Setiap awal tahun, pegawai
Kementerian Keuangan wajib menyusun kontrak kinerja. Kontrak Kinerja merupakan
dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsung yang berisi
pernyataan kesanggupan, sasaran kerja, dan trajectory
target yang harus dicapai dalam periode tertentu (biasanya satu tahun). Trajectory berisi uraian distribusi target Indikator Kinerja
Utama (IKU) sesuai periode pelaporan serta jenis konsolidasi periode. Dalam
membuat kontrak kinerja, kita harus mampu membuat IKU, baik IKU Cascading Peta (CP), IKU Cascading Non Peta (C) maupun IKU Non Cascading (N).
IKU Cascading adalah IKU hasil
penjabaran dan penyelarasan secara vertikal dari unit/pegawai yang lebih tinggi
ke level unit/pegawai yang lebih rendah. Apabila IKU tersebut berasal dari
unit/pegawai pemilik peta strategi (misalnya Kepala Kanwil atau Kepala KPKNL),
maka IKU tersebut dinamakan IKU Cascading
Peta (CP). Sedangkan bila IKU tersebut berasal dari unit/pegawai bukan
pemilik peta strategi (misalnya Kepala Bidang/Bagian atau Kepala Seksi/Subbagian
di Kanwil atau Kepala Seksi/Subbagian di KPKNL), maka IKU tersebut dinamakan
IKU cascading Non Peta ( C).
Pembuatan IKU CP maupun IKU C jauh lebih mudah dilakukan karena nama IKU,
definisi IKU, dan formula perhitungannya memiliki kesamaan dengan IKU
atasannya.
Untuk IKU Non Cascading (N) akan dirumuskan oleh
unit/pegawai yang bersangkutan dan bukan hasil penurunan atau penjabaran dari
level unit/pegawai yang lebih tinggi ke level unit/pegawai yang lebih rendah. Karena
IKU Non Cascading ini dirumuskan
sendiri oleh pegawai yang bersangkutan, banyak pegawai yang kesulitan dalam
membuatnya. Hal itu dapat terlihat dari adanya
IKU yang digunakan oleh lebih dari satu pegawai (nama IKU, definisi IKU
dan formula IKU sama), sehingga IKU tersebut dikategorikan sebagai IKU tanggung
renteng. IKU tanggung renteng akan menurunkan kualitas IKU. Selain menurunkan
kualitas IKU, juga dapat menimbulkan ketidaksesuaian antara IKU yang dibuat
dengan tugas dan fungsi dari pegawai tersebut.
Tulisan ini bertujuan
untuk memberikan masukan terkait cara membuat IKU Non Cascading (N) yang sesuai dengan tugas dan fungsi seorang pegawai.
Hasil akhirnya adalah pegawai dapat membuat IKU yang selaras dengan tugas dan fungsinya, sehingga kualitas
IKU-nya menjadi lebih baik. Untuk mempermudah pembahasan, materi kami persempit
hanya untuk pegawai bukan pemilik peta strategi dengan studi kasus pegawai di
lingkungan DJKN.
Penyusunan IKU pegawai di
lingkungan Kementerian Keuangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK)
nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian
Keuangan. Dalam KMK disebutkan bahwa Kinerja adalah hasil dari pelaksanaan
tugas dan fungsi organisasi dan pegawai selama periode tertentu. Indikator
Kinerja Utama (IKU) adalah tolok ukur keberhasilan pencapaian Sasaran Strategis
atau kinerja. Jadi, hal terpenting dalam pembuatan IKU adalah harus
mencerminkan tugas dan fungsi dari pegawai bersangkutan.
IKU non cascading (N) adalah IKU yang dirumuskan pada pegawai
bersangkutan dan bukan hasil penurunan atau penjabaran dari pegawai yang lebih
tinggi. IKU non cascading memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
Tidak ada tanggung jawab pencapaian target
yang di-cascade dari unit/pegawai
yang lebih tinggi;
2.
Target atau realisasi IKU unit/pegawai
yang lebih rendah tidak dikonsolidasikan ke unit/pegawai di atasnya;
3. Jenis
output tidak identik/tidak sama.
Sebagai
contoh, seorang pejabat eselon II memiliki IKU “Indeks ketepatan waktu
penyelesaian kajian” dengan target 5 hari kerja untuk 1 kajian. IKU non cascading yang dapat dibuat untuk
unit/pegawai dibawahnya adalah:
·
Pada unit eselon III yang memiliki tugas
untuk menyiapkan konsep kajian, maka IKU yang dapat dibuat adalah “Indeks
ketepatan waktu penyelesaian konsep kajian” dengan target 3 hari kerja.
Outputnya adalah konsep kajian;
·
Pada kepala seksi yang memiliki tugas
untuk melakukan analisis kajian, maka
IKU yang dapat dibuat adalah “Indeks ketepatan waktu penyelesaian analisis kajian”
dengan target 1 hari kerja. Outputnya adalah analisis kajian.
·
Pada Pelaksana yang memiliki tugas mengumpulkan data untuk
keperluan analisis kajian, maka IKU yang dapat dibuat adalah “Indeks ketepatan
waktu pengumpulan dan penyajian data analisis kajian” dengan target waktu 7
hari. Outputnya adalah data analisis kajian.
Dalam
KMK 467/2014 tidak diatur secara rinci bagaimana cara membuat IKU non-cascading. Oleh karena itu, Penulis
berusaha untuk mengumpulkan praktek-praktek penyusunan IKU non cascading yang sering dilakukan,sehingga
dengan tulisan ini dapat memperkaya kajian terkait pengelolaan kinerja. Dalam
praktek, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk membuat IKU non cascading yang efektif, yaitu:
1. Penyusunan
IKU harus specific, measurable, dan realistic,yaitu:
-
Specific
: mampu menyatakan sesuatu secara definif (tidak normatif), tidak bermakna
ganda relevan dan khas/unik dalam menilai serta mendorong kinerja suatu
unit/pegawai.
-
Measurable
: mampu diukur dengan jelas dan jelas cara pengukurannya. Pernyataan IKU
seharusnya menunjukkan satuan pengukurannya. Kejelasan cara pengukuran akan tampak
dalam pembuatan formula IKU pada manual IKU.
-
Realistic
: merupakan
ukuran yang dapat dicapai dan
memiliki target yang menantang. Usahakan tidak membuat IKU yang tidak ada capaiannya selama dua tahun
terakhir.
2. IKU
harus mencerminkan tugas dan fungsi utama organisasi/pegawai. Kesesuain antara
IKU dengan tugas dan fungsi dapat kita lihat dengan membandingkan antara
jabatan seseorang dengan tugas dan fungsinya. Tugas dan fungsi ini dapat kita
lihat pada aturan sebagai berikut:
a. KMK
nomor 598/KM.1/2013 tentang Uraian Jabatan Stuktural Instansi Vertikal di
Lingkungan DJKN;
b. KMK
nomor 725/KM.1/2014 tentang Uraian Jabatan Pelaksana Instansi Vertikal di
Lingkungan DJKN;
3. Apabila
dari uraian jabatan, kita kesulitan dalam membuat IKU, maka kita dapat melihat
pada Standard Operating Procedures
(SOP). Cara ini sangat cocok apabila kita
ingin membuat IKU yang mengukur kecepatan / ketepatan penyelesaian suatu
pekerjaan. Untuk cara ini kita bisa melihat pada aturan SOP yang saat ini
berlaku, yaitu:
a. Keputusan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 163/KN/2014 tentang Standar Prosedur
Operasi (Standard Operating Procedures)
Kantor Wilayah di Lingkungan DJKN;
b. Keputusan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 203/KN/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara
nomor 163/KN/2014 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) Kantor Wilayah di Lingkungan DJKN;
c. Keputusan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 145/KN/2013 tentang Standar Prosedur
Operasi (Standard Operating Procedures)
KPKNL;
d. Keputusan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 379/KN/2017 tentang Perubahan Keputusan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 145/KN/2013 tentang Standar Prosedur
Operasi (Standard Operating Procedures)
KPKNL.
Sebagai contoh, dalam
Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor 163/KN/2014, Subbagian Umum KPKNL terdapat SOP Penyusunan
Analisis Beban Kerja (ABK) dengan norma waktu 10 hari kerja. Atas SOP layanan
tersebut, kita dapat membuat IKU non
cascading “Indeks ketepatan waktu penyelesaian Analisis Beban Kerja (ABK)”
4. Apabila
suatu tugas dan fungsi belum ada SOP-nya, maka kita bisa melihat pada aturan
(PMK/Perdirjen/Kepdirjen/SE/Nota Dinas) terkait pelaksaanaan tugas dan fungsi
tersebut. Sebagai contoh,dalam KMK tentang uraian jabatan dan Kepdirjen tentang
SOP Seksi Kepatuhan Internal belum diatur mengenai kewajiban untuk membuat
Laporan Penanganan Gratifikasi. Akan tetapi, PMK No.7/PMK.09/2017 tentang
Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan, memberikan
tugas kepada Seksi Kepatuhan Internal KPKNL untuk menyusun Laporan Penanganan Gratifikasi
setiap bulan paling lambat tanggal 5 awal bulan berikutnya. Atas kewajiban
tersebut dapat dijadikan sebagai IKU non
cascading untuk Pelaksana pada Seksi Kepatuhan Internal KPKNL. Adapun
alternative nama IKU-nya adalah:
a. Indeks
ketepatan waktu penyusunan laporan penanganan gratifikasi (mengukur ketepatan
waktu)
b. Jumlah
laporan penanganan gratifikasi yang selesai disusun (mengukur jumlah output);
c. Persentase
penyelesaian penyusunan laporan penanganan gratifikasi (mengukur jumlah
output).
5. Selain
itu, bila kita ingin mendapatkan IKU berkualitas sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan nomor 327/KMK.01/2018 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Berdasarkan
Kualitas Kontrak Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan, maka kita dapat
membuat IKU dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tingkat
kendali IKU sebaiknya moderat atau low. IKU dengan kendali moderat adalah IKU yang pencapaian
targetnya dipengaruhi secara berimbang oleh pemilik IKU dan pihak selain
pemilik IKU. IKU dengan kendali low adalah
IKU yang pencapaiannya targetnya dipengaruhi secara dominan oleh pihak selain
pemilik IKU. IKU dengan kendali moderat
dan low memiliki tambahan 1 point
untuk kualitasnya.
b. IKU
mengukur kualitas /mutu dan/atau waktu dengan kriteria :
1) IKU
memenuhi kriteria mengukur kualitas/mutu apabila:
i. mengukur
mutu atau tingkat/kadar baik/buruknya hasil pekerjaan; Contoh: Indeks kepuasan
pengguna layanan, Tingkat kualitas dokumentasi manajemen risiko, nilai hasil reviu
pengendalian internal,tingkat kualitas dokumentasi pengelolaan kinerja.
ii. mengukur
akurasi/devasi hasil pekerjaan; Contoh: akurasi pencanaan kas, persentase
akurasi basis data piutang negara.
iii. mengukur
nilai nominal/persentase nominal rupiah berkenaan dengan pengelolaan fiskal.
Contoh: Persentase realisasi nilai manfaat ekonomi pengelolaan kekayaan negara,
Persentase nilai kekayaan negara yang diutilisasi.
iv. mengukur
tindak lanjut rekomendasi reviu/audit eksternal unit pemilik peta strategi. Contoh:
Persentase penyelesaian tindak lanjut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan;
2) IKU memenuhi kriteria mengukur waktu apabila
mengukur kecepatan dan lama penyelesaian pekerjaan sesuai standar waktu yang
telah ditetapkan, contoh: Rata-rata
waktu penyelesaian layanan kekayaan negara, Indeks ketepatan waktu penyelesaian
laporan Subbagian umum, Persentase pemenuhan waktu layanan subbagian umum, Indeks
ketepatan waktu penyusunan LPJ Bendahara Pengeluaran, Indeks ketepatan waktu
penyusunan laporan daya dan jasa.
6. IKU
sebaiknya tidak tanggung renteng. IKU yang bersifat tanggung renteng adalah IKU yang dimiliki oleh
sekurang-kurangnya dua orang pegawai pada level jabatan yang sama dan IKU
tersebut memiliki target, definisi, formula,objek pengukuran maupun perhitungan
realisasinya sama. Bobot IKU yang bersifat tanggung renteng dapat mengurangi
kualitas IKU sebesar satu point.
7. Pastikan
bahwa IKU yang kita buat mendukung pencapaian Sasaran Strategis Pemilik Peta.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cara yang efektif dalam membuat IKU non cascading adalah specific, measurable,realistic, sesuai tugas dan fungsi pegawai, memiliki kriteria kualitas sesuai KMK 327/2018, dan relevan dengan sasaran strategis. Demikian kiat penyusunan IKU non cascading yang efektif, semoga dapat memberikan manfaat untuk peningkatan kinerja. (Ali Sodikin/Kepala Seksi Kepatuhan Internal Kanwil DJKN Kaltimtara)