Jakarta - Pembuatan dan
penandatanganan kontrak kinerja adalah agenda rutin yang dilaksanakan pada
setiap awal tahun sebagai bentuk komitmen dan kesepakatan penetapan indikator
serta target kinerja yang harus dicapai selama satu tahun. Untuk
penandatanganan kontrak kinerja Kemenkeu-Two dilaksanakan pada tanggal 30
Januari 2020 dan penandatanganan kontrak kinerja Kemenkeu-Three pada Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Kanwil DJKN) DKI Jakarta telah
dilaksanakan pada 31 Januari 2020. Dan kemudian dilanjutkan dengan rapat
pembahasan masing-masing IKU dan bagaimana strategi pencapaiannya serta juga
membahas untuk penyusunan Kontrak Kinerja Kemenkeu-Four dan Kemenkeu-Five di Ruang
Rapat I Kanwil DJKN DKI Jakarta.
Dalam pembahasan penyusunan
kontrak kinerja Kemenkeu Four dan Kemenkeu Five tersebut dihadiri oleh para
pelaksana, para kepala seksi, dan para kepala bidang pada Kanwil DJKN DKI
Jakarta dan dipimpin oleh Kepala Kanwil DJKN DKI Jakarta, Hady Purnomo. Hady
mengawali acara sambil berpesan bahwa penyusunan kontrak kinerja yang
berkualitas adalah sangat penting karena nantinya akan ada penilaian Kualitas
Kontrak Kinerja (K3) yang akan terkait dengan penghasilan pegawai. Hal ini
disebabkan pengukuran penghasilan pegawai salah satunya selain dari capaian
kinerja pada kontrak kinerja, kualitas kontrak kinerja juga menjadi salah satu
dasar pengukuran.
Setelah itu, pembahasan
penyusunan Kontrak Kinerja Kemenkeu-Four dan Kemenkeu-Five dipimpin oleh Kepala
Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi (KIHI), Harmani Sri Mumpuni.
Harmani menjelaskan panduan untuk menyusun kontrak kinerja yang berkualitas. Pada
awalnya Harmani menyampaikan bahwa pada dasarnya kontrak kinerja adalah dokumen yang merupakan kesepakatan
antara pegawai dengan atasan langsung yang paling sedikit berisi pernyataan
kesanggupan, sasaran kerja pegawai dan trajectory target yang harus dicapai
dalam periode tertentu. Harmani melanjutkan dengan menjelaskan unsur-unsur
penilaian NKP K3 yaitu Capaian Kinerja Pegawai (CKP) dikali K3 menjadi CKP K3
yang memiliki bobot 70% kemudian ditambahkan nilai perilaku (NP) dengan bobot
30%. Kedua hal tersebut kemudian menjadi NKP K3 dari masing-masing pegawai.
Di akhir penjelasan, Harmani menjelaskan lebih
detil lagi terkait K3. Penilaian K3 bersumber dari dua hal yaitu nilai kualitas
Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki bobot 60% dan nilai kualitas target
yang memiliki bobot 40%. Selanjutnya dijelaskan secara lebih mendalam bagaimana
membuat IKU dan target yang memiliki nilai kualitas maksimal oleh Harmani
beserta pegawai dari Seksi Kepatuhan Internal, Bidang KIHI Kanwil DJKN DKI
Jakarta. Seiring dengan penjelasan dari Bidang KIHI, pertanyaan bermunculan
dari pegawai lainnya dan dijawab oleh Bidang KIHI. Penjelasan sembari tanya
jawab tersebut terus berlangsung hingga akhir acara.