Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Perlukah Kode Etik Bagi Penilai Pemerintah?
Nenden Maya Rosmala Dewi
Jum'at, 07 Agustus 2020   |   47239 kali

Penulis :

Acep Irawan (Kepala Bidang Penilaian Kanwil DJKN Jawa Barat)

Nurhidayah (PFPP Ahli Madya Kanwil DJKN Jawa Barat)


Pendahuluan

Penilai adalah bagian dari  profesi. Menurut Wikipeda, profesi adalah “janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.  Penjelasan lebih jauh, suatu profesi biasanya memiliki unsur-unsur : asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Dalam hal ini, profesi penilai adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai kemampuan dan tugas pelayanan jasa dengan standarisasi khusus serta kompetensi bidang, maka perlu   dilengkapi dengan kode etik profesi sebagai panduan dalam melaksanakan layanannya.

Penilai adalah salah satu profesi yang sangat penting dan strategis dalam era dunia modern. Peran penilai menentukan suatu nilai wajar, baik properti, bisnis dan lainnya. Peran tersebut  adalah dalam rangka menghasilkan opini nilai wajar yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan, baik kepada pemohon maupun kepada masyarakat.

Pada saat ini, penilai publik telah memiliki Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) sebagai dasar dalam memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat.  KEPI  adalah kumpulan etik yang melandasi pelaksanaan Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang wajib ditaati oleh penilai, agar seluruh hasil pekerjaan penilaian dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan melalui cara yang jujur, objektif, dan kompeten secara profesional, sehingga menghasilkan laporan penilaian yang jelas, tidak menyesatkan dan mengungkapkan semua hal yang penting ( vide KEPI, 2015).

KEPI bisa diartikan sebagai asas atau prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik penilaian. Hal ini sangatlah esensial dalam dunia penilaian karena KEPI digunakan sebagai batasan-batasan penilai dalam setiap proses penilaian yang dilakukan.  Prinsip dasar yang terdapat dalam KEPI dapat dikatakan memadai dalam upaya membentengi para penilainya.Namun demikian, untuk Penilai Pemerintah, kehadiran kode etik semacam KEPI  masih memerlukan tahapan yang harus dipersiapkan.  Dalam hal ini, kode etik bagi penilai pemerintah, semacam KEPI, perlu dibuat, dengan tujuan  agar  menjadikan profesi penilai pemerintah lebih baik dan menempatkan posisi Penilai Pemerintah sejajar dan dapat bersaing dalam lingkup nasional dan  internasional.

Mengingat saat ini di DJKN telah terbentuk Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah (JFPP), maka untuk mewujudkan suatu kode etik bagi penilai pemerintah, perlu dukungan, komitmen serta sinergi dari berbagai pihak terkait. Artikel ini mencoba menyajikan referensi dari beberapa sumber tulisan, tentang pentingnya suatu kode etik bagi Penilai, yang dapat dijadikan rujukan untuk penilai pemerintah, sehingga mendorong kita untuk segera mempersiapkan kode etik dimaksud.

Pentingnya Kode Etik Sebagai Asas Praktek Penilaian

Kode etik dalam suatu  profesi   dapat dikatakan sebagai suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Pada lingkup masyarakat, kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun masih ada kode etik yang memiliki sanksi dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.

Pengertian lain kode etik adalah  sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dalam hal ini, kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Adapun tujuan kode etik penilai dibuat adalah agar penilai  bersikap profesional dalam memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa atau stakeholder-nya. Hal lain adalah, dengan adanya kode etik akan melindungi penilai dari perbuatan yang tidak profesional.

Dalam tatanan implementasi, kode etik ini sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, yang mana dapat dipergunakan untuk membedakan baik dan buruk atau apakah perilaku profesi tersebut bertanggung jawab atau tidak.

Menurut Teguh Pudjo Muljono (1991), tujuan kode etik adalah:

1.   Dengan adanya kode etik akan mengikat para anggota profesi pada nilai-nilai sosial tertentu yang  memungkinkan manusia hidup produktif baik di bidang ekonomi, sosial maupun kultural, sesuai martabat manusiawi sebagaimana dituntut perkembangan zamannya;

2.  Dengan adanya kode etik akan mengikat para anggota profesi pada suatu bentuk disiplin untuk mengejar, dan berbakti kepada nilai-nilai yang diakuinya lebih tinggi, dengan demikian etika profesional harus diarahkan pada nilai-nilai sosial yang lebih tinggi dan bukan ditujukan kepada pembuktian untuk kepentingan kelompok profesional yang bersangkutan.

Nadirsyah (1993) mengemukakan tiga alasan pentingnya Kode Etik Profesional yaitu:

1.  Memberikan referensi yang secara eksplisit mengatur suatu kriteria aturan untuk suatu profesi;

2.    Memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan profesinya;

3.    Dari pandangan organisasi profesi, kode etik adalah pernyataan umum aturan-aturan.

Selanjutnya tiga fungsi kode etik yang dapat dijadikan rujukan pada praktik penilaian yaitu :

1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan;

2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan;

3.   Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.

Tujuan Kode etik profesi

Kode etik sebagai pedoman perilaku atau etika profesi   merupakan standar moral untuk profesional yaitu mampu memberikan sebuah keputusan secara obyektif bukan subyektif. Untuk itu seorang prefesional harus berani bertanggung jawab atas semua tindakan dan keputusan yang telah diambil, selain memang memiliki keahlian serta kemampuan. Secara umum terdapat beberapa tujuan mempelajari kode etik profesi adalah sebagai berikut (Nadirsyah 1993):

a.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

c.      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi 

d.      Untuk meningkatkan mutu profesi.

e.      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi 

f.       Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

g.      Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

h.      Menentukan baku standarnya sendiri

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa kode etik profesional bagi penilai pemerintah  sangat penting karena memberikan informasi yang secara eksplisit mengatur suatu kriteria umum untuk suatu profesi, memberi pengetahuan kepada seseorang apa yang diharapkan profesinya, dan merupakan pernyataan umum prinsip-prinsip, sehingga kode etik penilai sangat mempengaruhi reputasi suatu profesi Penilai dan kepercayaan masyarakat dan pengguna Jasa khususnya Penilai Pemerintah  terhadap profesi tersebut.

 Prinsip Dasar Etik

Selain fungsi dan tujuan kode etik profesi, yang harus menjadi perhatian seorang penilai adalah prinsip dasar etik.  Prinsip dasar etik adalah beberapa prinsip yang dijadikan dasar batasan dalam pelaksanaan praktik penilaian. Idealnya semua kegiatan penilaian harus didasari dengan prinsip-prinsip tersebut, jika ada satu bagian saja yang dilewatkan, dapat dikatakan hasil penilaian dapat bias.

Menurut Rifki (2018), prinsip dasar etik terdiri dari lima prinsip, yang dapat kita adopsi untuk profesi penilai pemerintah yaitu :

1.      Integritas

Seorang penilai pemerintah harus memiliki integritas yang tinggi. Integritas adalah memiliki kejujuran dan dapat dipercaya dalam hubungan profesional dan bisnis, serta menjunjung tinggi kebenaran dan bersikap adil. Dalam pelaksanaannya, penilai harus melakukan semua aktivitas penilaiannya dengan jujur dan menyajikan data-data yang benar dan valid, jika penilai menyadari adanya informasi yang tidak benar, maka penilai haruslah mengambil tindakan dengan cara melakukan konfirmasi kepada pemberi tugas.

2.    Objektivitas

Seorang penilai pemerintah harus dapat menjaga obyektivitas. Objektivitas adalah sikap netral dan independen penilai dalam setiap aktivitas penilaian yang dilakukan. Pada kondisi lapangan, penilai diharuskan objektif dan tidak memihak kepentingan tertentu, penilai diharapkan dapat mengatasi situasi yang menggangu objektivitas, ancaman-ancaman yang muncul harus diminimalisir agar penilai bisa bersikap senetral mungkin. Jika penilai dihadapkan kepada kondisi yang deadlock atau tidak dapat meminimalisir ancaman yang muncul dilapangan, penilai harus menolak penugasan tersebut, tentunya dengan cara yang dibenarkan oleh aturan yang berlaku.

3.    Kompetensi

Seorang penilai pemerintah harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidangnya. Kompetensi adalah kemampuan, kecakapan dan keahlian khusus yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hasil penilaian telah dibuat berdasarkan teknik penilaian dan peraturan perundang-undangan yang ada dalam bidang penilaian. Penilai harus mempertahankan pengetahuan dan keterampilan pada tingkat yang diperlukan sesuai dengan standar teknik yang ada. Hal ini harus di dukung dengan mengidentifikasi secara cermat permasalahan yang disampaikan dan memastikan dirinya dan tim memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup. Penilai dapat memakai bantuan dari luar apabila dirasa tidak cukup terampil atau belum memiliki pengetahuan yang khusus pada suatu bagian dari permasalahan yang ada. Jika dengan semua sumber daya dari Penilai maupun tim tidak dapat memenuhi kompetensi yang cukup untuk menyelesaikan tugas, Penilai harus menolak tugas tersebut.

4.    Kerahasiaan

Sorang penilai pemerintah harus dapat menjaga kerahasiaan atas pekerjaannya. Kerahasiaan adalah menjaga informasi yang diperoleh dalam hubungan profesional dan bisnis, serta dengan tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga. Hal ini sangat sensitif pada posisi pemberi tugas dan penilai diharapkan tidak menyebarkan informasi penting yang dapat mempengaruhi pihak ketiga. Penilai juga diharuskan tidak mencari keuntungan pribadi dari informasi yang didapat oleh pemberi tugas. Jika kerja sama sudah selesai, penilai harus tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diketahuinya.

5.    Perilaku Profesional

Sorang penilai  pemerintah harus memiliki sikap profesional. Perilaku Profesional adalah melaksanakan praktik penilaian dengan Lingkup PenugasanI. Hal ini mewajibkan semua penilai untuk bertindak secara cermat dalam memberikan pelayanan dan memastikan sesuai dengan hukum, teknis, dan standar profesi yang berlaku. Penilai pemerintah harus bertindak demi kepentingan negara dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

 

Pedoman Tingkah Laku

Dalam praktiknya, penilai pemerintah juga memiliki tanggungjawab yang  dapat dijadikan sebuah pedoman. Pedoman ini akan memberikan tuntunan, yang tidak hanya penting bagi diri penilai,  namun juga negara serta masyarakat luas.  Adapun tangggung jawab tersebut adalah   :

1. Tanggung Jawab terhadap Integritas Pribadi Penilai

Seorang penilai harus bertanggung jawab sepenuhnya atas hasil penilaian yang dilakukannya dalam batas-batas yang ditetapkan berdasarkan Kode Etik dan Standar Penilaian. Hal ini dapat direalisasikan dengan cara tunduk kepada norma moral, etik dan wajib menghindarkan diri dari setiap tindakan yang cenderung mengakibatkan tercemarnya nama baik profesi penilai, Asosiasi Profesi Penilai atau anggota-anggotanya.

2. Tanggung Jawab terhadap Pemberi Tugas

Seorang penilai harus bertanggung jawab dengan memberikan Penilaian yang lengkap dan teliti tanpa menghiraukan atau memperhatikan keinginan Pemberi tugas yang sifatnya dapat mempengaruhi objektivitas. Hubungan penilai dengan pemberi tugas harus mengikuti prinsip profesionalisme dan etika.

3. Tanggung Jawab terhadap Sesama Penilai dan Kantor Jasa Penilai Publik

Seorang Penilai harus bertanggung jawab dengan tidak melakukan persaingan tidak sehat dalam bentuk apapun, penilai diharapkan bersaing dengan mengutamakan kualitas masing-masing. Penilai Pemerintah  juga harus memastikan kepada pemberi tugas bahwa aset atau liabilitas yang sedang dinilai tidak sedang atau telah dinilai oleh pemerintah atau  Penilai Publik lainnya.

4. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat

Seorang penilai harus bertanggung Jawab untuk mengabdi pada masyarakat luas, tidak melakukan kolusi dan nepotisme seperti memberikan komisi atau fee diluar ketentuan asosiasi untuk siapapun, dan tidak diperbolehkan memiliki kepentingan lain dengan pemberi tugas atau siapapun selain pekerjaannya.

 Urgensi Kode Etik bagi Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah

Pada tanggal 9 Juli 2020, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah melantik 143 orang Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah (PFPP)  dari mulai tingkat Ahli Pertama, Ahli Muda sampai Ahli Madya melalui proses inpassing. PFPP yang dilantik oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara tersebut merupakan angkatan pertama dari seluruh proses yang telah direncanakan oleh Direktorat Penilaian dalam rangka menjadikan tugas penilaian menjadi suatu tugas profesi dalam tataran pemerintahan. Seperti disebutkan di atas, bahwa sebagai suatu profesi, perlu dilengkapi dengan unsur asosiasi yang mewadahi profesi tersebut yang di dalamnya termasuk kode etik dan standar prosedur dalam penyelesaian penugasan dan sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, dalam  pasal 101 menyatakan bahwa setiap jabatan fungsional (JF) yang telah ditetapkan wajib memiliki satu organisasi profesi dalam jangka waktu paling lama lima tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF.

Pembuatan kode etik bagi PFPP adalah sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter, pengawasan tingkah laku dan sebagai sarana kontrol sosial serta mencegah campur tangan. Kode etik sekaligus mencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar-sesama anggota, masyarakat dan memberikan jaminan peningkatan moralitas PFPP dan kemandirian fungsional serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DJKN.

Penilai Pemerintah di DJKN, yang selanjutnya disebut dengan PFPP, berperan aktif dalam memberi dukungan dalam pengelolaan kekayaan negara berupa pemanfaatan, pemindahtanganan, penghapusan juga penentuan  nilai wajar pada LKPP.  Peran tersebut sangat krusial dalam penyelenggaraan negara, oleh karena itu diperlukan penilai yang profesional.

Dalam prioritas profesi PFPP, landasan dasar, atau prinsip-prinsip dalam penilaian, harus dikuasai baik secara teori maupun praktek dilapangan.  Jika PFPP sudah memiliki kode etik, memahami kode etik baik dalam teori maupun praktik di lapangan, diharapkan keprofesian penilai pemerintah yang diwadahi oleh DJKN dapat menjadi keprofesian yang lebih matang, profesional dan dapat bersaing tidak hanya lingkup nasional, melainkan juga  international.

Dengan demikian, pembuatan kode etik PFPP menjadi penting segera dibuat untuk tidak hanya sebagai salah satu kelengkapan suatu profesi penilai, melainkan juga membentengi para PFPP dalam bertugas.  Benteng yang kuat akan dapat melindungi diri para penilai dan bagian dari proteksi diri atas resiko-resiko yang muncul baik dari unsur internal maupun dari unsur external.

 Penutup

    DJKN adalah lembaga yang membina para Pejabat Fungsional Penilai Pemerinah yang tersebar di seluruh Indonesia.  Terobosan dalam bentuk pembuatan dan penguatan regulasi penilai terus dilakukan untuk lebih menyempurnakan tugas dan fungsi para Penilai.

    Salah satu kelengkapan dari profesi penilai pemerintah adalah perlunya dibuat kode etik, yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter, pengawasan tingkah laku dan sebagai sarana kontrol sosial, melainkan juga membentengi para penilai pemerintah dalam bertugas.

    Dengan adanya kode etik penilai pemerintah akan meningkatkan profesionalisme dalam memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai jasa atau stakeholder, dan melindungi dari perbuatan yang tidak profesional.

Daftar Pustaka :

-       Rifki, P. Evaluasi dan Peninjauan Kembali Kode Etik Penilai Indonesia Sebagai Katalisator Perkembangan Penilai yang Profesional. Diakses 1 Agustus 2020 dari https://medium.com/@rifkiputra/evaluasi-dan-peninjauan-kembali-kode-etik-penilai-indonesia-sebagai-katalisator-perkembangan-3f3f1458e325

-       Islamudin, Sejarah, Peluang dan Tantangan Profesi Penilai di Indonesia. Diakses 27 Juli 2020 dari  https://arifinhz.wordpress.com/sejarah-singkat-profesi-penilai/

-       Wikipedia, Profesi, Diaksaes dari https://id.wikipedia.org/wiki/Profesi

-       Wikipedia, Kode Etik Profesi. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi

-       Hardiman, Unang T, Pentingnya Kode Etik Profesi Dan Mengatasi Konfilik Kepentingan Dalam Profesi. Diakses 1 Agustus 2020 dari http://unangtotohandiman.blogspot.com/2017/06/pentingnya-kode-etik-profesi-dan.html 

-       Dwinta Pusapa, Tujuan Kode Etik Profesional Dan Pentingnya Kode Etik Profesional. Diakses 2 Juli 2020 dari https://dwintapuspa.wordpress.com/2014/11/09/tujuan-kode-etik-profesional-dan-pentingnya-kode-etik-profesional/

 -       Sulaeman  Rahman Nidar,  Etika Bisnis : Tinjauan Pada Etika Profesi Penilai,  Prosiding Call for Paper & Seminar Nasional, UPI, Bandung, 2012.

 -    Andryan, Menegakan Etika Profesi. Diakses 30 Juli 2020 dari http://farid-wajdi.com/detailpost/urgensi-etika-dalam-peradilan

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini