MEWUJUDKAN
PRINSIP PENTA HELIX DALAM MENGELOLA KEKAYAAN NEGARA
( Studi Kasus
Penataan Sungai Citarik )
Oleh : Acep
Irawan (Kanwil DJKN Jawa Barat)
RINGKASAN
Konsep penta-helix atau multipihak dimana unsur pemerintah,
akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media
bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen untuk mengembangkan inovasi pengetahuan yang memiliki
potensi untuk dikapitalisasi atau ditransformasi menjadi produk maupun jasa
yang memiliki nilai ekonomis. Salah satu tujuan
pendekatan ini adalah dalam rangka upaya penguatan ketahanan ekonomi masyarakat
untuk menemukan pola kemitraan dalam pengembangan potensi suatu kawasan yaitu
dengan melibatkan multipihak yang saling bersinergi. Melalui pola kemitraan dimaksud
diharapkan dapat mewujudkan Sustainable
Development Goals (SDGs)
dalam mencapai percepatan pembangunan ekonomi, ketahanan pangan dan energi,
kesejahteraan, perbaikan lingkungan hidup serta membangun kesadaran atas
keberadaan kekayaan negara. Seiring dengan konsep multipihak di atas,
Kanwil DJKN Jawa Barat bersama-sama dengan BBWS Citarum, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, Satgas Citarum Harum, Universitas Indonesia, Monash University
Australia, Pemerintah Kabupaten Bandung, memulai kegiatan kolaborasi penataan Sungai Citarik yang terletak di Desa
Cibodas dan Desa Padamukti, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jawa
Barat. Dari perspektif DJKN sebagai pengelola Kekayaan
Negara terdapatnya aset BMN di sungai Citarik beserta kekayaan negara lainnya
dalam bentuk lahan bekas sungai (oxbow) yang digunakan BBWS Citarum, menjadi
jembatan terwujudnya sinergi dalam model pengelolaan kekayaan negara yang
memiliki dampak langsung bagi masyarakat.
PENDAHULUAN
Dalam rangka Kegiatan Kompetisi Inovasi Aset
Manager 2020-2021 Kanwil DJKN Jawa Barat memilih objek Barang Milik Negara
(BMN) tanah untuk
bangunan pengaman sungai dan penanggulangan bencana yang berada di area sungai Citarik yang terletak di Desa
Cibodas dan Desa Padamukti, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, Jawa
Barat. Pengelolaan
dan penataan sungai Citarik yang merupakan aset yang bersifat terbuka merupakan
hal yang baru dalam pengelolaan BMN di wilayah Jawa Barat. Pemilihan objek ini
mengisi ruang kosong yang belum dapat disentuh pemerintah dalam pengelolaan
kekayaan negara sekaligus pemeliharaan lingkungan hidup.
Sungai Citarik adalah salah satu sungai yang merupakan bagian
dari sub das Citarum. Sungai Citarum merupakan ikon dari Jawa Barat,
sebagaimana dalam Peraturan Presiden nomor 15 tahun 2018 tentang Percepatan
Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum; merupakan sungai strategis nasional sebagai kesatuan
ekosistem alami yang utuh dari hulu hingga hilir beserta kekayaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa
Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan diurus dengan sebaik-baiknya
serta wajib dikembangkan dan didayagunakan secara optimal bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat. Penataan Citarik yang
merupakan miniatur dari penataan Citarum secara keseluruhan merupakan model
kolaborasi multipihak dalam hal pemberdayaan dan pemeliharan kekayaaan negara, serta
menjaga lingkungan hidup yang baik.
Fakta atas penguasaan lahan bantaran
sungai dan oxbow (bekas sodetan sungai) oleh masyarakat yang terjadi di
Citarik dapat mengakibatkan hal buruk yang berkepanjangan. Kesadaran atas keterkaitan
negara atas bantaran sungai dan oxbow di sungai Citarik merupakan titik
penting dalam penyelamatan kekayaan negara. Upaya ini merupakan langkah fokus
atas penataan bantaran sungai, pemanfaatan lahan idle, dan pengelolaan oxbow
yang tepat guna. Dalam kolaborasi penataan Citarik diusulkan
terobosan bagaimana memanfaatkan dan menata sungai Citarik agar dari aspek
fungsi dan penggunaan lahan tetap terjaga, dari aspek prinsip-prinsip
pengelolaan dan pengamanan aset terjamin, dan dari aspek pemberdayaan
masyarakat juga dapat terwujud dengan mengangkat tema Membangun Kesadaran
Masyarakat Dalam Menjaga Aset Negara Melalui Pemanfaatan Dan Penataan Sungai
Citarik Menuju Ekowisata Berbasis Komunitas.
