Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Mewujudkan Prinsip-Prinsip Penta -Helix Dalam Mengelola Kekayaan Negara ( Studi Kasus Penataan Sungai Citarik )
Alamsyah
Rabu, 13 Oktober 2021   |   44699 kali

MEWUJUDKAN PRINSIP PENTA HELIX DALAM MENGELOLA KEKAYAAN NEGARA

( Studi Kasus Penataan Sungai Citarik )

Oleh : Acep Irawan (Kanwil DJKN Jawa Barat)

 

RINGKASAN

Konsep penta-helix atau multipihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen untuk mengembangkan inovasi pengetahuan yang memiliki potensi untuk dikapitalisasi atau ditransformasi menjadi produk maupun jasa yang memiliki nilai ekonomis.  Salah satu tujuan pendekatan ini adalah dalam rangka upaya penguatan ketahanan ekonomi masyarakat untuk menemukan pola kemitraan dalam pengembangan potensi suatu kawasan yaitu dengan melibatkan multipihak yang saling bersinergi. Melalui pola kemitraan dimaksud diharapkan dapat mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam mencapai percepatan pembangunan ekonomi, ketahanan pangan dan energi, kesejahteraan, perbaikan lingkungan hidup serta membangun kesadaran atas keberadaan kekayaan negara.  Seiring dengan konsep multipihak di atas, Kanwil DJKN Jawa Barat bersama-sama dengan BBWS Citarum, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Satgas Citarum Harum, Universitas Indonesia, Monash University Australia, Pemerintah Kabupaten Bandung, memulai kegiatan kolaborasi penataan Sungai Citarik yang terletak di Desa Cibodas dan Desa Padamukti, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.  Dari perspektif DJKN sebagai pengelola Kekayaan Negara terdapatnya aset BMN di sungai Citarik beserta kekayaan negara lainnya dalam bentuk lahan bekas sungai (oxbow) yang digunakan BBWS Citarum, menjadi jembatan terwujudnya sinergi dalam model pengelolaan kekayaan negara yang memiliki dampak langsung bagi masyarakat.

 

PENDAHULUAN

Dalam rangka Kegiatan Kompetisi Inovasi Aset Manager 2020-2021 Kanwil DJKN Jawa Barat memilih objek Barang Milik Negara (BMN) tanah untuk bangunan pengaman sungai dan penanggulangan bencana yang berada di area sungai Citarik yang terletak di Desa Cibodas dan Desa Padamukti, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.  Pengelolaan dan penataan sungai Citarik yang merupakan aset yang bersifat terbuka merupakan hal yang baru dalam pengelolaan BMN di wilayah Jawa Barat. Pemilihan objek ini mengisi ruang kosong yang belum dapat disentuh pemerintah dalam pengelolaan kekayaan negara sekaligus pemeliharaan lingkungan hidup.  

Sungai Citarik adalah salah satu sungai yang merupakan bagian dari sub das Citarum. Sungai Citarum merupakan ikon dari Jawa Barat, sebagaimana dalam Peraturan Presiden nomor 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum;  merupakan sungai strategis nasional sebagai kesatuan ekosistem alami yang utuh dari hulu hingga hilir beserta kekayaan sumber daya alam dan sumber daya buatan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan diurus dengan sebaik-baiknya serta wajib dikembangkan dan didayagunakan secara optimal bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.  Penataan Citarik yang merupakan miniatur dari penataan Citarum secara keseluruhan merupakan model kolaborasi multipihak dalam hal pemberdayaan dan pemeliharan kekayaaan negara, serta menjaga lingkungan hidup yang baik.  

            Fakta atas penguasaan lahan bantaran sungai dan oxbow (bekas sodetan sungai) oleh masyarakat yang terjadi di Citarik dapat mengakibatkan hal buruk yang berkepanjangan. Kesadaran atas keterkaitan negara atas bantaran sungai dan oxbow di sungai Citarik merupakan titik penting dalam penyelamatan kekayaan negara. Upaya ini merupakan langkah fokus atas penataan bantaran sungai, pemanfaatan lahan idle, dan pengelolaan oxbow yang tepat guna.  Dalam kolaborasi penataan Citarik diusulkan terobosan bagaimana memanfaatkan dan menata sungai Citarik agar dari aspek fungsi dan penggunaan lahan tetap terjaga, dari aspek prinsip-prinsip pengelolaan dan pengamanan aset  terjamin, dan dari aspek pemberdayaan masyarakat juga dapat terwujud dengan mengangkat tema Membangun Kesadaran Masyarakat Dalam Menjaga Aset Negara Melalui Pemanfaatan Dan Penataan Sungai Citarik Menuju Ekowisata Berbasis Komunitas.

Pada praktiknya, pengelolaan aset negara yang telah dilakukan oleh DJKN meliputi pengamanan kekayaan negara secara tertib (administrasi, fisik, dan hukum), perencanaan kebutuhan aset yang sesuai dengan yang dibutuhkan, pembentukan Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN), serta melakukan pengawasan dan pengendalian. Namun demikian, sesuai dengan tujuan bernegara, pengelolaan aset negara yang dilakukan oleh Pemerintah c.q. DJKN sejatinya baru dapat optimal dan berkontribusi dalam penciptaan nilai bagi Pemerintah Republik Indonesia apabila aset tersebut dapat menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyakat khususnya di sekitar Citarik. Semangat ini yang di usung dalam kolaborasi penataan Citarik yang diharapkan dalam jangka pendek akan dimulai dari normalisasi sungai, penataan taman, pembentukan kampung tematik, perbaikan lingkungan dan sarana air bersih, edukasi masyarakat, dan pelaksanaan ekowisata.  Perwujudan atas hal tersebut membutuhkan kolaborasi dari berbagai unsur baik pemerintah, akademisi, masyarakat, pelaku usaha, dan media penyebaran informasi.

 

MODEL KOLABORASI

Dalam membangun sebuah tim agar tercipta lingkungan yang tepat bagi semua diperlukan interaksi dan kolaborasi. Kolaborasi adalah proses bekerja sama untuk menelurkan gagasan atau ide dan menyelesaikan masalah secara bersama-sama menuju visi bersama. Di dalam sebuah organisasi yang saling tergantung, kolaborasi menjadi kunci pemikiran kreatif. Kolaborasi itu penting untuk mencapai hasil terbaik saat menyelesaikan masalah yang rumit. Pada perkembangannya terdapat model kolaborasi dari yang sederhana terdiri dari dua pihak, kemudian berkembang menjadi tiga, empat, dan sampai lima pihak.

Kolaborasi tiga pihak atau dikenal dengan pendekatan triple-helix diperkenalkan oleh Etzkowitz dan Leydesdorff (1995). Kolaborasi ini menekankan bahwa interaksi ketiga komponen  merupakan kunci utama bagi peningkatan kondisi yang kondusif bagi lahirnya inovasi, keterampilan, kreativitas, ide dalam pengembangan ekonomi kreatif. Triple-helix merupakan suatu pendekatan yang menguraikan tentang bagaimana sebuah inovasi muncul dari adanya hubungan yang seimbang, timbal balik, dan terus menerus dilakukan antar akademisi (perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan), pemerintah (government), dan para pelaku/sektor bisnis (entreprises). Sinerginitas ketiga komponen tersebut dikenal dengan istilah ABG (Academic, Business, and Government).

Konsep quadruple-helix disarankan pertama kali oleh Carayannis & Campbell (2009) dengan menambahkan helix keempat dari model Triple-Helix yang telah ada. Helix keempat ini diidentifikasi sebagai helix yang terasosiasi dengan ‘media’, ‘industri kreatif’, ‘budaya’, ‘nilai-nilai’, ‘gaya hidup’, dan ‘seni’.   Alasan ditambahkannya helix keempat tersebut adalah karena nilai-nilai dan 5 budaya, di satu sisi, dan bagaimana realitas publik terbentuk dan dikomunikasikan oleh media, di sisi yang lain, memberikan dampak bagi sistem inovasi sebuah komunitas atau negara. Peran media sangat penting dalam membentuk atau mengarahkan inovasi apa yang menjadi prioritas dalam sebuah negara. Adapun konsep penta-helix juga disarankan oleh Carayannis & Campbell (2010) dimana helix kelima merupakan penekanan aspek lingkungan alami (ekologi sosial) dari masyarakat dan ekonomi bagi pengetahuan produksi dan sistem inovasi.

Proyek penta-helix bertujuan untuk memberdayakan otoritas lokal dan regional untuk menemukan pendekatan inovatif dan hemat biaya untuk mengembangkan, membiayai, mengimplementasikan dan meningkatkan energi berkelanjutan dan rencana aksi. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan metode berbasis penta-helix dan menggunakannya untuk melibatkan dan mendukung otoritas di berbagai tingkatan bersama dengan pemangku kepentingan utama lainnya pada berbagai sektor untuk meningkatkan pengembangan dan implementasi suatu kegiatan.

Peran dari masing-masing aktor helix meliputi hal hal berikut :

1.   Akademisi pada model penta-helix berperan sebagai conceptor. Seperti melakukan standarisasi proses bisnis serta sertifikasi produk dan keterampilan sumber daya manusia. Akademisi dalam hal ini merupakan sumber pengetahuan dengan konsep, teori-teori terbaru dan relevan

2.    Bisnis pada model penta-helix berperan sebagai enabler. Bisnis merupakan entitas yang melakukan proses bisnis dalam menciptakan nilai tambah dan mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan.

3.    Komunitas pada model penta-helix berperan sebagai accelerator. Dalam hal ini komunitas merupakan orang-orang yang memiliki minat yang sama dan relevan dengan bisnis yang berkembang. Bertindak sebagai perantara atau menjadi penghubung antar pemangku kepentingan

4.  Pemerintah pada model penta-helix berperan sebagai regulator. Pemerintah berperan sebagai regulator sekaligus berperan sebagai controller yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam mengembangkan bisnis

5.    Media pada model penta-helix berperan sebagai expender. Media berperan dalam mendukung publikasi dalam promosi dan membuat brand image

 

KONSEP PENTA-HELIX DALAM PENATAAN CITARIK

Sejalan dengan kegiatan DJKN, BBWS Citarum, dan Satgas Citarum Harum-Provinsi Jawa Barat dalam menata Citarik, Universitas Indonesia bersama dengan Monash University mendisain suatu kegiatan bertajuk CITARUM RIVER TRANSFORMATION, dengan pendekatan revitalisasi yang menyeluruh atas sungai maupun komunitas, dan melakukan transisi berdasarkan perputaran ekonomi ( River and community revitalization, and transitions towards a circular economy). Proyek ini dilatarbelakangi dengan adanya  lebih dari 25 juta orang mengandalkan salah satu sungai paling tercemar di dunia untuk hidup: yaitu sungai Citarum di Jawa Barat. Langkah yang dilakukan adalah melalui penelitian, dan pembangunan infrastruktur. Program ini sebagai bukti  serta kapasitas yang dibutuhkan untuk merevitalisasi sungai Citarum dan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan.  Para akademisi dari dua universitas tersebut akan melakukan perancangan, pengujian atas berbagai inovasi untuk menanggulangi limbah melalui teknologi pengolahan air. 

 

TANTANGAN

Pada saat ini jutaan orang mengandalkan sungai Citarum untuk sumber air dan aktivitas keseharian mereka. Sungai secara umum dapat menopang mata pencaharian melalui pertanian, peternakan, perikanan, bahkan ekowisata. Namun, sayangnya Citarum merupakan salah satu sungai yang paling tercemar di dunia. Setiap harinya sekitar 20.000 ton limbah padat, dan 280.000 ton air limbah industri dibuang langsung ke sungai, serta 70% menjadi limbah mentah atau tidak diolah dari rumah tangga. Untuk itu perlu memprioritaskan lingkungan yang sehat, kesejahteraan dan akses terhadap kebersihan layanan air bersih menjadi sangat penting. Adapun solusi atas permasalahan ini sering dikembangkan dan diterapkan secara terpisah satu sama lain. Bukti menunjukkan bahwa pembangunan  infrastruktur,  perilaku sosial  dan ekonomi masyarakat belum cukup untuk memperbaiki sungai dan komunitasnya secara berkelanjutan dalam hal krisis lingkungan.

Solusi terintegrasi seperti teknologi berbasis alam, model bisnis sirkular, dan perubahan perilaku yang pro-lingkungan  diharapkan dapat membantu dalam menaggulangi permasalah di Citarum.  Masyarakat dapat membantu program untuk memulihkan, merawat, menggunakan atau pemanfaatan kembali limbah padat dan air limbah.   Dalam hal ini diperlukan pendekatan   sosio-teknis yang terintegrasi dan keberlanjutan dalam mentransformasi koridor sungai.

Visi yang diemban  adalah untuk menciptakan sungai yang bersih, sehat dan produktif oleh masyarakat dengan menggunakan pendekatan baru yang memanfaatkan limbah, sehingga mendorong masyarakat menuju pertumbuhan yang berkelanjutan. Monash University dan Universitas Indonesia bermitra dengan pemerintah Indonesia (Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan umum, Pemerintah Provinsi Jawa Barat), masyarakat, LSM lokal, dan dunia komunitas riset untuk mengembangkan inovasi integratif yang memberikan layanan air dan limbah yang lebih baik, dan merevitalisasi masyarakat, ekonomi dan lingkungan.

 

PENDEKATAN 

Untuk mencapai tujuan di atas  perlu melibatkan organisasi  lintas sektor dan disiplin ilmu untuk bersama-sama merancang dan menguji perilaku sosial terintegrasi, inovasi teknologi dan dampak peningkatan ekonomi.  Melalui program ini diharapkan  tercipta solusi baru untuk membantu memulihkan sungai yang rusak, merevitalisasi fungsi sungai, pelibatan komunitas dan transisi ke bentuk ekonomi sirkular. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan bukti ilmiah yang terlokalisasi dan inovasi sosio-teknis yang dapat memberikan perbaikan dan pertumbuhan berkelanjutan untuk sungai beserta komunitasnya.

Kolaborasi pemerintah beserta Universitas Indonesia dan Monash University akan bermitra dengan desa terpilih di sepanjang anak sungai   Citarum untuk mendemonstrasikan inovasi berbasis komunitas, secara teknis pendekatan yang ketat untuk mengatasi polusi, hilangnya keanekaragaman hayati, kesehatan masyarakat dan kemiskinan dalam konteks sungai.

Melalui proses partisipatif akan mengintegrasikan pengetahuan, penyamaan persepsi, dan penerapan kearifan lokal dengan keahlian lintas disiplin untuk:

1.    Mewujudkan visi pemersatu yang bersih, sehat dan masa depan yang produktif di mana sampah dihargai;

2.    Memberdayakan pemangku kepentingan lokal dengan alat, pengetahuan, data dan kapasitas untuk mengevaluasi konteks lokal mereka dan menginformasikan desain solusi Bersama;

3.    Merancang dan membangun infrastruktur baru berbasis alam untuk memulihkan, mengolah, memanfaatkan atau menggunakan kembali limbah cair dan limbah padat;

4.    Melakukan uji coba skala kecil untuk menguji perilaku sosial, solusi ekonomi dan teknologi, dan mengukur dampak pencemaran sungai; dan

5.    Melakukan uji coba model bisnis yang berkelanjutan dan mata pencaharian untuk ekonomi sirkular lokal yang melibatkan produk, layanan, dan mata pencaharian yang berasal dari limbah.

Akademisi dari Universitas Indonesia dan Monash university akan mengukur dampak solusi integratif pada ekosistem sungai, kesejahteraan dan ekonomi masyarakat setempat, untuk menghasilkan bukti yang meyakinkan tentang manfaat program yang dijalankan. Capaian positif dari proyek ini akan melahirkan solusi dan investasi masa depan dalam restorasi sungai Citarum

 

PERAN MASING-MASING AKTOR

Seiring berjalannya waktu, kolaborasi penataan Citarik telah melibatkan berbagai elemen yang terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, dan masyarakat. Dengan bergabungnya unsur pelaku bisnis dan media akan menciptakan kolaborasi dalam bentuk penta-helix. Dalam model kolaborasi penta-helix diperlukan peran dari masing-masing aktor dalam berkontribusi berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing. Identifikasi dan peran aktor ini tergambar sebagai berikut :

1.    Akademisi

Sebagai konseptor dalam proyek penataan Citarik, peran Akademisi, dalam hal ini universitas Indonesia dan Monash University menyiapkan konsep dan model penataan sungai yang terintegrasi.  Beberapa kegiatan dalam penanggulangan limbah, pengelolaan limbah, pengelolaan air bersih, social engineering, serta pemberian advokasi dalam konflik pemerintah dan masyarakat.  Dalam progam Citarum River Transformation ini juga dapat berkembang sinergi dengan para akademisi di perguruan tinggi di Jawa Barat.

 

2.    Bisnis

Bisnis berperan sebagai enabler  yaitu menyediakan segala sesuatu yang dapat membantu pencapaian tujuan dari penataan Citarik.  Dalam konteks ini diharapkan bahwa perekomian sirkular dapat berjalan lacar.   Para pelaku bisnis berbentuk UMKM mendapat manfaat dari tersedianya modal, perangkat teknologi dan jejaring usaha.  Ketelibatan pelaku bisnis lainnya adalah Badan Usaha Milik Negara dapat berperan menjadi katalisator peningkatan ekonomi masyarakat.

3.    Komunitas

Peran Komunitas   sebagai akselerator dalam berbagai multi kegiatan penataan Citarik. Berbagai komunitas dengan idealisme yang berbeda seperti penggiat lingkungan, pemberdayaan masyarakat, serta komunitas sadar wisata dapat dijadikan sebagai penggerak dan mempercepat terlaksananya penataan Citarik. Komunitas   dapat menjadi operator lapangan dalam melihara dan memberikan umpan balik inisiatif pengembangan.  

Unsur Masyarakat dan Tokoh Masyarakat Memberikan dukungan, perhatian dan membentuk kesadaran pemeliharaan lingkungan. Sedangkan aparat Desa beserta perangkatnya dapat mensukseskan dan berperan langsung dalam menggerakkan masyarakat sekitarnya.

4.     Pemerintah

Sebagai regulator dan    controller yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam kesuluruhan proyek penataan Citarik,  dalam hal ini melibatkan semua jenis kegiatan seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, promosi, alokasi keuangan, perizinan, perancangan program. Pemerintah juga berperan dalam pengembangan dan pengetahuan, kebijakan inovasi publik, dukungan untuk jaringan inovasi dan kemitraan publik-swasta. Selain itu, pemerintah juga memiliki peran dalam mengkoordinasi para pemangku kepentingan yang berkontribusi pada pengembangan Ekowisata di Citarik.

Beberapa peran pemerintah diantaranya BBWS Citarum, Kementerian PUPR Lead Sector dapat memberikan rekomendari Teknis dan Pengelolaan Kegiatan Penataan.  Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Jawa Barat Menyediakan  program   dalam hal penataan dan kebersihan lingkungan.  Satgas Citarum Harum dapat bersinergi dalam implementasi rencana aksi  Program Nasional Citarum Harum. Dinas Pariwisata Kabupaten Bandung dapat menjadi Pembina Teknis Parawisata pada  Kegiatan ekowisata Citarik. Sedangkan peran DJKN dalam hal ini adalah memberikan asistensi dalam regulasi pengelolaan barang milik negara dan penguatan regulasi kekayaan negara lainnya.

 

5.    Media

Dalam program penataan Citarik, selain media massa, keberadaan media sosial juga ikut berpengaruh bagi penyebaran informasi terkait perkembangan program. Aplikasi standar seperti twitter, facebook, dan Instagram dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mempublikasikan kehidupan sehari-hari. Dampak positif media sebagai penyalur informasi, karena media sosial pada era digital sangat lekat dengan masyarakat. Jika bisa dimanfaatkan dengan baik, maka feedback yang diterima oleh para pelaku UMKM untuk memajukan usahanya melalui dukungan media dan keempat aktor lainnya akan optimal.

Media sosial mempunyai peran yang strategis pada era digital, karena informasi dapat disebarluaskan serta dapat diterima oleh masyarakat dengan mudah dan cepat.  Media sosial daapt dimanfaatkan secara pribadi oleh pelaku UMKM di Ciatarik untuk mengembangkan usahanya.

 

DAMPAK YANG DIHARAPKAN

Dari aspek sosial, dampak yang diharapkan yaitu : masyarakat sadar akan keberadan kekayaan negara dalam bentuk sungai CItarik sehingga mereka dapat menata, memelihara, memanfaatkan, mengamankannya sesuai ketentuan. Terjadi perubahan ng perilaku masyarakat tidak cuma membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya tetapi juga sudah memulai memanfaatkan sampah, di antaranya untuk pupuk organik, budidaya maggot BSF.  Masyaratkat dapat mengoptimalkan sampai dengan cara menjual sampah sebagai bahan baku daur ulang plastik dan logam, serta memanfaatkan sampah untuk pot tanaman dan kerajinan tangan.  Generasi muda/anak sekolah mendapatkan edukasi lingkungan berupa pembiasaan  pemanfaatan sampah, edukasi ekologi menjaga   lingkungan baik habitat, flora, dan fauna di seputar sungai.  Masyarakat menikmati perbaikan infrastruktur jalan, saluran air dan sanitasi, serta mempunyai bangunan iconic.  Daerah Desa Cibodas dan Desa Padamukti menjadi prototipe penataan sungai, akan dicontoh daerah-daerah lain.

Sedangkan dari aspek ekonomi diharapkan masyarakat sekitar mendapat penghasilan tambahan dari Tanaman/buah serta budidaya maggot BSF dan penjualan pupuk organik. Petani bertambah penghasilannya karena menggunakan pupuk organik (hasil pertanian dari pupuk organik di pasaran lebih tinggi harganya dari hasil panen menggunakan pupuk unorganik). Masyarakat sekitar mendapat penghasilan tambahan dari penjualan sampah plastik dan logam untuk didaur ulang. Masyarakat sekitar mendapat pendapatan tambahan dari membuka kuliner baru di rumah masing-masing dengan menu makanan tradisional. Masyarakat sekitar mendapat tambahan penghasilan dari penjualan souvernir dan jasa atraksi seni pertunjukan. Pemerintah setempat mendapatkan retribusi dari parkir dan tiket wisata. Komunitas/masyarakat sekitar mendapat tambahan pendapatan dari pengelolaan wisata air (perahu) dan wisata adrenalin (flying fox).

 

PENUTUP

Indonesia saat ini sedang berusaha untuk berkembang sektor industri untuk tumbuh lebih cepat secara ekonomi dan menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang dengan target menjadi negara industri yang kuat. Namun pembangunan industri menciptakan masalah sosial dan kerusakan lingkungan, salah satunya yang dialami sungai Citarum di sub das Citarik.  Pada faktanya yang terjadi di Citarik tidak hanya muncul dari aspek lingkungan, namun demikian timbul dari cara penggunaan kekayaan negara oleh masyarakat sekitar. Sisi lain adalah bagaimana memberdayakan masyarakat di seputar Citarik agar program yang dilaksanakan dapat berkelanjutan. Model kolaborasi penta-helix dalam penataan Citarik bertujuan untuk memecahkan masalah ini dengan mensinergikan 5 aktor yaitu pemerintah, pelaku usaha, masyarakat, pusat penelitian dan pendidikan, dan media. Masing-masing aktor berkontribusi dalam cara tersendiri untuk menciptakan system berkelanjutan dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam pengembangan penataan Citarik.  Mengingat Citarik adalah salah satu kekayaan negara baik terdapatnya Barang Milik Negara (BMN) maupun kekayaan negara lainnya, maka kolaborasi penta-helix sangat mungkin dapat dilakukan untuk menjadikan kekayaan negara optimal sesuai fungsi, produktif melalui mekansime pemanfaatan serta bermanfaat bagi masyarakat luas dengan menciptakan multiplier-effect.

 

DAFTAR REFERENSI:

Catalyst Indonesia, Kolaborasidiakses 24 Agustus 2021 dari https://www.catalystindonesia.id/info/kolaborasi,

Sinta Wahjusaputri, Model Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Triple Helix Bagi UKM Di Provinsi Jawa Barat,   Diakses, 24 Agustus 2021 dari http://simakip.uhamka.ac.id/download?type=forumilmiah&id=614#:~:text=Teori Triple Helix, yang dipopulerkan,(knowledge-based economy).  

Universitas Indonesia,  Citarum River Tranformastion,  2021

 

 

 

 

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini