Sektor Pariwisata Indonesia Terdampak Covid-19
Wabah corona virus disease 2019
(covid-19) yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019, membawa dampak pada semua sektor. Salah satu sektor yang terkena dampaknya adalah sektor pariwisata sehubungan dengan
adanya larangan bepergian dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar di beberapa wilayah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto
mengatakan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang mengalami pukulan
paling dalam akibat COVID-19. Oleh karenanya, pemulihan ekonomi di sektor
pariwisata menjadi fokus utama pemerintah dengan mengedepankan prioritas aspek kesehatan,
mengingat banyak ekonomi daerah yang menggantungkan pada sektor pariwisata dan
banyaknya jumlah tenaga kerja yang terserap di bidang pariwisata. Jika dilihat
secara sektoral, sektor transportasi dan pariwisata di Indonesia pada Triwulan
III Tahun 2020 mengalami kontraksi yang paling dalam, masing-masing sebesar
-30,84% dan -22,02% (https://finance.detik.com/Jumat (25/9/2020).
Peran
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Dalam Mengembangkan Pariwisata
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai bagian dari Kementerian
Keuangan memiliki tugas untuk melakukan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satunya adalah dengan melakukan optimalisasi BMN guna menunjang sektor
pariwisata khususnya di wilayah Kalimantan Barat. Terdapat 3 (tiga) unit
vertikal DJKN di wilayah Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kantor Wilayah DJKN Kalimantan Barat, Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Pontianak serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Singkawang.
Kota
Pontianak dikenal sebagai Kota Khatulistiwa dan ditandai dengan adanya
Tugu Khatulistiwa. Setiap tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September, matahari
akan tepat berada di atas kepala, sehingga membuat Tugu Khatulistiwa dan benda
disekitarnya tidak memiliki bayangan. Tepat pada tanggal tersebut, dikenal sebagai hari tanpa bayangan (kulminasi). Kulminasi matahari adalah peristiwa
alam yang hanya terjadi di beberapa negara yaitu di Indonesia (Kota Pontianak, Provinsi
Kalimantan Barat), Gabon, Zaire, Uganda, Kenya dan
Somalia. Di Amerika Latin, garis itu juga melintasi empat negara yaitu,
Equador, Peru, Columbia dan Brazil. Dari semua kota atau negara yang dilewati
tersebut, hanya ada satu di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis
oleh garis khatulistiwa yaitu Kota Pontianak.
Berdasarkan
sejarah dan kronologis pembangunannya, Tugu Khatulistiwa dibangun pada Tahun 1928
oleh seorang ahli geografi yang berasal dari Belanda. Pada tahun 1938, Tugu
Khatulistiwa dilakukan penyempurnaan oleh seorang opsiter/architech yang
bernama Silaban, sehingga bentuknya menjadi lebih baik. Bangunan tugu hasil
penyempurnaan terdiri atas empat tonggak kayu belian. Masing-masing berukuran
0,30 m, dengan ketinggian tonggak bagian depan (dua tonggak) setinggi 3,05 m
dari permukaan tanah. Tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah
petunjuk arah setinggi 4,40 m.
Tugu
Khatulistiwa merupakan aset negara, bangunan heritage yang unik dan sangat ikonik, karena merupakan
satu-satunya di dunia sebagai penanda koordinat 00 0’ 0” sehingga tepat jika
Tugu Khatulistiwa menjadi ikon Kalimantan Barat dan Indonesia. Meskipun Tugu Khatulistiwa unik dan ikonik akan tetapi pengelolaannya sampai dengan saat ini belum maksimal. Sebagian
besar wisatawan hanya berkunjung pada saat matahari berada di titik kulminasi
yaitu pada bulan Maret dan September. Bahkan even kulminasi yang
diselenggarakan dua kali setahun oleh Pemerintah Kota Pontianak, belum dapat
dilaksanakan secara maksimal dan belum mampu mendatangkan banyak wisatawan.
Tugu
Khatulistiwa berdiri di atas tanah Pemerintah Kota Pontianak.
Keterbatasan lahan tentu menjadi salah satu kendala Pemerintah Daerah untuk
mengembangkan Tugu Khatulistiwa menjadi kawasan wisata yang menarik. Di
sekitar lokasi Tugu Khatulistiwa, (tepatnya sebelah kanan, kiri dan
belakang) terdapat tanah yang merupakan BMN. Berdasarkan hasil
penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, posisi nol derajat telah
bergeser 117 meter dari titik semula ke arah Sungai Kapuas. Titik baru tersebut
berada di atas tanah BMN dimaksud.
Dalam rangka optimalisasi aset, meningkatkan penerimaan negara/daerah
serta memberikan manfaat untuk kesejahteraan rakyat diperlukan koordinasi dan
kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemerintah
Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kota Pontianak) untuk bersama-sama
lebih mengembangkan potensi Tugu Khatulistiwa sehingga dapat lebih dikenal di
seluruh dunia.
Dengan optimalisasi pengelolaan Barang Milik Negara dan Barang Milik
Daerah pada Tugu Khatulistiwa diharapkan keberadaan Tugu Khatulistiwa tidak lagi
membebani pemerintah dalam pemeliharaannya, akan tetapi dapat berkontribusi
dalam meningkatkan penerimaan negara/daerah. Dengan tumbuhnya sektor
pariwisata, diharapkan dapat memberi manfaat dan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat
sekitarnya (multiplier effect) dalam
pembangunan dan perekonomian di wilayah Kalimantan Barat sehingga Pemulihan
Ekonomi Nasional dapat segera terwujud.
Penulis :
Rais Martanti, Kepala Seksi PKN 3, Kanwil DJKN Kalbar