Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
IKU Non Cascading yang Efektif
Bellisa Gamelia Sembiring Kembaren
Senin, 13 Mei 2019   |   13593 kali

Setiap awal tahun, pegawai Kementerian Keuangan wajib menyusun kontrak kinerja. Kontrak Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsung yang berisi pernyataan kesanggupan, sasaran kerja, dan trajectory target yang harus dicapai dalam periode tertentu (biasanya satu tahun). Trajectory berisi  uraian distribusi target Indikator Kinerja Utama (IKU) sesuai periode pelaporan serta jenis konsolidasi periode. Dalam membuat kontrak kinerja, kita harus mampu membuat IKU, baik IKU Cascading Peta (CP), IKU Cascading Non Peta (C) maupun IKU Non Cascading (N).

IKU Cascading  adalah IKU hasil penjabaran dan penyelarasan secara vertikal dari unit/pegawai yang lebih tinggi ke level unit/pegawai yang lebih rendah. Apabila IKU tersebut berasal dari unit/pegawai pemilik peta strategi (misalnya Kepala Kanwil atau Kepala KPKNL), maka IKU tersebut dinamakan IKU Cascading Peta (CP). Sedangkan bila IKU tersebut berasal dari unit/pegawai bukan pemilik peta strategi (misalnya Kepala Bidang/Bagian atau Kepala Seksi/Subbagian di Kanwil atau Kepala Seksi/Subbagian di KPKNL), maka IKU tersebut dinamakan IKU cascading Non Peta ( C). Pembuatan IKU CP maupun IKU C jauh lebih mudah dilakukan karena nama IKU, definisi IKU, dan formula perhitungannya memiliki kesamaan dengan IKU atasannya.

Untuk IKU Non Cascading (N) akan dirumuskan oleh unit/pegawai yang bersangkutan dan bukan hasil penurunan atau penjabaran dari level unit/pegawai yang lebih tinggi ke level unit/pegawai yang lebih rendah. Karena IKU Non Cascading ini dirumuskan sendiri oleh pegawai yang bersangkutan, banyak pegawai yang kesulitan dalam membuatnya. Hal itu dapat terlihat dari adanya  IKU yang digunakan oleh lebih dari satu pegawai (nama IKU, definisi IKU dan formula IKU sama), sehingga IKU tersebut dikategorikan sebagai IKU tanggung renteng. IKU tanggung renteng akan menurunkan kualitas IKU. Selain menurunkan kualitas IKU, juga dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara IKU yang dibuat dengan tugas dan fungsi dari pegawai tersebut.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan masukan terkait cara membuat IKU Non Cascading (N) yang sesuai dengan tugas dan fungsi seorang pegawai. Hasil akhirnya adalah pegawai dapat membuat IKU yang selaras  dengan tugas dan fungsinya, sehingga kualitas IKU-nya menjadi lebih baik. Untuk mempermudah pembahasan, materi kami persempit hanya untuk pegawai bukan pemilik peta strategi dengan studi kasus pegawai di lingkungan DJKN.

Penyusunan IKU pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam KMK disebutkan bahwa Kinerja adalah hasil dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dan pegawai selama periode tertentu. Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah tolok ukur keberhasilan pencapaian Sasaran Strategis atau kinerja. Jadi, hal terpenting dalam pembuatan IKU adalah harus mencerminkan tugas dan fungsi dari pegawai bersangkutan.

IKU non cascading (N) adalah IKU yang dirumuskan pada pegawai bersangkutan dan bukan hasil penurunan atau penjabaran dari pegawai yang lebih tinggi. IKU non cascading memiliki karakteristik  sebagai berikut:

 

1.      Tidak ada tanggung jawab pencapaian target yang di-cascade dari unit/pegawai yang lebih tinggi;

2.      Target atau realisasi IKU unit/pegawai yang lebih rendah tidak dikonsolidasikan ke unit/pegawai di atasnya;

3.      Jenis output tidak identik/tidak sama.

Sebagai contoh, seorang pejabat eselon II memiliki IKU “Indeks ketepatan waktu penyelesaian kajian” dengan target 5 hari kerja untuk 1 kajian. IKU non cascading yang dapat dibuat untuk unit/pegawai dibawahnya adalah:

·         Pada unit eselon III yang memiliki tugas untuk menyiapkan konsep kajian, maka IKU yang dapat dibuat adalah “Indeks ketepatan waktu penyelesaian konsep kajian” dengan target 3 hari kerja. Outputnya adalah konsep kajian;

·         Pada kepala seksi yang memiliki tugas untuk melakukan analisis  kajian, maka IKU yang dapat dibuat adalah “Indeks ketepatan waktu penyelesaian analisis kajian” dengan target 1 hari kerja. Outputnya adalah analisis kajian.

·         Pada Pelaksana  yang memiliki tugas mengumpulkan data untuk keperluan analisis kajian, maka IKU yang dapat dibuat adalah “Indeks ketepatan waktu pengumpulan dan penyajian data analisis kajian” dengan target waktu 7 hari. Outputnya adalah data analisis kajian.

Dalam KMK 467/2014 tidak diatur secara rinci bagaimana cara membuat IKU non-cascading. Oleh karena itu, Penulis berusaha untuk mengumpulkan praktek-praktek penyusunan IKU non cascading yang sering dilakukan,sehingga dengan tulisan ini dapat memperkaya kajian terkait pengelolaan kinerja. Dalam praktek, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk membuat IKU non cascading yang efektif, yaitu:

1.      Penyusunan IKU harus specific, measurable, dan realistic,yaitu:

-          Specific : mampu menyatakan sesuatu secara definif (tidak normatif), tidak bermakna ganda relevan dan khas/unik dalam menilai serta mendorong kinerja suatu unit/pegawai.

-          Measurable : mampu diukur dengan jelas dan jelas cara pengukurannya. Pernyataan IKU seharusnya menunjukkan satuan pengukurannya. Kejelasan cara pengukuran akan tampak dalam pembuatan formula IKU pada manual IKU.

-          Realistic : merupakan ukuran yang dapat dicapai dan memiliki target yang menantang. Usahakan tidak membuat IKU   yang tidak ada capaiannya selama dua tahun terakhir.

2.      IKU harus mencerminkan tugas dan fungsi utama organisasi/pegawai. Kesesuain antara IKU dengan tugas dan fungsi dapat kita lihat dengan membandingkan antara jabatan seseorang dengan tugas dan fungsinya. Tugas dan fungsi ini dapat kita lihat pada aturan sebagai berikut:

a.       KMK nomor 598/KM.1/2013 tentang Uraian Jabatan Stuktural Instansi Vertikal di Lingkungan DJKN;

b.      KMK nomor 725/KM.1/2014 tentang Uraian Jabatan Pelaksana Instansi Vertikal di Lingkungan DJKN;

3.      Apabila dari uraian jabatan, kita kesulitan dalam membuat IKU, maka kita dapat melihat pada Standard Operating Procedures (SOP). Cara ini sangat cocok  apabila kita ingin membuat IKU yang mengukur kecepatan / ketepatan penyelesaian suatu pekerjaan. Untuk cara ini kita bisa melihat pada aturan SOP yang saat ini berlaku, yaitu:

a.       Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 163/KN/2014 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) Kantor Wilayah di Lingkungan DJKN;

b.      Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 203/KN/2018 tentang Perubahan atas  Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 163/KN/2014 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) Kantor Wilayah di Lingkungan DJKN;

c.       Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 145/KN/2013 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) KPKNL;

d.      Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 379/KN/2017 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 145/KN/2013 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) KPKNL.

 

Sebagai contoh, dalam Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 163/KN/2014,  Subbagian Umum KPKNL terdapat SOP Penyusunan Analisis Beban Kerja (ABK) dengan norma waktu 10 hari kerja. Atas SOP layanan tersebut, kita dapat membuat IKU non cascading “Indeks ketepatan waktu penyelesaian Analisis Beban Kerja (ABK)”