Pada
praktiknya, pengelolaan aset negara yang telah dilakukan oleh DJKN meliputi
pengamanan kekayaan negara secara tertib (administrasi, fisik, dan hukum),
perencanaan kebutuhan aset yang sesuai dengan yang dibutuhkan, pembentukan
Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN), serta melakukan pengawasan dan
pengendalian. Namun demikian, sesuai dengan tujuan bernegara, pengelolaan aset
negara yang dilakukan oleh Pemerintah c.q. DJKN sejatinya baru dapat optimal
dan berkontribusi dalam penciptaan nilai bagi Pemerintah Republik Indonesia
apabila aset tersebut dapat menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi
masyakat khususnya di
sekitar Citarik. Semangat ini yang di usung dalam kolaborasi
penataan Citarik yang diharapkan dalam jangka pendek akan dimulai dari
normalisasi sungai, penataan taman, pembentukan kampung tematik, perbaikan
lingkungan dan sarana air bersih, edukasi masyarakat, dan pelaksanaan
ekowisata. Perwujudan atas hal tersebut
membutuhkan kolaborasi dari berbagai unsur baik pemerintah, akademisi,
masyarakat, pelaku usaha, dan media penyebaran informasi.
MODEL KOLABORASI
Dalam membangun sebuah tim agar
tercipta lingkungan yang tepat bagi semua diperlukan interaksi dan kolaborasi. Kolaborasi adalah
proses bekerja sama untuk menelurkan gagasan
atau ide dan menyelesaikan
masalah secara
bersama-sama menuju visi bersama. Di dalam sebuah organisasi yang saling
tergantung, kolaborasi menjadi kunci pemikiran
kreatif.
Kolaborasi itu penting untuk mencapai hasil terbaik saat menyelesaikan masalah
yang rumit. Pada perkembangannya terdapat model kolaborasi dari yang sederhana
terdiri dari dua pihak, kemudian berkembang menjadi tiga, empat, dan sampai lima
pihak.
Kolaborasi tiga pihak atau
dikenal dengan pendekatan triple-helix diperkenalkan oleh Etzkowitz dan Leydesdorff
(1995). Kolaborasi ini menekankan bahwa interaksi ketiga komponen merupakan kunci utama bagi peningkatan
kondisi yang kondusif bagi lahirnya inovasi, keterampilan, kreativitas, ide
dalam pengembangan ekonomi kreatif. Triple-helix merupakan suatu
pendekatan yang menguraikan tentang bagaimana sebuah inovasi muncul dari adanya
hubungan yang seimbang, timbal balik, dan terus menerus dilakukan antar
akademisi (perguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pengembangan),
pemerintah (government), dan para pelaku/sektor bisnis (entreprises).
Sinerginitas ketiga komponen tersebut dikenal dengan istilah ABG (Academic,
Business, and Government).
Konsep quadruple-helix
disarankan pertama kali oleh Carayannis & Campbell (2009) dengan
menambahkan helix keempat dari model Triple-Helix yang telah ada.
Helix keempat ini diidentifikasi sebagai helix yang terasosiasi
dengan ‘media’, ‘industri kreatif’, ‘budaya’, ‘nilai-nilai’, ‘gaya hidup’, dan
‘seni’. Alasan ditambahkannya helix
keempat tersebut adalah karena nilai-nilai dan 5 budaya, di satu sisi, dan
bagaimana realitas publik terbentuk dan dikomunikasikan oleh media, di sisi
yang lain, memberikan dampak bagi sistem inovasi sebuah komunitas atau negara.
Peran media sangat penting dalam membentuk atau mengarahkan inovasi apa yang
menjadi prioritas dalam sebuah negara. Adapun konsep penta-helix juga
disarankan oleh Carayannis & Campbell (2010) dimana helix kelima
merupakan penekanan aspek lingkungan alami (ekologi sosial) dari masyarakat dan
ekonomi bagi pengetahuan produksi dan sistem inovasi.
Proyek penta-helix bertujuan untuk
memberdayakan otoritas lokal dan regional untuk menemukan pendekatan inovatif
dan hemat biaya untuk mengembangkan, membiayai, mengimplementasikan dan
meningkatkan energi berkelanjutan dan rencana aksi. Tujuan utamanya adalah
untuk mengembangkan metode berbasis penta-helix dan menggunakannya untuk
melibatkan dan mendukung otoritas di berbagai tingkatan bersama dengan pemangku
kepentingan utama lainnya pada berbagai sektor untuk meningkatkan pengembangan
dan implementasi suatu kegiatan.
Peran dari masing-masing aktor helix meliputi hal hal
berikut :
1. Akademisi pada model penta-helix berperan sebagai conceptor.
Seperti melakukan standarisasi proses bisnis serta sertifikasi produk dan
keterampilan sumber daya manusia. Akademisi dalam hal ini merupakan sumber
pengetahuan dengan konsep, teori-teori terbaru dan relevan
2.
Bisnis pada model penta-helix berperan sebagai enabler.
Bisnis merupakan entitas yang melakukan proses bisnis dalam menciptakan nilai
tambah dan mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan.
3.
Komunitas pada model penta-helix berperan sebagai accelerator.
Dalam hal ini komunitas merupakan orang-orang yang memiliki minat yang sama dan
relevan dengan bisnis yang berkembang. Bertindak sebagai perantara atau menjadi
penghubung antar pemangku kepentingan
4. Pemerintah pada model penta-helix berperan sebagai regulator.
Pemerintah berperan sebagai regulator sekaligus berperan sebagai controller
yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam mengembangkan bisnis
5.
Media pada model penta-helix berperan sebagai expender.
Media berperan dalam mendukung publikasi dalam promosi dan membuat brand
image.
KONSEP PENTA-HELIX DALAM PENATAAN CITARIK
Sejalan dengan
kegiatan DJKN, BBWS Citarum, dan Satgas Citarum Harum-Provinsi Jawa Barat dalam
menata Citarik, Universitas Indonesia bersama dengan Monash University
mendisain suatu kegiatan bertajuk CITARUM RIVER TRANSFORMATION, dengan pendekatan
revitalisasi yang menyeluruh atas sungai maupun komunitas, dan melakukan
transisi berdasarkan perputaran ekonomi ( River and community
revitalization, and transitions towards a circular economy). Proyek ini
dilatarbelakangi dengan adanya lebih dari 25
juta orang mengandalkan salah satu sungai paling tercemar di dunia untuk hidup:
yaitu sungai Citarum di Jawa Barat. Langkah yang dilakukan adalah melalui penelitian,
dan pembangunan infrastruktur. Program ini sebagai bukti serta kapasitas yang dibutuhkan untuk
merevitalisasi sungai Citarum dan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan. Para akademisi dari dua universitas tersebut akan
melakukan perancangan, pengujian atas berbagai inovasi untuk menanggulangi
limbah melalui teknologi pengolahan air.
TANTANGAN
Pada saat ini jutaan orang mengandalkan sungai
Citarum untuk sumber air dan aktivitas keseharian mereka. Sungai secara umum
dapat menopang mata pencaharian melalui pertanian, peternakan, perikanan,
bahkan ekowisata. Namun, sayangnya Citarum merupakan salah satu sungai yang
paling tercemar di dunia. Setiap harinya sekitar 20.000 ton limbah padat, dan
280.000 ton air limbah industri dibuang langsung ke sungai, serta 70% menjadi
limbah mentah atau tidak diolah dari rumah tangga. Untuk itu perlu memprioritaskan
lingkungan yang sehat, kesejahteraan dan akses terhadap kebersihan layanan air bersih
menjadi sangat penting. Adapun solusi atas permasalahan ini sering
dikembangkan dan diterapkan secara terpisah satu sama lain. Bukti menunjukkan
bahwa pembangunan infrastruktur, perilaku sosial dan ekonomi masyarakat belum cukup untuk
memperbaiki sungai dan komunitasnya secara berkelanjutan dalam hal krisis
lingkungan.
Solusi terintegrasi seperti teknologi berbasis
alam, model bisnis sirkular, dan perubahan perilaku yang pro-lingkungan diharapkan dapat membantu dalam menaggulangi
permasalah di Citarum. Masyarakat dapat
membantu program untuk memulihkan, merawat, menggunakan atau pemanfaatan
kembali limbah padat dan air limbah.
Dalam hal ini diperlukan pendekatan sosio-teknis
yang terintegrasi dan keberlanjutan dalam mentransformasi koridor sungai.
Visi yang diemban adalah untuk menciptakan sungai yang bersih,
sehat dan produktif oleh masyarakat dengan menggunakan pendekatan baru yang
memanfaatkan limbah, sehingga mendorong masyarakat menuju pertumbuhan yang
berkelanjutan. Monash University dan Universitas Indonesia bermitra dengan pemerintah
Indonesia (Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan umum, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat), masyarakat, LSM lokal, dan dunia komunitas riset untuk
mengembangkan inovasi integratif yang memberikan layanan air dan limbah yang
lebih baik, dan merevitalisasi masyarakat, ekonomi dan lingkungan.
PENDEKATAN
Untuk mencapai tujuan di atas perlu melibatkan organisasi lintas sektor dan disiplin ilmu untuk
bersama-sama merancang dan menguji perilaku sosial terintegrasi, inovasi
teknologi dan dampak peningkatan ekonomi. Melalui program ini diharapkan tercipta solusi baru untuk membantu memulihkan
sungai yang rusak, merevitalisasi fungsi sungai, pelibatan komunitas dan
transisi ke bentuk ekonomi sirkular. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan bukti
ilmiah yang terlokalisasi dan inovasi sosio-teknis yang dapat memberikan
perbaikan dan pertumbuhan berkelanjutan untuk sungai beserta komunitasnya.
Kolaborasi pemerintah beserta Universitas
Indonesia dan Monash University akan bermitra dengan desa terpilih di sepanjang
anak sungai Citarum untuk mendemonstrasikan inovasi berbasis
komunitas, secara teknis pendekatan yang ketat untuk mengatasi polusi,
hilangnya keanekaragaman hayati, kesehatan masyarakat dan kemiskinan dalam
konteks sungai.
Melalui proses partisipatif akan mengintegrasikan pengetahuan,
penyamaan persepsi, dan penerapan kearifan lokal dengan keahlian lintas
disiplin untuk:
1.
Mewujudkan visi
pemersatu yang bersih, sehat dan masa depan yang produktif di mana sampah
dihargai;
2.
Memberdayakan pemangku
kepentingan lokal dengan alat, pengetahuan, data dan kapasitas untuk mengevaluasi
konteks lokal mereka dan menginformasikan desain solusi Bersama;
3.
Merancang dan membangun
infrastruktur baru berbasis alam untuk memulihkan, mengolah, memanfaatkan atau
menggunakan kembali limbah cair dan limbah padat;
4.
Melakukan uji coba skala
kecil untuk menguji perilaku sosial, solusi ekonomi dan teknologi, dan mengukur
dampak pencemaran sungai; dan
5.
Melakukan uji coba model
bisnis yang berkelanjutan dan mata pencaharian untuk ekonomi sirkular lokal
yang melibatkan produk, layanan, dan mata pencaharian yang berasal dari limbah.
Akademisi dari Universitas Indonesia dan Monash
university akan mengukur dampak solusi integratif pada ekosistem sungai,
kesejahteraan dan ekonomi masyarakat setempat, untuk menghasilkan bukti yang
meyakinkan tentang manfaat program yang dijalankan. Capaian positif dari proyek
ini akan melahirkan solusi dan investasi masa depan dalam restorasi sungai
Citarum
PERAN MASING-MASING AKTOR
Seiring berjalannya waktu, kolaborasi penataan
Citarik telah melibatkan berbagai elemen yang terdiri dari unsur pemerintah,
akademisi, dan masyarakat. Dengan bergabungnya unsur pelaku bisnis dan media
akan menciptakan kolaborasi dalam bentuk penta-helix. Dalam model
kolaborasi penta-helix diperlukan peran dari masing-masing aktor dalam
berkontribusi berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing. Identifikasi dan
peran aktor ini tergambar sebagai berikut :
1.
Akademisi
Sebagai
konseptor dalam proyek penataan Citarik, peran Akademisi, dalam hal ini
universitas Indonesia dan Monash University menyiapkan konsep dan model penataan
sungai yang terintegrasi. Beberapa
kegiatan dalam penanggulangan limbah, pengelolaan limbah, pengelolaan air
bersih, social engineering, serta pemberian advokasi dalam konflik
pemerintah dan masyarakat. Dalam progam Citarum
River Transformation ini juga dapat berkembang sinergi dengan para akademisi
di perguruan tinggi di Jawa Barat.
2.
Bisnis
Bisnis berperan sebagai enabler yaitu menyediakan
segala sesuatu yang dapat membantu pencapaian tujuan dari penataan
Citarik. Dalam konteks ini diharapkan
bahwa perekomian sirkular dapat berjalan lacar.
Para pelaku bisnis berbentuk UMKM
mendapat manfaat dari tersedianya modal, perangkat teknologi dan jejaring
usaha. Ketelibatan pelaku bisnis
lainnya adalah Badan Usaha Milik Negara dapat berperan menjadi katalisator
peningkatan ekonomi masyarakat.
3.
Komunitas
Peran
Komunitas sebagai akselerator dalam berbagai multi
kegiatan penataan Citarik. Berbagai komunitas dengan idealisme yang berbeda seperti
penggiat lingkungan, pemberdayaan masyarakat, serta komunitas sadar wisata
dapat dijadikan sebagai penggerak dan mempercepat terlaksananya penataan
Citarik. Komunitas dapat menjadi operator lapangan dalam melihara
dan memberikan umpan balik inisiatif pengembangan.
Unsur Masyarakat dan Tokoh Masyarakat Memberikan dukungan, perhatian dan
membentuk kesadaran pemeliharaan lingkungan.
Sedangkan aparat
Desa beserta perangkatnya dapat mensukseskan
dan berperan langsung dalam menggerakkan
masyarakat sekitarnya.
4.
Pemerintah
Sebagai regulator dan controller yang memiliki peraturan dan
tanggung jawab dalam kesuluruhan proyek penataan Citarik, dalam hal ini melibatkan semua jenis kegiatan
seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, promosi, alokasi
keuangan, perizinan, perancangan program. Pemerintah juga berperan dalam
pengembangan dan pengetahuan, kebijakan inovasi publik, dukungan untuk jaringan
inovasi dan kemitraan publik-swasta. Selain itu, pemerintah juga memiliki peran
dalam mengkoordinasi para pemangku kepentingan yang berkontribusi pada
pengembangan Ekowisata di Citarik.
Beberapa peran
pemerintah diantaranya BBWS
Citarum, Kementerian PUPR Lead Sector dapat memberikan rekomendari Teknis dan
Pengelolaan Kegiatan Penataan. Dinas
Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Jawa Barat Menyediakan program
dalam hal penataan dan
kebersihan lingkungan. Satgas Citarum Harum dapat bersinergi dalam implementasi rencana aksi Program Nasional Citarum Harum. Dinas Pariwisata Kabupaten Bandung dapat menjadi Pembina Teknis Parawisata pada Kegiatan ekowisata Citarik. Sedangkan peran DJKN dalam hal ini adalah
memberikan asistensi dalam regulasi pengelolaan barang milik negara dan penguatan
regulasi kekayaan negara lainnya.
5.
Media
Dalam program penataan Citarik,
selain media massa, keberadaan media sosial juga ikut berpengaruh bagi
penyebaran informasi terkait perkembangan program. Aplikasi standar seperti
twitter, facebook, dan Instagram dapat dimanfaatkan masyarakat untuk
mempublikasikan kehidupan sehari-hari. Dampak positif media sebagai penyalur
informasi, karena media sosial pada era digital sangat lekat dengan masyarakat.
Jika bisa dimanfaatkan dengan baik, maka feedback yang diterima oleh
para pelaku UMKM untuk memajukan usahanya melalui dukungan media dan keempat
aktor lainnya akan optimal.
Media sosial mempunyai peran
yang strategis pada era digital, karena informasi dapat disebarluaskan serta
dapat diterima oleh masyarakat dengan mudah dan cepat. Media sosial daapt dimanfaatkan secara pribadi
oleh pelaku UMKM di Ciatarik untuk mengembangkan usahanya.
DAMPAK YANG DIHARAPKAN
Dari aspek sosial, dampak yang diharapkan yaitu : masyarakat sadar akan keberadan kekayaan negara dalam bentuk sungai CItarik sehingga mereka dapat menata,
memelihara, memanfaatkan, mengamankannya sesuai ketentuan. Terjadi perubahan ng perilaku masyarakat tidak cuma membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya
tetapi juga sudah memulai memanfaatkan sampah, di antaranya untuk pupuk
organik, budidaya maggot BSF. Masyaratkat
dapat mengoptimalkan sampai dengan cara menjual sampah sebagai bahan baku daur
ulang plastik dan logam, serta memanfaatkan sampah untuk pot tanaman dan
kerajinan tangan. Generasi muda/anak
sekolah mendapatkan edukasi lingkungan berupa pembiasaan pemanfaatan
sampah, edukasi ekologi
menjaga lingkungan baik habitat, flora, dan fauna di
seputar sungai. Masyarakat menikmati
perbaikan infrastruktur jalan, saluran air dan sanitasi, serta mempunyai
bangunan iconic. Daerah Desa
Cibodas dan Desa Padamukti menjadi prototipe penataan sungai, akan
dicontoh daerah-daerah lain.
Sedangkan dari aspek ekonomi
diharapkan masyarakat sekitar mendapat penghasilan tambahan dari Tanaman/buah serta budidaya maggot BSF dan penjualan pupuk organik.
Petani bertambah penghasilannya karena menggunakan pupuk organik (hasil
pertanian dari pupuk organik di pasaran lebih tinggi harganya dari hasil panen
menggunakan pupuk unorganik). Masyarakat sekitar mendapat penghasilan tambahan
dari penjualan sampah plastik dan logam untuk didaur ulang. Masyarakat sekitar
mendapat pendapatan tambahan dari membuka kuliner baru di rumah masing-masing
dengan menu makanan tradisional. Masyarakat sekitar mendapat tambahan
penghasilan dari penjualan souvernir dan jasa atraksi seni pertunjukan. Pemerintah
setempat mendapatkan retribusi dari parkir dan tiket wisata. Komunitas/masyarakat
sekitar mendapat tambahan pendapatan dari pengelolaan wisata air (perahu) dan
wisata adrenalin (flying fox).
PENUTUP
Indonesia saat ini sedang berusaha untuk
berkembang sektor industri untuk tumbuh lebih cepat secara ekonomi dan
menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang dengan target menjadi negara
industri yang kuat. Namun pembangunan industri menciptakan masalah sosial dan
kerusakan lingkungan, salah satunya yang dialami sungai Citarum di sub das
Citarik. Pada faktanya yang terjadi di
Citarik tidak hanya muncul dari aspek lingkungan, namun demikian timbul dari cara
penggunaan kekayaan negara oleh masyarakat sekitar. Sisi lain adalah bagaimana
memberdayakan masyarakat di seputar Citarik agar program yang dilaksanakan dapat
berkelanjutan. Model kolaborasi penta-helix dalam penataan Citarik bertujuan
untuk memecahkan masalah ini dengan mensinergikan 5 aktor yaitu pemerintah, pelaku
usaha, masyarakat, pusat penelitian dan pendidikan, dan media. Masing-masing aktor
berkontribusi dalam cara tersendiri untuk menciptakan system berkelanjutan dari
aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam pengembangan penataan Citarik. Mengingat Citarik adalah salah satu kekayaan
negara baik terdapatnya Barang Milik Negara (BMN) maupun kekayaan negara
lainnya, maka kolaborasi penta-helix sangat mungkin dapat dilakukan
untuk menjadikan kekayaan negara optimal sesuai fungsi, produktif melalui
mekansime pemanfaatan serta bermanfaat bagi masyarakat luas dengan menciptakan multiplier-effect.
DAFTAR REFERENSI:
Catalyst
Indonesia, Kolaborasi, diakses 24
Agustus 2021 dari https://www.catalystindonesia.id/info/kolaborasi,
Sinta
Wahjusaputri, Model Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Triple Helix Bagi
UKM Di Provinsi Jawa Barat, Diakses, 24
Agustus 2021 dari http://simakip.uhamka.ac.id/download?type=forumilmiah&id=614#:~:text=Teori Triple Helix, yang dipopulerkan,(knowledge-based economy).
Universitas
Indonesia, Citarum River
Tranformastion, 2021