Evaluasi
kinerja BMN merupakan kegiatan pengukuran kinerja suatu aset BMN yang dilakukan
secara sistematis dan terukur dengan mempertimbangkan 6 indikator, yaitu kepentingan
umum, manfaat sosial, kepuasan pengguna, potensi penggunaan masa mendatang,
kelayakan finansial dan kondisi teknis.
Sebagaimana
diketahui bersama, dalam melakukan pengelolaan BMN masing terdapat beberapa
permasalahan, diantaranya, nilai BMN yang memiliki potensi yang sangat besar
namun belum dikelola secara maksimal, banyaknya permasalahan terkait
pengelolaan BMN (penggunaan selain untuk tusi, aset idle, aset tidak
terpelihara, aset berlebih, pemanfaatan tidak sesuai dengan peraturan) dan juga
pengambilan keputusan tidak didasarkan pada pengukuran kinerja BMN.
Dengan
perkembangan nilai BMN yang terus meningkat setiap tahunnya, terakhir total
nilai Barang Milik Negara hingga akhir Desember 2020 tercatat sebesar Rp
6.587,85 triliun. Meningkat dibandingkan dengan akhir 2019 yang sebesar Rp
6.438,85 triliun sebagaimana tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) tahun 2020.
Aset BMN
ini terdiri dari aset lancar Rp 160 ,05 triliun, aset tetap sebesar Rp 6.794,2
triliun dan aset lainnya Rp 520,06 triliun. Juga terjadi penyusutan aset tetap
Rp 825,72 triliun dan penyusutan aset lainnya Rp 60,74 triliun.
Dengan
jumlah aset yang besar ini, DJKN memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar.
Sebab, harus dikelola dengan baik agar bisa menghasilkan penerimaan negara.
Di
Indonesia sendiri, saat ini belum terdapat proses untuk mengkaji portofolio
aset berdasarkan opportunity cost. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagai
unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dalam hal
Pengelolaan Kekayaan Negara, memiliki keinginan Portofolio aset dikaji secara
sistematis berdasarkan struktur kelompok aset, eksposur risiko dan strategi
ekonomi.
Belajar
dari negara-negara lain seperti Kanada yang dalam pemenuhan kebutuhan akan
gedung kantor dilakukan melalui sewa dan bukan melalui pengadaan atau
pembangunan sendiri. Kemudian Amerika Serikat yang mana pada tahun 2011, menginstruksikan
kepada K/L untuk memotong biaya administrasi tertentu di TA 2013 sebesar 20%
lebih kecil dari TA 2010 dan juga menginstruksikan untuk meningkatkan manajemen
aset real properti, termasuk menghapus real properti yang tidak dibutuhkan, dan
mengurangi biaya operasi.
Implementasi
Evaluasi Kinerja BMN atau Portofolio Aset sendiri dimulai dengan tahap uji coba
(piloting) pada tahun 2019 (mulai 1 November) di mana setiap KPKNL melakukan
evaluasi kinerja terhadap 3 NUP BMN. Dan kemudian secara penuh dimulai tahun
2020 terhadap 17.399 NUP BMN yang sudah dilakukan identifikasi pada saat
pelaksanaan revaluasi aset negara, dan akan berlangsung hingga 2022.
Selanjutnya, evaluasi kinerja BMN akan dilakukan secara periodik (tahunan).
Penerapan Evaluasi Kinerja BMN atau Portofolio Aset dinilai akan memiliki banyak manfaat, yaitu mengidentifikasi dan mengumumkan K/L yang menggunakan BMN secara kurang optimal, memaksimalkan penggunaan/pemanfaatan BMN berupa lahan/bidang tanah kosong dan/atau Idle, serta mengidentifikasi tanah dan bangunan pemerintah yang memiliki potensi penggunaan/ pemanfaatan alternative yang lebih baik (contoh: Tanah/Bangunan di prime area).
Dengan kata
lain, untuk jangka pendek, manfaat dari penerapan Evaluasi Kinerja BMN atau Portofolio
Aset ini adalah untuk menotifikasi K/L atas BMN yang berada dalam penggunaannya
yang memiliki potensi optimalisasi yang lebih baik, sedangkan untuk jangka
panjang, manfaat dari penerapan Evaluasi Kinerja BMN atau Portofolio Aset adalah
untuk mengoptimalkan penggunaan BMN, memaksimalkan PNBP Pengelolaan BMN dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penulis : Arinda Rintan Bestari