4.      Apabila suatu tugas dan fungsi belum ada SOP-nya, maka kita bisa melihat pada aturan (PMK/Perdirjen/Kepdirjen/SE/Nota Dinas) terkait pelaksaanaan tugas dan fungsi tersebut. Sebagai contoh,dalam KMK tentang uraian jabatan dan Kepdirjen tentang SOP Seksi Kepatuhan Internal belum diatur mengenai kewajiban untuk membuat Laporan Penanganan Gratifikasi. Akan tetapi, PMK No.7/PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan, memberikan tugas kepada Seksi Kepatuhan Internal KPKNL  untuk menyusun Laporan Penanganan Gratifikasi setiap bulan paling lambat tanggal 5 awal bulan berikutnya. Atas kewajiban tersebut dapat dijadikan sebagai IKU non cascading untuk Pelaksana pada Seksi Kepatuhan Internal KPKNL. Adapun alternative nama IKU-nya adalah:

a.       Indeks ketepatan waktu penyusunan laporan penanganan gratifikasi (mengukur ketepatan waktu)

b.      Jumlah laporan penanganan gratifikasi yang selesai disusun (mengukur jumlah output);

c.       Persentase penyelesaian penyusunan laporan penanganan gratifikasi (mengukur jumlah output).

5.      Selain itu, bila kita ingin mendapatkan IKU berkualitas sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 327/KMK.01/2018 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Berdasarkan Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, maka kita dapat membuat IKU dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.       Tingkat kendali IKU sebaiknya moderat atau low. IKU dengan kendali moderat adalah IKU yang pencapaian targetnya dipengaruhi secara berimbang oleh pemilik IKU dan pihak selain pemilik IKU. IKU dengan kendali low adalah IKU yang pencapaiannya targetnya dipengaruhi secara dominan oleh pihak selain pemilik IKU. IKU dengan kendali moderat dan low memiliki tambahan 1 point untuk kualitasnya.

b.      IKU mengukur kualitas /mutu dan/atau waktu dengan kriteria :

1)      IKU memenuhi kriteria mengukur kualitas/mutu apabila:

                                                i.   mengukur mutu atau tingkat/kadar baik/buruknya hasil pekerjaan; Contoh: Indeks kepuasan pengguna layanan, Tingkat kualitas dokumentasi  manajemen risiko, nilai hasil reviu pengendalian internal,tingkat kualitas dokumentasi pengelolaan kinerja.

                                              ii.   mengukur akurasi/devasi hasil pekerjaan; Contoh: akurasi pencanaan kas, persentase akurasi basis data piutang negara.

                                            iii.   mengukur nilai nominal/persentase nominal rupiah berkenaan dengan pengelolaan fiskal. Contoh: Persentase realisasi nilai manfaat ekonomi pengelolaan kekayaan negara, Persentase nilai kekayaan negara yang diutilisasi.

                                            iv.   mengukur tindak lanjut rekomendasi reviu/audit eksternal unit pemilik peta strategi. Contoh: Persentase penyelesaian tindak lanjut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan;

2)       IKU memenuhi kriteria mengukur waktu apabila mengukur kecepatan dan lama penyelesaian pekerjaan sesuai standar waktu yang telah ditetapkan, contoh:  Rata-rata waktu penyelesaian layanan kekayaan negara, Indeks ketepatan waktu penyelesaian laporan Subbagian umum, Persentase pemenuhan waktu layanan subbagian umum, Indeks ketepatan waktu penyusunan LPJ Bendahara Pengeluaran, Indeks ketepatan waktu penyusunan laporan daya dan jasa.

6.      IKU sebaiknya tidak tanggung renteng. IKU yang bersifat  tanggung renteng adalah IKU yang dimiliki oleh sekurang-kurangnya dua orang pegawai pada level jabatan yang sama dan IKU tersebut memiliki target, definisi, formula,objek pengukuran maupun perhitungan realisasinya sama. Bobot IKU yang bersifat tanggung renteng dapat mengurangi kualitas IKU sebesar satu point.

7.      Pastikan bahwa IKU yang kita buat mendukung pencapaian Sasaran Strategis Pemilik Peta.

 

Dari uraian di atas,  dapat disimpulkan bahwa cara yang efektif dalam membuat IKU non cascading adalah  specific, measurable,realistic, sesuai tugas dan fungsi pegawai,  memiliki kriteria kualitas sesuai KMK 327/2018, dan relevan dengan sasaran strategis. Demikian kiat penyusunan IKU non cascading yang efektif, semoga dapat memberikan manfaat  untuk peningkatan kinerja. (Ali Sodikin/Kepala Seksi Kepatuhan Internal Kanwil DJKN Kaltimtara)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini