukan secara WFH”, kata Priyanto.
“Untuk proses bekerjanya,
yang terdampak adalah jumlah SDM, sarana dan prasarana, serta model/cara
kerjanya. Akan banyak efisiensi-efisiensi yang kita dapatkan”, tambahnya.
Kepala Bidang Pengelolaan
Kekayaan Negara (PKN) Taufiq Istianto berpendapat bahwa jika melihat ke depan,
WFH ini akan diimplementasikan pasti akan memotong alur proses fisik yang kita
lakukan sehari-hari. Ia mencontohkan surat-surat persetujuan dalam bentuk hardcopy
yang memerlukan tanda tangan basah pasti akan dihilangkan. Otomatis proses
bisnis yang seperti itu, mengharuskan kita memiliki aplikasi pendukungnya.
“Aplikasi otomatisasi belum
sepenuhnya mengakomodir kebutuhan. Mungkin perlu penyempurnaan dan updating lebih lanjut setelah dilakukan
identifikasi terhadap upaya simplifikasi proses bisnis tersebut”, jelas Taufiq.
Selanjutnya, Kepala Bidang
Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi Anggun Prihatmono juga menyampaikan
pandangannya terkait kelebihan dan kekurangan WFH. Di satu sisi, WFH berdampak pada
penghematan. Namun ada kekurangannya, jam kerja menjadi tidak jelas karena di
rumah sulit membedakan antara jam kerja dan bukan jam kerja. Interaksi sosial
juga menjadi berbeda.
“Pegawai juga harus pandai
mengatur waktu, mana yang prioritas dan harus didahulukan. Keterampilan pegawai
dalam menggunakan teknologi juga harus ditingkatkan”, kata Anggun.
“Kita harus memikirkan
proses bisnis WFH jika kebijakan tersebut diperpanjang, bukan proses bisnis WFH
semasa pandemi COVID-19. Perlu dibedakan WFH di masa pandemi dan WFH di masa
normal setelah pandemi. Ada beberapa poses bisnis yang belum bisa dilaksanakan
melalui WFH”, ungkapnya.
“Jika melihat dari level
pusat, apakah bisa fungsi-fungsi di Kementerian Keuangan ini dilakukan secara
WFH. Terdapat fungsi penyusun kebijakan, fungsi pembinaan, fungsi pengawasan
dan ada pula fungsi teknis lapangan. Sebagai contoh, kegiatan lapangan belum
bisa dilakukan WFH misalnya di bidang PKN, Penilaian, PN, advokasi hukum maupun
tata rumah tangga. Juga harus dipertimbangkan pula dari segi eksternal atau
pengguna layanan, apakah bisa menerima layanan ini”, tambahnya lebih lanjut.
Di tengah sesi, satu per
satu pegawai antusias dalam menyampaikan pendapat mereka terkait pelaksanaan
WFH. Pada intinya sebagian besar pegawai setuju WFH diterapkan setelah masa
pandemi namun harus tetap ada ketentuan, pengawasan, dan pengendalian terhadap
pelaksanaannya.
“Secara pribadi, saya lebih
memilih WFH selama pekerjaan bisa dikerjakan dan diselesaikan di depan
komputer. Hanya kontrol terhadap pelaksanaannya yang perlu ditingkatkan lagi
apabila akan diperpanjang setelah masa pandemi”, ujar Kristian Payangan, salah
satu pegawai di Bidang PKN.
Seperti yang diketahui,
pandemi COVID-19 telah mengubah banyak hal. Hal-hal yang sebelumnya dianggap
sebagai kewajaran kini menjadi normal baru dan terjadi banyak penyesuaian.
Salah satunya adalah pola kerja WFH. Pegawai saat ini diminta memanfaatkan teknologi
dan menciptakan suasana serta ruang kerja mereka sendiri di rumah. (wdp/bap)