Surabaya (26/08/2021) - Di penghujung Agustus ini, masih
dengan semangat kemerdekaan yang baru saja kita lalui di masa Pandemi Covid-19,
Kanwil DJKN Jawa Timur mengadakan acara Cangkrukan SAE Seri 8. Cangkrukan kali
ini mengusung tema “Implementasi Besaran
Faktor Penyesuai Sewa Barang Milik Negara (BMN) dengan Kondisi Tertentu”
dengan menghadirkan narasumber dari Direktorat Barang Milik Negara. Acara
dibuka oleh Kepala Kanwil DJKN Jawa Timur, Bapak Tugas Agus Priyo Waluyo, yang
dalam sambutannya menyampaikan bahwa cangkrukan ini merupakan aktivitas
diskusi, nongkrong bareng, dan ngobrol
bareng secara online sebagai
sarana komunikasi dua arah antara Kanwil DJKN Jawa Timur dengan KPKNL serta
para pemangku kepentingan lainnya di wilayah Jawa Timur. Harapannya, acara ini
dapat menghasilkan persamaan persepsi dari seluruh pegawai di Kanwil DJKN dan
KPKNL serta pemangku kepentingan terkait faktor penyesuai sewa BMN dengan
kondisi tertentu yang secara tidak langsung dapat mempercepat proses
persetujuan sewa BMN.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Pandemi Covid-19 saat
ini merupakan salah satu bencana non alam yang memberikan dampak sangat luas
bagi kehidupan manusia. Tidak hanya pada sektor kesehatan saja yang terdampak,
tetapi juga sektor perekonomian di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya di segala lini untuk pemulihan
ekonomi nasional (PEN). Dalam rangka mendukung upaya pemerintah tersebut, DJKN
selaku Asset Manager juga berupaya
mengambil peran, yang salah satunya adalah melalui Pemanfaatan BMN.
Sebagaimana diungkapkan Bapak Tugas Agus bahwa pengadaan BMN secara
fitrahnya memang ditujukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi
Kementerian/Lembaga. Namun dalam perjalanannya, banyak terdapat BMN yang tidak
digunakan untuk tugas dan fungsi karena berbagai hal, sehingga diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat diantaranya melalui pemanfaatan BMN. Faktor
penyesuai sewa BMN dengan kondisi tertentu merupakan salah satu bagian dari
penyempurnaan peraturan pemanfaatan BMN yang termuat dalam PMK 115/PMK.06/2020.
Tujuannya adalah untuk memberikan relaksasi atau keringanan biaya sewa bagi
para pelaku usaha dalam kondisi tertentu, salah satunya di masa sulit karena
dampak bencana non alam pandemi Covid-19 saat ini.
Kepala Subdirektorat Barang Milik Negara II, Bapak I Ketut
Arimbawa dalam sambutannya juga mengungkapkan bahwa tujuan utama pengadaan BMN
adalah untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, namun terhadap
BMN yang tidak sedang digunakan untuk tugas dan fungsi, dapat dilakukan
pemanfaatan BMN oleh masyarakat dengan cara-cara yang paling mudah dan paling
memungkinkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain sebagai upaya untuk
memberikan peluang yang lebih besar kepada masyarakat sebagai pelaku usaha,
pemanfaatan BMN juga bertujuan untuk mengoptimalkan Pendapatan Negara berupa
PNBP yang berasal dari pengelolaan BMN, serta sebagai upaya pengamanan baik
secara administrasi maupun secara hukum terhadap BMN yang sedang tidak digunakan
untuk tugas dan fungsi. Karena itu, dalam acara Cangkrukan ini, selain membahas
terkait besaran faktor penyesuai sewa BMN dalam kondisi tertentu, juga dibahas
materi pemanfaatan secara umum dalam PMK 115/PMK.06/2020, mengingat kegiatan
ini juga melibatkan peserta dari pihak satker mitra KPKNL.
Narasumber yang merupakan Kepala Seksi BMN II D, Bapak Dwi
K. Saputro, memaparkan bahwa regulasi pemanfaatan BMN mengalami metamorfosis
berupa penyesuaian dan penyempurnaan
hingga terbitya PMK 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan BMN yang berlaku saat
ini. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai hal, antara lain adanya perubahan
regulasi terkait Pengelolaan BMN/D dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2020; adaptasi proses bisnis dalam dunia usaha untuk mendukung tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance), meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pengelolaan BMN, optimalisasi PNBP, serta mendukung
pengembangan dunia usaha; dan perbaikan tata kelola pengelolaan BMN dalam hal
pemanfaatan BMN. Terdapat simplifikasi peraturan dari sejumlah total 313 Pasal
dan 44 BAB yang merupakan gabungan dari peraturan Pemanfaatan BMN sebelumnya,
menjadi 107 Pasal dan 10 BAB dalam PMK 115/PMK.06/2020 saat ini,
Salah satu perbaikan tata kelola pengelolaan BMN yang dilakukan adalah terikait perubahan faktor penyesuai sewa BMN sebagai bagian dari skema pemanfaatan BMN. Faktor penyesuai sewa yang diatur dalam PMK 115/PMK.06/2020 saat ini berfokus pada kegiatan usaha sewa. Hal ini berbeda dengan regulasi pemanfaatan BMN sebelumnya pada PMK 57/PMK.06/2016, di mana faktor penyesuai sewa mempertimbangkan bentuk badan usaha penyewa. Perubahan ini dilandasi oleh pertimbangan ketidakadilan penentuan besaran sewa jika menggunakan bentuk badan usaha penyewa sebagai faktor penyesuai. Misalnya dalam hal badan usaha murni bisnis seperti Pertamina yang mengadakan kegiatan sosial dengan menyewa BMN, di PMK 57/PMK.06/2016 akan dikenakan faktor penyesuai sewa 100%. Hal ini tentunya tidak fair, sebab walaupun bentuk badan usaha Pertamina adalah bisnis atau berorientasi profit, namun kegiatan usaha sewanya adalah untuk kegiatan sosial.
Selain itu, juga dilakukan penambahan ketentuan terkait
kondisi tertentu yang dapat dipertimbangkan oleh Pengelola BMN untuk memberikan
faktor penyesuai dengan persentase dalam rentang antara 1% - 50%. Kondisi
tertentu tersebut meliputi penugasan pemerintah, adanya bencana alam, bencana
non alam, dan juga bencana sosial. Penetapan faktor penyesuai kondisi tertentu
sewa diberikan rentang antara 1% - 50%, sebab kondisi setiap sektor usaha di
setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda. Seperti dapat kita lihat
saat ini dengan adanya bencana non alam Pandemi Covid-19, di mana dampak
pandemi pada setiap sektor usaha serta antar wilayah tidak sama. Narasumber
menekankan bahwa terkait dengan faktor penyesuai kondisi tertentu sewa BMN yang
ditetapkan sebesar 1% - 50% tersebut, KPKNL selaku Pengelola Barang (Asset Manager) harus mampu membuat
penetapan persentase dengan menganalisis kondisi sektor usaha, karakteristik
daerah serta dampak adanya bencana baik alam maupun non alam yang mempengaruhi
kegiatan usaha, yang dapat mengacu
pada data-data baik yang berasal dari laporan penilaian maupun data dari Badan Pusat Statistik.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bahwa faktor
penyesuai sewa dengan kondisi tertentu tersebut ditujukan untuk memberikan
keringanan biaya sewa bagi para pelaku usaha dalam kondisi tertentu, yang salah
satunya di masa sulit karena dampak bencana non alam pandemi Covid-19 saat ini.
Untuk dapat diberikan faktor penyesuai tertentu, penyewa dapat menyampaikan
surat pernyataan kepada Pengguna Barang, yang menyatakan bahwa kegiatan usaha
yang dilakukan terdampak atas kondisi tertentu yang sedang terjadi dengan
melampirkan laporan keuangan yang menggambarkan dampak atas kondisi tertentu
tersebut. Selanjutnya, Pengguna Barang mengajukan permohonan tersebut kepada
Pengelola Barang.
Selain keringanan melalui pemberian faktor penyesuai sewa dengan kondisi tertentu tersebut, sebagai salah satu upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, dalam PMK 115/PMK.06/2020 ini juga diatur pengecualian faktor penyesuai sewa 100% untuk kelompok jenis kegiatan usaha bisnis. Pengecualian tersebut diberikan kepada kegiatan usaha berskala ultra mikro, mikro, dan kecil yang dapat diberikan faktor penyesuai sebesar 25% untuk sewa BMN. Adapun penentuan suatu kegiatan usaha sebagai usaha berskala mikro dan kecil, mengacu pada UU Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM yang mengklasifikasikan skala usaha UMKM berdasarkan kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Sedangkan kategori usaha berskala ultra mikro mengacu pada PMK 95/PMK.05/2018 tentang Pembiayaan Ultra Mikro.
Selanjutnya, dalam PMK 115/PMK.06/2020 juga diatur bahwa
permohonan sewa BMN dimungkinkan tanpa adanya pengusulan nama calon penyewa.
Tujuannya adalah untuk fleksibilitas dengan memilih calon penyewa melalui
lelang hak menikmati dan selanjutnya penawaran BMN dapat dilakukan melalui
media pemasaran. Narasumber mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan
Wasdal melalui aplikasi SIMAN oleh Kantor Pusat DJKN, diketahui bahwa banyak
persetujuan sewa yang belum ada perekaman tindak lanjut perjanjian sewa dan
penyetoran hasil sewa ke kas negara. Hal ini salah satunya dikarenakan
banyaknya penyewa yang tercantum dalam surat persetujuan mengundurkan diri atau
tidak mampu membayar hingga jangka waktu yang ditentukan sehingga persetujuan
batal demi hukum. Hal tersebut
menjadi urgensi dari persetujuan sewa yang tidak perlu mencantumkan nama
penyewa, sebab akan lebih mudah bagi Pengguna Barang untuk mencari pengganti
dari pihak penyewa yang mengundurkan diri. Hal ini juga dimaksudkan untuk
meminimalisasi surat persetujuan
sewa yang gugur karena penyewa yang telah tercantum namanya tidak mau atau
tidak mampu membayar sewanya.
Masih banyak aturan-aturan yang berisi adaptasi proses
bisnis dalam dunia usaha maupun perbaikan tata kelola pengelolaan BMN yang
termuat dalam PMK 115/PMK.05/2020. Diharapkan bahwa adaptasi dan perbaikan
tersebut dapat mengakomodasi kondisi-kondisi yang mempengaruhi pengelolaan BMN
saat ini serta perkiraan kondisi ke depannya. Narasumber menegaskan kembali
bahwa Pengelola Barang sekalu Asset
Manager harus mampu melakukan analisis terhadap kondisi-kondisi tersebut
dalam pengambilan keputusan pengelolaan BMN termasuk dalam hal pemanfaatan,
sehingga produk-produk hukum yang diterbitkan tepat sasaran serta dapat
mendukung upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional. (bd02)