Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kiat Mengatasi Laju Inflasi dan Ancaman Resesi Tahun 2023
Agus Rodani
Selasa, 15 November 2022   |   43889 kali

Dampak terjadinya pandemik covid-19 masih dirasakan seluruh masyarakat di dunia. Kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat selama dua tahun lebih yang bertujuan untuk meredam penyebaran covid-19 sangat mempengaruhi roda perekonomian. Terjadinya stagflasi ekonomi membuat banyak pengusaha mengalami kebangkrutan. Beruntung, pemerintah Indonesia cepat mengambil tindakan antisipasi penyebaran covid-19, sehingga pemulihan kesehatan masyarakat terhadap serangan bahaya covid-19 cepat teratasi.

Pemerintah Indonesia bersama DPR melalui Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 yang menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU, mengatur kebijakan keuangan negara dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Keberhasilan Indonesia dalam pemulihan kesehatan dari pandemik covid-19 mendapat pengakuan dunia, dan menjadi contoh bagi negara lainnya. Dengan pulihnya kesehatan dan pemberantasan penyebaran covid-19, berdampak pada perekonomian Indonesia menggeliat kembali.

Kebijakan pemerintah melindungi kesehatan masyarakat berupa vaksinasi, biaya perawatan pasien covid, insentif tenaga kesehatan, pembangunan fasilitas kesehatan dan lainnya secara massiv, mempercepat pemulihan covid. Selain dibidang kesehatan, pemulihan perekonomian pun tak luput dari perhatian. Melalui Belanja Negara, APBN sebagai shock absorber berupaya menjangkau dan melindungi seluruh masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi.

Perekonomian dan stabilitas perdagangan di dunia belum kembali normal pasca pandemik covid-19, diperparah terjadi perang Rusia dengan Ukraina. Kedua negara yang merupakan produsen komoditas penting di dunia, seperti migas, gandum, kedelai, pupuk dan lainnya. Pasokan komoditas tersembut menjadi terhambat ke beberapa negara di eropa sehingga menimbulkan krisis energi dan pangan. Akibatnya, harga-harga komoditas tersebut meningkat tajam. Inflasi pun tak terhindari akibat menurunnya pasokan migas dan pangan.

Mencermati uraian di atas, bagaimana kondisi perekonomian Indonesia menghadapi tekanan ekonomi global akibat pandemik dan perang Rusia-Ukraina? Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Siaran Pers APBN Kita bulan Oktober 2022, dapat digambarkan sebagai berikut [1] :

1.     Pemulihan ekonomi domestik terus berlanjut di tengah perlambatan di banyak negara. Pertumbuhan ekonomi Kuartal III diperkirakan masih cukup kuat, didukung konsumsi rumah tangga dan ekspor yang diperkirakan menjadi penopang utama. Purchasing Manufactur Index (PMI) Indonesia meneruskan akselerasi di tengah kontraksi dan pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan Korea Selatan. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan tumbuh lebih baik di tahun 2022, sejalan dengan proyeksi yang dilakukan oleh lembaga internasional terkemuka seperti ADB (5,4 persen), IMF (5,3 persen), Bloomberg (5,2 persen), Bank Dunia (5,1 persen). Di tengah beragam tantangan, kinerja APBN September 2022 tetap positif dan terkendali, ditopang pendapatan yang sangat baik.

 

Belanja negara tumbuh, namun perlu tetap terus diakselerasi. Pengelolaan fiskal yang inklusif dan pruden di tengah kondisi kenaikan suku bunga dan pelemahan nilai tukar, mendorong penurunan kebutuhan pembiayaan. Secara keseluruhan, APBN 2022 berkinerja baik, namun berbagai ketidakpastian dan risiko akibat tekanan global harus diwaspadai dan dimitigasi.

 

2.     Kinerja Ekonomi Indonesia Masih Tumbuh Kuat Pemulihan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat di tengah pelemahan prospek ekonomi global. Dari sisi eksternal, kinerja Neraca Perdagangan terus melanjutkan surplus, yaitu pada bulan September surplus sebesar USD4,99 miliar, didukung peningkatan ekspor komoditas khususnya batu bara dan CPO. Ekspor dan impor bulan September 2022 tumbuh positif dipengaruhi menguatnya harga komoditas global dibandingkan tahun sebelumnya, di mana ekspor tumbuh 20,28 persen (yoy) dan impor tumbuh 22,02 persen (yoy).

 

3.     Pendapatan Negara Melanjutkan Kinerja yang Baik, Pertumbuhan pendapatan masih tinggi sebagai bukti pemulihan ekonomi yang terus terjaga, sokongan harga komoditas yang masih di level relatif tinggi, dan dampak berbagai kebijakan. Hingga September 2022, Pendapatan Negara tercapai sebesar Rp1.974,7 triliun atau 107,0 persen dari Pagu, tumbuh 45,7 persen (yoy). Secara nominal, realisasi komponen Pendapatan Negara yang bersumber dari penerimaan Pajak mencapai Rp1.310,5 triliun, penerimaan Bea dan Cukai sebesar Rp232,1 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp431,5 triliun.

 

4.     Kinerja PNBP sampai dengan akhir September 2022 mencapai Rp431,5 triliun (89,6persen dari Pagu). Jika dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi PNBP tumbuh 34,4 persen (yoy) yang terutama didorong dari Pendapatan SDA, KND, dan PNBP Lainnya. Realisasi PNBP SDA migas tumbuh 76,8 persen (yoy), terutama didorong kenaikan rata-rata ICP selama delapan bulan terakhir. Selanjutnya, realisasi PNBP SDA non-migas tumbuh 100,7 persen (yoy), terutama disebabkan kenaikan pendapatan pertambangan minerba. Selanjutnya, realisasi PNBP dari KND tumbuh 37,6 persen, terutama berasal dari dividen BUMN Perbankan yang tumbuh 80,9 persen. Realisasi PNBP lainnya tumbuh 41,1 persen, didorong Pendapatan Penjualan Hasil Tambang. Sementara itu, realisasi PNBP dari BLU terkontraksi 27,2 persen akibat turunnya Pendapatan Pengelolaan Dana Perkebunan Kepala Sawit.

 

Pembiayaan APBN Terjaga namun Tetap Merespon Dinamika Pasar Keuangan yang Volatile Realisasi APBN sampai akhir September 2022 mencatat surplus 0,33 persen terhadap PDB atau Rp60,9 triliun. Realisasi pembiayaan utang hingga September 2022 mencapai Rp478,9 triliun atau 50,7 persen dari target yang ditetapkan. Capaian ini jauh lebih rendah, atau turun 26,0 persen (yoy) dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Di tahun 2022, Pemerintah melanjutkan implementasi SKB I dan III, sekaligus sebagai tahun terakhir pelaksanaan SKB. Hingga 18 Oktober 2022, SKB I (BI sebagai standby buyer) telah tercapai sebesar Rp41,5 triliun, sementara realisasi SKB III mencapai Rp95,4 triliun. Pembiayaan APBN tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistik di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile. Indonesia masih tetap resilien didukung kinerja APBN yang baik dan langkah antisipatif pengadaan utang antara lain: (i) penyesuaian target penerbitan utang tunai; (ii) penerbitan SBN Valas menyesuaikan kondisi market yang volatile dan kondisi kas yang masih cukup ample; (iii) optimalisasi SBN domestik melalui SKB III; (iv) penerbitan SBN Ritel sebagai upaya perluasan basis investor domestik; dan (v) fleksibilitas Pinjaman Program.

 

Dari fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa prospek perekonomian secara global terus menurun akibat eskalasi risiko global seperti lonjakan inflasi, volatilitas harga komoditas, isu geopolitik, serta potensi resesi. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup kuat, didukung konsumsi rumah tangga dan kinerja ekspor.

Selain itu,  secara keseluruhan kinerja APBN cukup baik dan masih mencatatkan surplus ditopang kinerja fiskal secara holistik, baik dari pendapatan yang tumbuh kuat maupun optimalisasi belanja yang tetap terjaga. Dengan dukungan kinerja APBN yang baik tersebut, defisit dapat ditekan sehingga pembiayaan utang juga dapat dikurangi.

Namun demikian, potensi risiko tetap perlu diwaspadai serta dimitigasi untuk menjaga peran APBN sebagai shock absorber agar tetap sehat dan kokoh dalam menghadapi ancaman dan risiko global yang berkepanjangan.

Peran masyarakat dalam membantu penguatan perekonomian dan ketahanan ekonomi Indonesia sangat diharapkan. Inflasi diikuti oleh kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral di negara Eropa dan Amerika dengan menaikkan tingkat bunga acuan yang akan berdampak juga pada kebijakan yang diambil bank sentral di negara lainnya. Berikut beberapa saran Menurut I Wayan Nuka Lantara Ph.D, pengamat Perbankan, Keuangan, dan Investasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan saran dalam menghadapi peningkatan inflasi dan ancaman resesi di tahun 2023[2] :

 

1.     Cari Alternatif Tambahan Penghasilan Selain Gaji Tetap, Menurutnya, mempersiapkan dana darurat perlu dilakukan bersamaan dengan upaya pada dua hal lainnya. Upaya yang pertama yaitu mencari alternatif tambahan penghasilan selain dari gaji tetap;

 

2.     Investasi Jadi Cara Efektif Lawan Dampak Inflasi, Mengenai investasi yang dilakukan pada saat ini, di mana situasi tidak menentu, Wayan mengungkapkan bahwa investasi selama ini terbukti jadi cara yang efektif melawan dampak negatif inflasi. Pilihan investasi yang cocok untuk mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi global adalah menggeser bobot dana investasi kita lebih banyak pada aset investasi yang tergolong aman. Dalam hal ini, Wayan mencontohkan jenis investasi yang aman dilakukan yaitu deposito, emas, dan surat berharga yang diterbitkan oleh negara.

 

3.     Identifikasi Pos-pos Pengeluaran, masyarakat harus melakukan identifikasi ulang pada pos-pos pengeluaran. Jangan sampai pengeluaran membengkak dan perlu mencari celah dengan melakukan penghematan pada pos-pos pengeluaran yang dianggap kurang penting atau bisa ditunda.

 

Dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah secara daring di Ruang Tanjung Pesona Kantor Gubernur Kep. Babel tanggal 30 Agustus 2022, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian memberikan arahan bahwa bahwa Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan menyampaikan perlunya kita melakukan langkah antisipatif untuk menangani inflasi, mengingat Inflasi yang terjadi di dunia cukup tinggi, bahkan ada negara yang mencapai hiperinflasi hingga terjadi gangguan ekonomi sehingga memberikan efek domino. 

Guna mengendalikan laju inflasi di daerah, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian  menyampaikan beberapa arahannya [3], diantaranya:

1.     Melakukan komunikasi publik yang tidak membuat masyarakat panik dan mengupayakan masyarakat tetap tenang;

2.     Mengaktifkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah atau TPID pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota agar bersinergi dan konsisten dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya;

3.     Mengaktifkan Satgas Pangan di daerah yang memiliki tugas melaporkan harga dan ketersediaan komoditas untuk dilaporkan kepada kepala daerah, selanjutnya secara berjenjang dilaporkan kepada Kemendagri dan mengecek langsung ke lapangan terkait harga dan ketersediaan komoditas termasuk masalah yang terjadi (suplai/distribusi);

4.     BBM subsidi tepat sasaran ke masyarakat tidak mampu, untuk masyarakat miskin karena 80persen dari Rp.502 triliun subsidi BBM tidak tepat sasaran, sehingga perlu pengawasan oleh Pemda dan bantuan pengawasan dari penegak hukum;

5.     Laksanakan gerakan penghematan energi seperti mematikan lampu yang tidak perlu di siang hari;

6.     Gerakan tanam pangan cepat panen, yakni gerakan menanam tanaman seperti cabai bawang dan lain-lain sebagai upaya mencukupi ketersediaan pangan rumah tangga, gerakan ini perlu diinisiasi dari seluruh komponen masyarakat seperti PKK, Babinsa, Babinkamtibmas;

7.     Laksanakan Kerja sama Antar Daerah (KAD) yang meliputi seluruh komoditas pangan strategis, setiap item komoditas dikaji oleh setiap daerah, di mana daerah yang kekurangan komoditas mengambil dari daerah yang surplus;

8.     Intensifkan jaringan pengaman sosial seperti anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT), anggaran Bansos, anggaran Desa, realokasi Dana Alokasi Umum (DAU) Bansos Pusat;

9.     BPS dan BI beserta Provinsi mengumumkan angka inflasi hingga tingkat Kabupaten/Kota;

10.  Jadikan isu pengendalian inflasi sebagai isu prioritas, sehingga seluruh stakeholder harus bersinergi seperti saat penanganan pandemi Covid-19.

 

Dari uraian di atas, penulis berkesimpulan sangat optimis, dengan kerjasama yang baik antara Pemerintah Pusat, Daerah, pengusaha dan masyarakat, kondisi perekonomian Indonesia mampu menahan laju inflasi dan melalui badai resesi di tahun 2023. Masyarakat diharapkan tidak panik untuk menarik dananya di bank-bank, tetap melakukan investasi dalam negeri guna menyokong produksi komoditas domestik dan ekspor. Selain itu, menunda membeli barang impor dan mencintai produk domestik dan tidak membeli mata uang asing secara berlebihan karena akan berdampak meningkatkan inflasi.

 

Penulis : Agus Rodani

Pegawai pada Kanwil DJKN Kalimantan Barat



[1] https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/siaran-pers/Siaran-pers-APBN-KITA-Oktober-2022

 

[3] https://babelprov.go.id/berita_detil/10-langkah-strategis-pemerintah-kendalikan-inflasi-daerah

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini