Rencana pemindahan Ibu Kota
Negara (IKN) Republik Indonesia telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo
dalam pidato kenegaraan dalam sidang bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya dalam konferensi pers resmi,
Presiden juga telah menyampaikan lokasi calon ibu kota baru, yaitu di wilayah
Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, keduanya berada
di Provinsi Kalimantan Timur. Dalam konferensi pers tersebut, pertimbangan
perlunya dilakukan pemindahan Ibu Kota negara adalah beban Jakarta saat ini
sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan,
pusat perdagangan, dan pusat jasa. Disamping itu, PDB ekonomi Indonesia
terpusat di Pulau Jawa atau sebesar 58%. Sedangkan untuk pendanaan, Presiden
menyampaikan kebutuhan untuk pembangunan Ibu Kota baru kurang lebih sebesar
Rp466 triliun yang 19% nya akan didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), terutama berasal dari skema pengelolaan aset di IKN baru dan DKI
Jakarta. Selain dana APBN, pembangunan IKN baru akan menggunakan skema kerja
sama Pemerintah dengan badan usaha, serta investasi langsung swasta dan Badan
Usaha Milik Negara.
Salah satu mekanisme
pendanaan pembangunan infrastruktur pada IKN baru adalah melalui APBN serta
skema pengelolaan aset di IKN baru dan DKI Jakarta. Pemindahan IKN baru
membutuhkan infrastruktur yang akan digunakan sebagai operasional Pemerintahan.
Infrastruktur tersebut dalam konteks Barang Milik Negara (BMN) akan digunakan
oleh Kementerian/Lembaga sebagai barang yang tercatat pada pengguna barang. Dengan
demikian, sebagai unit eselon I di Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas
sebagai Pengelola Aset Negara, pemindahan IKN menjadi momentum bagi Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) untuk dapat berperan aktif dalam proses
penyiapan dan implementasi pemindahan IKN, mulai dari perencanaan kebutuhan,
penggunaan dan pengelolaan, serta pengawasan penggunaan BMN pada IKN baru.
Terjadinya pandemi Corona
Virus Disease 19 (Covid-19) telah memberi efek yang sangat besar bagi 181
negara di dunia (sampai dengan 15 April 2020) termasuk Indonesia. Tidak hanya sektor
kesehatan, namun sektor ekonomi terkena imbas dari Covid-19 akibat roda ekonomi
berhenti beroperasi. Berhentinya sektor ekonomi berdampak pada pertumbuhan
ekonomi Indonesia, yang berarti APBN harus diarahkan untuk menyelesaikan
pandemi yang terjadi. Pemerintah telah menetapkan refocusing APBN berkaitan dengan Covid-19 di Indonesia melalui
Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Hal tersebut memberi efek pada belanja
Kementerian/Lembaga termasuk program pemerintah lainnya seperti pembangunan
infrastruktur. Untuk internal Kementerian Keuangan, efek pandemi Covid-19
memaksa Kementerian Keuangan untuk beradaptasi dengan pola kerja baru yaitu Work From Home (WFH), yang selanjutnya
diadaptasi lagi menjadi Flexible Working
Space, guna menyesuaikan kebutuhan untuk dapat terus melayani stakeholders.
Meskipun kajian
pembangunannya tetap dilakukan, namun pembangunan infrastruktur IKN baru belum
dimulai, serta adanya pola kerja baru FWS sesuai KMK Nomor 223/KMK.01/2020,
memberi waktu dan pandangan baru kepada DJKN selau asset manager untuk lebih mematangkan persiapan pemindahan IKN.
Persiapan yang dapat dilakukan adalah melalui pematangan perencaaan pengadaan
infrastruktur yang nantinya akan menjadi Barang Milik Negara. Guna melakukan fungsi sebagai asset manager yang akan mempunyai peran besar dalam momentum
pemindahan IKN, terdapat beberapa tahapan fungsi yang harus dijalankan oleh
DJKN. Fungsi pertama yang dapat dilakukan oleh DJKN adalah perumusan
perencanaan kebutuhan BMN pada IKN baru. Perumusan rencana kebutuhan tersebut
disusun berdasarkan analisa grand design
kebutuhan infrastruktur pada IKN baru, dengan tetap memperhatikan kebutuhan
infrastruktur pada masing-masing K/L. Disamping itu, analisa perencanaan kebutuhan
barang dilakukan dengan tetap memperhatikan anggaran yang dimiliki Pemerintah.
Sebagaimana disampaikan oleh Presiden, pendanaan BMN yang berasal dari APBN
adalah sekitar 19%, untuk itu perencanaan kebutuhan BMN pada IKN baru perlu
dilakukan dengan tepat, efisien, dan efektif.
Objek yang perlu menjadi
perhatian DJKN dalam perencanaan kebutuhan BMN adalah tanah dan/atau bangunan
serta selain tanah dan/atau bangunan. Untuk perencanaan kebutuhan BMN berupa
tanah dan/atau bangunan, mengingat K/L akan melakukan pengadaan untuk kebutuhan
BMN di IKN baru, pertimbangan yang harus dilakukan adalah tetap memperhatikan
rencana strategis K/L dengan fokus terhadap anggaran yang dimiliki Pemerintah
dan konsep pembangunan IKN baru yaitu urban
forest, green city atau eco-city serta konsep pembangunan
dilakukan dengan smart, green, and
beautiful. Perencanaan kebutuhan BMN berupa tanah dan/atau bangunan juga
perlu mempertimbangkan kontur geografis di wilayah Kabupaten Penajam Paser
Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara dengan didominasi wilayah perbukitan dan
dataran di bagian barat.
Selanjutnya untuk BMN berupa
selain tanah dan/atau bangunan, perlu diperhatikan kembali prinsip efisiensi
penggunaan BMN yang telah ada pada IKN lama. Apabila BMN dimaksud masih dapat
digunakan di IKN baru, maka hendaknya BMN tersebut dapat digunakan kembali
untuk mendukung operasional K/L di IKN baru. Disamping itu, konsep new normal dengan penerapan FWS perlu
mendapatkan perhatian juga dalam proses perhitungan efisiensi pengadaan tanah
dan/atau bangunan sebagai konsep baru yang akan digunakan ke depan. Dengan
adanya FWS serta memperhatikan banyaknya pegawai dengan homebase di Pulau Jawa, maka terdapat kecenderungan bahwa pegawai tersebut
akan memilih untuk melakukan FWS di homebase.
Apabila konsep tersebut dapat dijalankan, tentunya BMN dan space yang berada di IKN lama masih akan digunakan dan akan
mengurangi kebutuhan gedung kantor serta meningkatkan nilai efisiensi
penggunaan bangunan kantor.
Selama ini, regulasi terkait
perencanaan kebutuhan BMN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2014
tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara. Obyek perencanaan kebutuhan
BMN menurut PMK dimaksud meliputi tanah dan/atau bangunan serta selain tanah
dan/atau bangunan berupa rumah Negara, gedung perkantoran, dan alat angkutan
darat bermotor dinas operasional jabatan. Memperhatikan dinamika kebutuhan
infrastruktur di IKN baru, maka DJKN perlu mengantisipasi berkembangnya ruang
lingkup perencanaan kebutuhan BMN pada IKN baru dengan memperluas ruang lingkup
penelaahan perencanaan kebutuhan BMN pada K/L sehingga dapat mengantisipasi jenis
belanja K/L sesuai rencana pembangunan infrastruktur pada IKN baru.
Tahapan penyiapan regulasi
terkait perkembangan rencana kebutuhan BMN, diharapkan dapat mengacu pada time line yang telah ditentukan oleh Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) yaitu tahun 2020 akan menjadi tahapan persiapan
pemindahan IKN termasuk penyiapan regulasi.
Disamping itu, guna
mengantisipasi perkembangan terhadap kebutuhan regulasi terkait pengadaan dan
penggunaan aset BMN di IKN baru, DJKN diharapkan dapat mengantisipasi dengan
penyiapan regulasi yang dibutuhkan tersebut. Penyiapan regulasi oleh DJKN perlu
dilakukan untuk mengantisipasi adanya dinamika perkembangan regulasi terkait pengadaan
dan penggunaan BMN yang telah ada, namun tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
infrastruktur di IKN baru.
Pada tahun 2021, Bappenas
akan menyusun master plan IKN baru. Master
plan tersebut terdiri dari detail Master
Plan dan skematik, siteplan dan skematik bangunan,
skematik infrastruktur dasar, perencanaan infrastruktur dasar, perencanaan
Kawasan Inti Pusat Pemerintahan, dan perencanaan Kawasan IKN. Sejalan dengan
hal tersebut, tahapan perencanaan kebutuhan BMN oleh K/L yang akan digunakan
pada IKN baru diharapkan dapat dimulai pada tahun 2020 sampai dengan 2021.
DJKN selaku asset manager diharapkan ikut terlibat
secara aktif dalam badan otorita yang akan mengatur pemindahan IKN, salah
satunya melalui penyusunan regulasi tersebut, mengingat adanya paket kebutuhan
infrastruktur pada IKN baru yang diusulkan oleh Bappenas yaitu:
a.
Fungsi
utama, yaitu gedung legislatif, eksekutif, dan yudikatif;
b.
Fungsi
pendukung, yaitu gedung dan rumah ASN/POLRI/TNI, fasilitas pendidikan dan
kesehatan;
c.
Fungsi
penunjang, yaitu fasilitas sarana dan prasarana;
d.
Kebutuhan
pengadaan lahan.
Fungsi kedua, DJKN perlu memperhatikan
skema pembiayaan untuk perolehan BMN yang akan digunakan pada IKN baru, dengan
tetap mengutamakan efektivitas dan efisiensi penggunaan BMN yang berada pada IKN
lama (DKI Jakarta dan sekitarnya), serta kemungkinan masih digunakannya BMN
pada IKN lama dengan pertimbangan penerapan FWS. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat
pembiayaan infrastruktur pada IKN baru tidak seluruhnya akan didanai dari APBN
serta porsi pendanaan APBN untuk pembangunan IKN baru adalah sebesar 19%.
Dengan demikian DJKN bersama dengan unit yang berperan terhadap penganggaran
(Direktorat Jenderal Anggaran) harus dapat melakukan kolaborasi melalui scrutinize atas rencana pembiyaan dan
pengadaan BMN guna penyediaan infrastruktur. DJKN dapat berperan aktif terkait
perencanaan anggaran K/L yang akan menjadi BMN sesuai fokus pembiayaan
infrastruktur yang akan didanai oleh APBN pada IKN baru, yaitu pembangunan
infrastruktur pelayanan dasar, pembangunan instana negara, bangunan strategis
milik TNI/POLRI, perumahan dinas ASN dan TNI/POLRI, pengadaan lahan dan ruang
terbuka hijau. Pendanaan infrastruktur selain dari APBN adalah melalui dana
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),
dan pembiayaan swasta.
Terhadap mekanisme
pembangunan yang dilakukan oleh BUMN dan KPBU, DJKN dapat tetap mengawasi agar pembangunan
dimaksud dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh unit special mission vehicle di bawah DJKN, diantaranya
yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, PT
Sarana Multigriya Finansial, dan Lembaga Manajemen Aset Negara. Salah satu
mekanisme pengadaan infrastruktur yang dapat dilakukan adalah melalui Kerja
Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Melalui mekanisme tersebut, K/L akan
berperan mewakili Pemerintah sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK).
Selanjutnya, PJPK akan melakukan perikatan perjanjian kerja sama dengan badan
usaha untuk membangun infrastruktur dengan memperhatikan pembagian risiko
antara PJPK dan Badan Usaha. Badan Usaha bertugas untuk menyusun desain,
konstruksi, pembiayaan, dan operasi proyek KPBU.
Peran DJKN dalam proses
tersebut lebih pada menjaga APBN agar tetap seimbang dan tidak ditambahi dengan
beban pengeluaran pembangunan. DJKN dapat mendorong SMV untuk melakukan
penjaminan proyek pemerintah dan menilai kelayakan kredit proyek, sehingga
tidak terjadi guncangan terhadap APBN, serta tidak terjadi peningkatan
kewajiban penjaminan Pemerintah.
Sedangkan terhadap proyek
infrastruktur yang akan dibangun oleh pihak swasta, hendaknya pihak K/L yang
akan melakukan kerja sama dengan swasta tetap dapat berkoordinasi dengan DJKN, mengingat
pembangunan yang dilakukan oleh swasta akan menghasilkan aset strategis yang
selanjutnya akan digunakan untuk pelayanan publik. Konsep pembangunan aset
publik dimaksud harus sejalan dengan rencana strategis K/L teknis, misal
pembangunan infrastruktur berupa bandar udara, pelabuhan, dan terminal harus
mengacu pada rencana pembangunan yang ditetapkan Kementerian Perhubungan. Tahap
pembangunan tersebut hendaknya memperhatikan rencana Bappenas yaitu rentang
tahun 2022-2024. Dalam rentang waktu tersebut, Pemerintah akan fokus untuk
melaksanakan pengadaan dan pembebasan lahan, penyusunan Detail
Engineering Design (DED) kawasan inti pusat pemerintahan, groundbreaking pembangunan IKN baru, pembangunan
infrastruktur dasar dan fasilitas pusat pemerintahan, dan perencanaan kawasan
perluasan IKN.
Upaya ketiga adalah upaya optimalisasi
terhadap BMN pada IKN lama (DKI Jakarta dan sekitarnya). BMN yang akan
ditinggalkan di IKN lama perlu dioptimalisasikan sesuai dengan mekanisme
optimalisasi BMN yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Optimalisasi perlu dilakukan
guna menghindari BMN menjadi idle dan
tidak dimanfaatkan. Bentuk pemanfaatan atas BMN pada IKN lama yang dapat
dilakukan adalah sewa, pinjam pakai, dan kerja sama pemanfaatan. Hasil dari
pemanfaatan tersebut diharapkan menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam
APBN. Opsi lan yang dapat ditempuh guna optimalisasi BMN adalah pemindahtangan
BMN dengan cara tukar menukar BMN IKN lama untuk mendapatkan aset yang terletak
di IKN baru. Tukar menukar diharapkan dapat dilakukan dengan prudent sesuai ketentuan yang berlaku.
Setelah rangkaian proses tersebut dilakukan, upaya keempat yang dapat dilakukan DJKN adalah menjaga pelaksanaan penatausahaan BMN oleh K/L dilakukan dengan tertib dan benar sesuai pengaturan dalam PP Nomor 27 Tahun 2014. Dengan demikian penggunaan BMN dapat dilakukan dengan tertib baik administrasi, fisik, dan hukum. Untuk itu, DJKN selaku Pengelola Barang diharapkan secara aktif menghimbau kepada K/L selaku pengguna barang untuk melakukan penatausahaan dan pelaporan BMN dengan tertib. Selanjutnya, apabila hal-hal tersebut telah dilakukan, maka proses pengawasan dan pengendalian BMN dapat dilakukan dengan efektif oleh DJKN selaku Pengelola Barang.
Penulis: Hendro Nugroho, Kepala Seksi Informasi, Bidang Kepatuhan Internal, Hukum dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2019). Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional: https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/diskusi-media-di-istana-menteri-bambang-sampaikan-timeline-pemindahan-ibu-kota-negara-hingga-2024/.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2019). Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional: https://www.bappenas.go.id/files/diskusi-ikn-2/Paparan Menteri PPN Dampak Ekonomi dan Skema Pembiayaan IKN_edit IKN 5.pdf.
Pemerintah
Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Lembaran RI Tahun 2014
Nomor 92. Jakarta : Sekretariat Negara.
Kementerian Keuangan.2020. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 223/KMK.01/2020 Tahun 2020 tentang Implementasi Fleksibilitas Tempat Bekerja (FWS) di lingkungan Kementerian Keuangan.