Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Optimalisasi Barang Milik Negara Untuk Menunjang Pariwisata di Kalimantan Barat
Dedy Sasongko
Selasa, 08 Desember 2020   |   682 kali

 

Sektor Pariwisata Indonesia Terdampak Covid-19

Wabah corona virus disease 2019 (covid-19) yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019, membawa dampak pada semua sektor. Salah satu sektor  yang  terkena dampaknya adalah sektor pariwisata sehubungan dengan adanya larangan bepergian dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar di beberapa wilayah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang mengalami pukulan paling dalam akibat COVID-19. Oleh karenanya, pemulihan ekonomi di  sektor pariwisata menjadi fokus utama pemerintah dengan mengedepankan prioritas aspek kesehatan, mengingat banyak ekonomi daerah yang menggantungkan pada sektor pariwisata dan banyaknya jumlah tenaga kerja yang terserap di bidang pariwisata. Jika dilihat secara sektoral, sektor transportasi dan pariwisata di Indonesia pada Triwulan III Tahun 2020 mengalami kontraksi yang paling dalam, masing-masing sebesar -30,84% dan -22,02% (https://finance.detik.com/Jumat (25/9/2020).

Peran Direktorat Jenderal Kekayaan Negara  Dalam Mengembangkan Pariwisata

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai bagian dari Kementerian Keuangan memiliki tugas untuk  melakukan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satunya adalah dengan melakukan optimalisasi BMN guna menunjang sektor pariwisata khususnya di wilayah Kalimantan Barat. Terdapat 3 (tiga) unit vertikal DJKN di wilayah Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kantor Wilayah DJKN Kalimantan Barat, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara  dan Lelang Pontianak serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara  dan Lelang Singkawang.

Kota Pontianak dikenal sebagai Kota Khatulistiwa dan ditandai dengan adanya Tugu Khatulistiwa. Setiap tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September, matahari akan tepat berada di atas kepala, sehingga membuat Tugu Khatulistiwa dan benda disekitarnya tidak memiliki bayangan. Tepat pada tanggal tersebut, dikenal  sebagai hari tanpa bayangan (kulminasi). Kulminasi matahari adalah peristiwa alam yang hanya terjadi di beberapa negara yaitu di Indonesia (Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat),  Gabon, Zaire, Uganda, Kenya dan Somalia. Di Amerika Latin, garis itu juga melintasi empat negara yaitu, Equador, Peru, Columbia dan Brazil. Dari semua kota atau negara yang dilewati tersebut, hanya ada satu di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis khatulistiwa yaitu Kota Pontianak.

Berdasarkan sejarah dan kronologis pembangunannya,  Tugu Khatulistiwa dibangun pada Tahun 1928 oleh seorang ahli geografi yang berasal dari Belanda. Pada  tahun 1938, Tugu Khatulistiwa dilakukan penyempurnaan  oleh seorang opsiter/architech yang bernama Silaban, sehingga bentuknya menjadi lebih baik. Bangunan tugu hasil penyempurnaan terdiri atas empat tonggak kayu belian. Masing-masing berukuran 0,30 m, dengan ketinggian tonggak bagian depan (dua tonggak) setinggi 3,05 m dari permukaan tanah. Tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah petunjuk arah setinggi 4,40 m.

Tugu Khatulistiwa merupakan aset negara, bangunan heritage yang  unik dan sangat ikonik, karena merupakan satu-satunya di dunia sebagai penanda koordinat 00 0’ 0” sehingga tepat jika Tugu Khatulistiwa menjadi ikon Kalimantan Barat dan Indonesia.  Meskipun Tugu Khatulistiwa unik dan ikonik akan tetapi pengelolaannya sampai dengan saat ini belum maksimal. Sebagian besar wisatawan hanya berkunjung pada saat matahari berada di titik kulminasi yaitu pada bulan Maret dan September. Bahkan even kulminasi yang diselenggarakan dua kali setahun oleh Pemerintah Kota Pontianak, belum dapat dilaksanakan secara maksimal dan belum mampu mendatangkan banyak wisatawan.

Tugu Khatulistiwa berdiri di atas tanah Pemerintah Kota Pontianak. Keterbatasan lahan tentu menjadi salah satu kendala Pemerintah Daerah untuk mengembangkan Tugu Khatulistiwa menjadi kawasan wisata yang menarik. Di sekitar lokasi Tugu Khatulistiwa, (tepatnya sebelah kanan, kiri dan belakang) terdapat tanah yang merupakan BMN. Berdasarkan hasil penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, posisi nol derajat telah bergeser 117 meter dari titik semula ke arah Sungai Kapuas. Titik baru tersebut berada di atas tanah BMN dimaksud.

Dalam rangka optimalisasi aset, meningkatkan penerimaan negara/daerah serta memberikan manfaat untuk kesejahteraan rakyat diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kota Pontianak) untuk bersama-sama lebih mengembangkan potensi Tugu Khatulistiwa sehingga dapat lebih dikenal di seluruh dunia.

Dengan optimalisasi pengelolaan Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah pada Tugu Khatulistiwa diharapkan keberadaan Tugu Khatulistiwa tidak lagi membebani pemerintah dalam pemeliharaannya, akan tetapi dapat berkontribusi dalam meningkatkan penerimaan negara/daerah. Dengan tumbuhnya  sektor pariwisata, diharapkan dapat memberi manfaat dan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitarnya (multiplier effect) dalam pembangunan dan perekonomian di wilayah Kalimantan Barat sehingga Pemulihan Ekonomi Nasional dapat segera terwujud.

Penulis :  Rais Martanti, Kepala Seksi PKN 3, Kanwil DJKN Kalbar

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini