Listrik merupakan salah satu komponen terpenting dalam
perkembangan teknologi saat ini. Ketergantungan terhadap ketersediaan daya
listrik semakin hari semakin meningkat. Perkembangan jumlah penduduk di suatu
daerah berbanding lurus dengan kebutuhan energi listrik di daerah tersebut, namun
hal tersebut berbanding terbalik dengan penyediaan energi lsitrik. Semakin hari
cadangann sumber energi terbarukan yang selama ini menjadi bahan bakar utama
pembangkit Indonesia makin menipis, maka dirasa perlu menggunakan energi
alternatif yang jumlahnya sangat melimpah di alam. Untuk mengurangi
ketergantungan bahan bakar minyak, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi sebagai pengganti bahan bakar
fosil. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui
sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Salah satu energi altenatif yang kini dilirik
pemerintah yaitu tenaga angin atau yang lebih sering disebut tenaga bayu. Dari
hasil studi yang telah dilakukan, menunjukkan kecepatan angin di beberapa
kawasan timur berpotensi menghasilkan tenaga listrik. Misalnya Oelbuluk, NTT
kecepatan rata-ratanya 6,1 m/s, Sidrap, Sulawesi Selatan kecepatan rata-ratanya
6,43 m/s dan Jeneponto, Sulawesi Selatan rata-ratanya 7,96 m/s (Iqbal dan
Adinandra, 2018).
Sulawesi Selatan yang merupakan daerah
industri di Kawasan Timur Indonesia sering mengalami blackout akibat defisit daya listrik. Blackout yang terjadi tentu mempengaruhi proses produksi
perusahaan industri. Industri yang membutuhkan konsumsi daya listrik yang besar
seperti industri olahan pangan dan plastik terkadang harus mengalami hambatan
akibat blackout yang berjam-jam (PT.
Kima, 2017). Ditambah juga dengan jumlah konsumen listrik yang terus
bertambah. Hasil proyeksi jumlah pelanggan listrik tahun 2013-2017 di Sulawesi
Selatan terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata 6,12% per
tahun atau meningkat dari 1.566.389,75 pelanggan pada tahun 2013 menjadi
1.986.773,15 pelanggan pada tahun 2017.
Hal itu mendorong pemerintah membangun instalasi
pembangkit listrik tenaga bayu di daerah tesebut. Pembangkit Listrik Tenaga
Bayu (PLTB) yang dibangun di areal seluas 100 hektar di perbukitan Pabbaresseng, Desa
Mattirotasi, Kabupaten Sidrap memproduksi daya listrik sebesar 75 megawatt
(MW). Daya listrik sebesar itu dihasilkan dari 30 turbin angin keluaran Gamesa
Lolica Corporation pada menara baja setinggi 80 meter dengan panjang
baling-baling 57 meter. Sistem interkoneksi PLTB Sidrap memanfaatkan tapping jaringan PLN SUTT 150 KV Sidrap-Maros
yang terdiri dari empat sirkuit. Dua konduktor zebra sepanjang 3 kilometer (8
tower) menuju T/L 150 KV Sidrap-Maros dan terhubung secara double phi. Daya yang dihasilkan PLTB ini dialirkan ke sistem
Sulawesi bagian selatan yang meliputi sebagian wilayah Sulawesi Selatan,
Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.
Selain di Sidrap, pembangkit listrik tenaga angin
lainnya terdapat di Kabupaten Jeneponto. PLTB Tolo yang dibangun di areal
seluas 60 hektar di Kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto ini berkapasitas 72
MW yang terdiri dari 20 turbin angin
Siemens SWT-3.6-130 dengan masing-masing berkapasitas 6,3 MW. Dengan 60
baling-baling berjenis sovanius (three
blade) upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin dengan
panjang 63 meter dan tinggi menara 135. PLTB
ini terkoneksi dengan jaringan transmisi 150 KV yang melalui gardu Induk
Jeneponto.
Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)
tersebut dapat menambah stok kapasitas daya yang tersedia di wilayah Sulawesi
Selatan, Tenggara, dan Barat (Sulseltrabar). Saat ini beban puncak di Sulawesi
Selatan 1.050 MW, sementara daya listrik yang tersedia bisa menyuplai
sampai 1.300 MW. Untuk elektrifikasi atau daerah yang teraliri listrik, di
wilayah Sulseltrabar sudah mencapai 97%. Sedikit di atas rasio elektrifikasi
nasional saat ini yakni kurang lebih 96%. Dengan adanya surplus daya
kelistrikan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.