Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pengelolaan Surat Utang Negara, Mendukung Investasi Pemerintah Lebih Kuat, Terukur, dan Tepat Sasaran
Hendro Nugroho
Senin, 24 Agustus 2020   |   5952 kali

PENDAHULUAN

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan Pemerintah melalui penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara dengan menggunakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan bentuk pembiayaan investasi Pemerintah terhadap sektor infrastruktur. Pembiayaan investasi Pemerintah dalam APBN adalah pembiayaan utang yang bersumber dari penjualan Surat Utang Negara (SUN). Selama ini, tidak hanya pembiayaan investasi Pemerintah yang menggunakan SUN sebagai sumber pembiayaannya, namun juga pembiayaan anggaran lainnya seperti pemberian pinjaman, kewajiban penjaminan, dan pembiayaan lainnya.

Agar penerimaan dan penggunaan dana penjualan SUN dapat lebih fokus terhadap program pembangunan infrastruktur atau program Pemerintah lain, pengelolaan SUN dilakukan terpisah dari APBN. Disamping itu, pengukuran efektivitas capaian atas target pembangunan Pemerintah dapat dilakukan lebih tepat. Adanya sumber dana yang difokuskan untuk pembiayaan investasi Pemerintah sesuai dengan tujuan penerbitan SUN untuk melaksanakan program pembangunan Pemerintah, mendukung pengelolaan investasi Pemerintah menjadi lebih kuat, terukur dan tepat sasaran.

Untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing Indonesia dalam menghadapi persaingan pasar global, Pemerintah Indonesia mempunyai kebijakan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, salah satunya yaitu pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur bertujuan untuk mencapai kemandirian ekonomi dengan tetap menjaga pertumbuhan ekonomi di daerah, sehingga sektor ekonomi strategis daerah dapat terus melaju dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Indonesia menetapkan beberapa proyek pembangunan infrastruktur, baik program pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun oleh Kementerian/Lembaga, serta pembangunan infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Pemerintah dapat menetapkan sebuah proyek pembangunan infrastruktur menjadi prioritas pembangunan, dengan pertimbangan bahwa proyek tersebut bersifat strategis, penting untuk dapat segera diselesaikan dalam waktu yang singkat, serta mempunyai tujuan untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.

Perbedaan utama sebuah proyek yang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) dan proyek biasa adalah pada urgensi pengadaan proyek tersebut oleh Pemerintah. PSN akan mendapat perhatian lebih dari Pemerintah melalui pemberian fasilitas khusus dari Pemerintah agar proyek tersebut dapat segera diselesaikan dalam waktu yang lebih cepat. Pelaksana dari PSN adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis.

Guna meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, proyek pembangunan infrastruktur berupa penugasan Pemerintah kepada BUMN juga tetap menjadi prioritas oleh pemerintah. Pemerintah memberi perhatian utama terhadap penyelesaian pembangunan infrastruktur dengan tujuan mempercepat proses penyelesaian proyek agar dapat segera memberi dampak ekonomi berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, lokasi pembangunan proyek infrastruktur tidak hanya terpusat di pulau Jawa, namun tersebar di seluruh Indonesia. Hasil proyek infrastruktur akan digunakan di daerah menjadi regional public goods yang bermanfaat di daerah tempat proyek tersebut dibangun serta daerah di sekitarnya. Dengan demikian pembangunan infrastruktur memiliki peran strategis terhadap perekonomian, kesejahteraan sosial, serta pertahanan dan keamanan nasional. Lebih lanjut manfaat pembangunan infrastruktur adalah memberikan dampak sosial-ekonomi berupa konstribusi pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Produk Domestik Bruto (PDB), serta manfaat sosial bagi masyarakat.

 

PEMBAHASAN

Perhatian Pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur yang tidak hanya terpusat di pulau Jawa, membantu terjadinya transfer pembangunan dari pusat ke daerah. Dengan demikian manfaat public goods tidak hanya dapat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, namun  juga masyarakat yang tinggal di daerah. Pembangunan infrastruktur diharapkan memiliki keterkaitan antar sektor infrastruktur, keterkaitan antar wilayah lokasi proyek infrastruktur dibangun, serta mendukung distribusi antara pulau sehingga tercapai keseimbangan pembangunan antara bagian barat, bagian tengah, dan bagian timur Indonesia.

Keterkaitan manfaat pembangunan suatu daerah dengan daerah lain yang dihubungkan oleh hasil pembangunan infrastruktur sebagai public goods menunjukkan manfaat eksternalitas positif dari sebuah public goods. Hal tersebut menjadi salah satu alasan pemilihan sektor infrastruktur tranportasi baik transportasi darat, laut, dan udara menjadi program prioritas Pemerintah. Dalam Nota Keuangan APBN Tahun Anggaran 2015 dan 2016, jenis proyek infrastruktur yang dibangun Pemerintah untuk meningkatkan keterkaitan antar wilayah adalah pembangunan jalan tol dan Lintas Rel Terpadu (LRT)  untuk transportasi darat, pembangunan fasilitas pelabuhan dan tol laut untuk transportasi laut, dan pembangunan fasilitas bandar udara untuk transportasi udara.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pembangunan infrastruktur mempunyai dampak makro, berupa peningkatan indeks pekerja sektor infrastruktur di propinsi lokasi proyek infrastruktur dari tahun 2014 sampai dengan kuartal pertama tahun 2018 sebesar 1,30% serta indeks balas jasa dan upah sektor konstruksi di provinsi program pembanguan rata-rata selama tahun 2014 hingga 2018 sebesar 7,26%. Disamping itu terdapat peningkatan PDB yang berasal dari lapangan usaha konstruksi dari 9,86 pada tahun 2014 menjadi 10,17 pada tahun 2018 kuartal pertama, dan PDB sektor transportasi dan pergudangan dari 4,42 pada tahun 2014 menjadi 5,44 pada tahun 2018 kuartal pertama.

Dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur, mekanisme pendanaan masing-masing proyek telah ditetapkan oleh Pemerintah, sedangkan pembangunannya bisa dilaksanakan oleh kementerian/lembaga atau badan usaha. Pendanaan sebuah proyek infrastruktur dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, badan usaha melalui mekanisme kerja sama pemerintah dan badan usaha, BUMN, BUMD, dan/atau sumber pendanaan lainnya yang sah.

Pendanaan pembangunan infrastruktur menggunakan dana APBN akan menjadi bagian dari portofolio investasi Pemerintah, yaitu melalui alokasi dana APBN menjadi penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN yang melaksanakan penugasan untuk membangun proyek infrastruktur. Sejak tahun 2015, Pemerintah telah mengalokasikan dana APBN cukup besar untuk pembiayaan investasi Pemerintah berupa PMN pada BUMN. Dari alokasi pembiayaan investasi dalam APBN kepada BUMN sebesar Rp64.883,91 miliar pada tahun 2015 dan Rp50.480,78 miliar pada tahun 2016, nilai investasi Pemerintah yang digunakan untuk program pembangunan infrastruktur dan konektivitas berturut-turut pada tahun 2015 dan 2016 adalah sebesar Rp41.507 miliar (64,97%) dan Rp17.910 miliar (35,48%).

Besarnya alokasi untuk program pembangunan infrastruktur tersebut menunjukkan perhatian pemerintah untuk membangun infrastruktur melalui ketersedian perumahan serta prasarana guna mendukung distribusi antar pulau, sehingga terjadi keseimbangan pertumbuhan ekonomi. Bentuk infrastruktur yang dibangun berupa Tol Trans Jawa, Tol Trans Sumatera, Tol di Kalimantan dan Sulawesi, serta proyek LRT Jabodetabek, sebagai bagian pembangungan dan pengembangan infrastruktur transportasi darat. BUMN yang terlibat sebagai pelaksana pembangunan infrastruktur tersebut adalah PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Pembangunan Perumahan, PT Adhi Karya, dan PT Kereta Api Indonesia. Investasi di sektor infrastruktur transportasi darat diharapkan dapat menyerap tenaga kerja, tercapainya manfaat ekonomi berupa peninggkatan pendapatan tenaga kerja rata-rata, penghematan waktu tempuh terutama pada saat mendekati hari raya, mengurangi beban jalan raya, memperlancar distribusi barang dan konektivitas antar wilayah, menumbuhkan sentra bisnis baru di sekitar jalan tol, serta meningkatkan PDRB rata-rata.

Sektor transportasi laut melalui pembangunan fasilitas pelabuhan dan tol laut dilaksanakan oleh PT ASDP, PT Pelni, PT Djakarta Lloyd, dan PT Pelindo IV. Pembangunan infrastruktur meliputi pembangunan pelabuhan di daerah timur Indonesia, pembangunan dermaga penyeberangan, dan pembangunan kapal yang akan digunakan dalam tol laut. Investasi di sektor infrastruktur transportasi laut diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan dapat mengakomodasi kapal sandar yang lebih besar dengan waktu sandar yang lebih efisien. Adanya tol laut diharapkan dapat memberikan jaminan angkutan rutin komoditas dari daerah timur Indonesia, menurunkan biaya logistik yang akan menurunkan disparitas harga dan ketersediaan pasokan barang di daerah Indonesia timur, serta mendorong konektivitas transportasi Jawa-Sumatera.

Pembangunan infrastruktur di sektor transportasi udara melalui pembangunan fasilitas bandar udara Soekaro-Hatta oleh PT Angkasa Pura II berupa pembangunan runway 3 dan runway 4 diharapkan dapat meningkatkan on time performance air lines sehingga dapat menurunkan penundaan jadwal akibat tidak adanya antrian pada saat landing dan take off, serta mendukung konektivitas rute domestik serta internasional.

Tingginya porsi pendanaan untuk proyek infrastruktur mempunyai manfaat dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan laporan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPIP) per Semester I Tahun 2017, besarnya alokasi anggaran belanja infrastruktur dalam APBN selama tahun 2012 hingga tahun 2016 mempunyai korelasi positif dengan peningkatan PDB sebagai berikut:

Tabel 1. Perbandingan Alokasi Belanja Infrastruktur dengan PDB

(Triliun Rupiah)

 

2012

2013

2014

2015

2016

Anggaran Infrastruktur

907,45

1.011,88

1.164,70

1.316,88

1.439,38

PDB Sektor Infrastruktur

145,5

184,3

177,9

290,3

317,1

Sumber: laporan KPIP semester I 2017

 

Efek dari pembangunan yang masive di bidang  infrastruktur tersebut telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2017. Berdasarkan data BPS, sampai dengan triwulan IV tahun 2017 pertumbuhan ekonomi telah mencapai 5,19% dan PDB per kapita mencapai Rp51,89 juta. Data dimaksud dikuatkan dengan laporan KPIP bahwa sejumlah sektor terkait infrastruktur memiliki konstribusi terhadap peningkatan laju pertumbuhan yaitu industri konstruksi menyumbang 10,25% dari total PDB dengan laju pertumbuhan sekitar 0,61% pada kuartal I tahun 2017. Secara lebih detail, terdapat indikasi bahwa pengembangan proyek-proyek infrastruktur telah menggerakkan roda perekonomian di wilayah pembangunan proyek.

Efek pembangunan infrastruktur bagi perekonomian daerah adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi di daerah akibat dibangunnya regional public goods. Berdasarkan data KPPIP pada tahun 2017, total nilai investasi di Provinsi Papua Barat mencapai Rp106 Triliun, selanjutnya PDRB Provinsi Papua Barat di sektor konstruksi meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 12,45% pada tahun 2014; 9,73% pada tahun 2015; dan 9,77% pada tahun 2016. Pertumbuhan sektor kontruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB Provinsi Papua Barat secara umum yang tumbuh sebesar 5,44% pada tahun 2014; 4,1% pada tahun 2015; dan 4,52% pada tahun 2016. Dari sektor tenaga kerja, sektor konstruksi juga menunjukkan penyerapan tenaga kerja di Papua Barat meningkat dari 22.980 pekerja pada Februari 2014 menjadi 30.388 pekerja pada Agustus 2016.

Meskipun masih dalam tahap konstruksi, dalam laporannya KPIP berpendapat bahwa pembangunan proyek infrastruktur telah menunjukkan efek positif berupa peningkatan pertumbuhan PDRB pada daerah lain, seperti Provinsi Jawa Timur dengan total nilai investasi senilai Rp83,4 Triliun tumbuh 5,4% pada tahun 2014; 3,6% pada tahun 2015 dan 5,07% pada tahun 2016. Sedangkan Provinsi Jawa Tengah dengan total nilai investasi PSN yang telah memasuki tahap konstruksi senilai Rp44,3 Triliun tumbuh 4,38% pada tahun 2014; 6% pada tahun 2015; dan 6,88% pada tahun 2016. Pembangunan infrastruktur akan menimbulkan potensi yang lebih besar lagi apabila proyek infrastruktur telah diselesaikan.

Pembangunan sebuah proyek infrastruktur membutuhkan waktu konstruksi yang panjang dengan kebutuhan dana yang besar. Selama ini, sumber utama pendanaan pembangunan infrastruktur adalah dari APBN. Dalam rangka pendanaan infrastruktur, Pemerintah telah menerbitkan SUN berupa Obligasi Negara Ritel. Hasil penjualan SUN tersebut digunakan untuk pembiayaan dalam APBN, tidak hanya untuk pembangunan sektor infrastruktur, namun juga sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.

Hasil penjualan SUN dicatat terlebih dahulu sebagai penerimaan pembiayaan utang dalam APBN yang akan digunakan untuk membiayai pembiayaan anggaran pemerintah (below the line) seperti pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban penjaminan, dan pembiayaan lainnya. Investasi Pemerintah berupa PMN kepada BUMN untuk melaksanakan penugasan pembangunan infrastruktur merupakan salah satu bentuk pembiayaan investasi yang didanai menggunakan hasil penerimaan pembiayaan utang pemerintah. Penerimaan pembiayaan dari SUN juga digunakan untuk menutup defisit anggaran apabila dalam tahun berjalan jumlah belanja negara melebihi jumlah pendapatannya.

Pengelolaan hasil penjualan SUN yang menjadi satu dengan pengelolaan APBN menjadikan hasil penerimaan SUN tidak hanya digunakan untuk pembiayaan investasi dan penugasan infrastruktur saja, namun juga pembiayaan defisit. Hal tersebut mengakibatkan penerimaan penjualan SUN tidak fokus digunakan hanya untuk program tertentu dari Pemerintah, sehingga pengukuran efektivitas penggunaan dana hasil penerimaan penjualan menjadi bias.

Dengan pertimbangan agar pendanaan proyek pembangunan infrastruktur tidak membebani APBN, pengelolaan penerimaan penjualan surat utang negara dan penggunaan dana hasil penjualan surat utang tersebut seharusnya dikelola oleh unit khusus dengan program pengelolaan tertentu. Dengan demikian diharapkan penggunaan dana hasil penjualan surat berharga dapat lebih diutamakan untuk pembangunan infrastruktur ataupun sektor pembangunan lain, serta tidak digunakan untuk pembiayaan defisit anggaran. Untuk itu, pengelolaan SUN dapat dilakukan terpisah dari APBN sehingga penerimaan dan penggunaan dana penjualan surat utang negara dapat lebih terfokus terhadap sebuah program pembangunan infrastruktur atau program Pemerintah, serta efektivitas penggunaan dana dan  pengukuran capaian atas target pembangunan Pemerintah dapat dilakukan.

Mekanisme pengelolaan hasil penjualan surat SUN secara terpisah dari APBN dilakukan untuk surat utang yang diterbitkan Pemerintah untuk membiayai suatu program pembangunan yang telah ditetapkan Pemerintah. Pemerintah tetap dapat menerbitkan surat utang biasa yang akan digunakan untuk membiayai selain program yang telah ditentukan tersebut. Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan antara surat utang untuk program infrastruktur dengan surat utang biasa. Keduanya merupakan instrumen surat utang Negara yang dapat diperjual-belikan. Perbedaan keduanya terdapat pada tujuan penggunaan dana hasil yang diperoleh dari penjualan surat utang, serta mekanisme pengelolaan dana hasil penjualannya yaitu ditampung sebagai bagian dari pembiayaan anggaran dan pengelolaan terpisah dari APBN.

Program khusus Pemerintah yang didanai dengan menggunakan obligasi negara yang pengelolaannya terpisah dari anggaran pemerintah pada dasarnya telah dilakukan di beberapa negara antara lain Jepang, Perancis, dan negara anggota Uni Eropa. Pemerintah Jepang mempunyai program pengelolaan investasi dan pendanaan dengan menggunakan dana yang diperoleh dari penjualan surat utang negara dan pengelolaannya terpisah dari anggaran pemerintah yang disebut dengan Fiscal Investment and Loan Program (FILP). Program tersebut dikelola oleh Biro Keuangan, Kementerian Keuangan Jepang. Dalam laporan FILP tahun 2017, Pemerintah Jepang melalui FILP telah menyalurkan dana hasil penjualan surat utang dalam bentuk pinjaman, investasi, dan penjaminan pemerintah pinjaman jangka panjang. Penyaluran dana FILP diberikan dengan bunga rendah dan tingkat bunga tetap untuk sektor-sektor yang mempunyai risiko tinggi. Mekanisme penghimpunan dana surat utang serta penyaluran dana dalam FILP berdasarkan laporan FILP tahun 2017 adalah sebagai berikut:

 

 

 

Dengan mengadopsi pengelolaan hasil penjualan surat utang yang terpisah dari APBN, diharapkan tersedia sumber dana khusus yang dapat digunakan Pemerintah untuk program yang lebih tepat sasaran meliputi pinjaman, investasi Pemerintah, dan program penjaminan Pemerintah. Sumber dana tersebut berasal dari penerbitan SUN dapat ditujukan khusus membiayai sebuah program pembangunan tertentu dari Pemerintah. Disamping itu, penerimaan dan penggunaan dana penjualan SUN dapat lebih terfokus terhadap program pembangunan infrastruktur atau program Pemerintah sesuai tujuan penerbitan SUN. Pengelolaan SUN yang terpisah dari APBN dan dikhusukan untuk pembiayaan investasi Pemerintah tersebut mendukung pengelolaan investasi Pemerintah menjadi lebih terukur dan tepat sasaran. Pengukuran efektivitas investasi Pemerintah juga dapat dilakukan dengan lebih mudah, mengingat terdapat keterkaitan antara cost yaitu pembiayaan investasi Pemerintah yang berasal dari surat utang, dengan benefit yaitu manfaat pembangunan infrastruktur baik ekonomi maupun sosial.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah dilakukan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah dapat menggunakan APBN untuk mendanai program pembangunan infrastruktur melalui PMN pada BUMN. Sumber dana APBN yang digunakan untuk pembiayaan investasi sebagai bagian dari pembiayaan anggaran berasal dari pembiayaan utang berupa penerbitan SUN. Agar penggunaan dana hasil penjualan SUN dapat lebih difokuskan untuk pembangunan infrastruktur, seharusnya pengelolaan SUN dilakukan terpisah dari APBN agar pengelolaan investasi Pemerintah dapat lebih terukur dan tepat sasaran. Dengan demikian hasil penerbitan SUN akan digunakan untuk membiayai program Pemerintah sesuai maksud penjualan SUN. Disamping itu, dengan pengelolaan terpisah dari APBN, hasil penjualan tidak digunakan untuk pembiayaan defisit anggaran. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka pengelolaan investasi Pemerintah dapat lebih kuat, mengingat terdapat sumber dana yang difokuskan untuk pembiayaan investasi Pemerintah sesuai dengan penugasan pelaksanaan program Pemerintah kepada BUMN.

 

Penulis: Hendro Nugroho dan Robiā€™ul Atri Duha, Seksi Informasi, Bidang Kepatuhan Internal, Hukum dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Penggunaan, 2008 (Persen). Diakses Maret 2018 dari https://www.bps.go.id/subject/169/produk-domestik-bruto--pengeluaran-.html#subjekViewTab3.

Financial Bureau, Ministry of Finance. 2017. Fiscal Investment and Loan Program Report. Japan: Ministry of Finance.

Bappenas.2020.Jakarta. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional  2020-2024.

Kementerian Keuangan. 2016. Jakarta. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.

Kementerian Keuangan. 2016. Jakarta. Nota Keuangan Beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.

Kementerian Keuangan. 2015.  Jakarta. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

Kementerian Keuangan. 2015. Jakarta. Nota Keuangan Beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

Kementerian Sekretariat Negara. 2018. Jakarta. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.

Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. 2017. Laporan KPPIP Periode Januari-Juni 2017. Jakarta: KPPIP.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini