Pendemi Corona Virus Disease-19
(Covid-19) tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, namun juga sektor
perekonomian sebagai akibat pembatasan aktivitas guna memutus penyebaran virus
tersebut. Tersendatnya roda perekonomian sebagai efek dari pembatasan tersebut,
mengakibatkan pertumbukan ekonomi Indonesia mengalami konstraksi selama Tahun
2020. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021 sebagai salah satu
kebijakan untuk mengatur kondisi ekonomi Indonesia harus disusun dengan cermat serta
memperhitungkan seluruh aspek kemungkinan baik dari sisi penerimaan, belanja,
dan pembiaayaan Negara.
Respon Pemerintah dalam menjawab
kebutuhan masyarakat terutama yang terdampak pandemic Covid-19, menjadi hal
penting yang ditunggu banyak pihak. Tidak hanya respon untuk dapat memberi
stimulus untuk kembali menggerakan sektor perekonomian yang telah ditetapkan
sebagai Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), namun juga kebijakan guna
meringankan pelaku usaha yang terdampak pandemi. Pelaku usaha kecil dan
menengah/Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang
terdapampak sangat signifikan oleh pandemi Covid-19. Stimulus dan dukungan
pemerintah terhadap sektor UMKM menjadi kebijakan yang tepat untuk kembali
menggerakkan roda ekonomi secara perlahan.
Guna mendukung Program PEN serta
merespon kebutuhan masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19, Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara sebagai institusi pemerintah yang turut berperan
membangun perekonomian nasional berupaya memberikan dukungan kebijakan bagi
masyarakat dan UMKM terdampak pandemic Covid-19 melalui program keringanan
utang. Penetapan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang
Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang
Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021,
diharapkan dapat memberikan dukungan kepada rakyat dan para pelaku Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) berupa Program Keringanan Utang dalam upaya
memulihkan ekonomi nasional, meredakan beban para debitur kecil yang terdampak
pandemi Covid-19, sekaligus mempercepat penyelesaian Piutang Negara pada
instansi pemerintah.
Pemerintah
menyadari, gini rasio di Indonesia masih cukup tinggi, ditambah beban akibat
terjadinya pandemi yang juga memperlebar gini rasio tersebut. Salah satu cara
untuk memperkecil ketimpangan tersebut adalah melalui program kebijakan
pemerintah yang langsung menyasar kepada masyarakat kecil agar lebih tepat
sasaran. Program Keringanan Utang merupakan bentuk program pemerintah yang
diharapkan menyasar masyarakat dan pelaku UMKM terutama terdampak pandemi.
Program ini ditujukan kepada para pelaku UMKM, debitur Kredit Pemilikan Rumah
Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS), dan perorangan atau badan
hukum/badan usaha yang memiliki utang pada instansi pemerintah, yang
pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan
telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai
dengan 31 Desember 2020.
Secara
lebih rinci, program Keringan Utang ditujukan bagi perorangan atau badan
hukum/badan usaha yang menjalankan UMKM dengan pagu kredit paling banyak Rp5
miliar; perorangan yang menerima KPR RS/RSS dengan pagu kredit paling banyak
Rp100 juta; dan perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa
kewajiban sebesar Rp 1 miliar. Bentuk kebijakan keringanan utang atau moratorium
tindakan hukum atas Piutang Negara adalah pengurangan pembayaran pelunasan utang
yang meliputi keringanan utang pokok, seluruh sisa utang bunga, denda, dan
ongkos/biaya lain, serta tambahan keringanan utang pokok. Program tersebut
diharapkan dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat dan pelaku UMKM
secepatnya, mengingat adanya batas waktu pelaksanaan program serta pembagian
besaran tarif keringanan yaitu mulai dari 35% hingga 60% untuk sisa utang
pokok, dengan tambahan keringanan sebesar 50% apabila lunas sampai dengan Juni
2021, 30% pada Juli sampai dengan September 2021, dan 20% pada Oktober sampai
20 Desember 2021.
Selain
bentuk crash program keringanan
utang, terdapat kebijakan moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara yang diberikan
hanya kepada debitur yang memiliki kondisi khusus. Secara lebih rinci
moratorium diberikan apabila terbukti terdampak pandemi Covid-19 dan pengurusan
Piutang Negaranya baru diserahkan setelah ditetapkan status bencana nasional
pandemi Covid-19. Bentuk moratorium yang diberikan adalah penundaan penyitaan
barang jaminan/harta kekayaan lain, penundaan pelaksanaan lelang, dan/atau
penundaan paksa badan hingga status pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir sebagai
bencana nasional oleh pemerintah.
Guna
mendukung pelaksanaan program Keringanan Utang serta berperan serta dalam
program PEN, Kanwil DJKN Sulseltrabar telah mendukung PEN melalui Program
Keringanan Utang di wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat. Setidaknya
terdapat 1.832 debitur di wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat yang
menjadi target program Keringanan Utang tersebut dengan 1.060 surat
pemberitahuan telah disampaikan kepada debitur. Namun demikian mengingat
program tersebut merupakan kebijakan baru pemerintah atas keringanan utang dan
masih dalam tahap pemberian informasi kepada masyarakat sehingga potensi manfaatnya dapat dirasakan setelah
Triwulan II Tahun 2021. Sebagai gambaran penerima crash program
keringanan utang di wilayah Sulawesi Sulseltrabar antara lain 950 Mahasiswa, 454
Pasien RS, 149 UKM dan 69 Koperasi. Kanwil DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan
Barat berharap program tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh
debitur yang memenuhi kriteria program.
Penulis: Hendro Nugroho, Seksi Informasi, Bidang
Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan,
Tenggara, dan Barat