Seperti halnya bidang lain
yang menjadi tugas dan fungsi DJKN, pelaksanaan tusi di bidang lelang juga menghadirkan
banyak dinamika yang seringkali menjadi pengalaman yang unik bagi pegawai DJKN yang
berkecimpung di dalamnya.
Pengalaman tersebut bisa berupa pengalaman yang menyenangkan dan bisa juga
mendebarkan. Pengalaman
mendebarkan biasanya berkaitan dengan pelaksanaan lelang eksekusi.
Bagi pembaca yang sedang
atau pernah berkecimpung di bidang lelang (Seksi Pelayanan Lelang KPKNL, Bidang Lelang Kanwil, atau Direktorat Lelang) pasti pernah
mengalami atau setidaknya mendengar hal-hal unik yang berkaitan dengan
pelaksanaan lelang.
Namun bagi
yang belum berkesempatan,
berikut adalah beberapa contoh dinamika dalam pelaksanaan lelang di Indonesia.
1. Peserta
tunggal, harga naik signifikan
Dalam meminpin sebuah
lelang, Pejabat Lelang/Pelelang selalu berupaya meningkatkan harga lelang
maskipun hanya terdapat sedikit peserta atau bahkan peserta tunggal. Terdapat
sebuah kepuasan batin jika harga yang terbentuk dalam lelang meningkat dari
harga limit. Semakin tinggi kenaikan harganya semakin besar pula kepuasan batin
yang didapat oleh Pejabat Lelang/Pelelang.
Calon pembeli/peserta
lelang sebaliknya, pada umumnya memilih membeli barang melalui lelang karena
menginginkan harga yang lebih murah. Dalam pelaksanaan lelang para peserta
biasanya berupaya untuk mendapatkan harga semurah mungkin. Dalam pelaksanaan
lelang dimana hanya terdapat 1 orang peserta secara teori biasanya barang akan
terjual pada harga limit atau naik sedikit diatas limit.
Praktik dilapangan
kadangkala berbeda dengan teori, penulis pernah mengikut sebuah lelang dimana sebuah
objek yang memiliki harga limit Rp2 Miliar terjual diharga Rp2,4 Miliar atau
naik sebesar Rp400 juta padahal pada saat itu hanya ada satu orang peserta
(peserta tunggal). Sebuah keputusan yang sepertinya tidak rasional dari peserta
lelang namun pada kenyataannya memang terjadi dalam sebuah pelaksanaan lelang.
2. Peserta
banyak, harga relatif tidak naik
Selain keunikan berupa kenaikan harga
yang tidak diduga, terdapat pula beberapa kejadian yang bisa dikatakan
sebaliknya. Dalam hal banyak calon pembeli/peserta yang menyetorkan uang
jaminan Pejabat Lelang/Pelelang biasanya berasumsi bahwa harga yang terbentuk
akan naik jauh diatas harga limit lelang, namun dalam kenyataannya tidak selalu
demikian.
Minimnya penawaran bisa disebabkan
karena banyak kemungkinan, salah satu diantaranya calon pembeli menyetorkan
uang jaminan tanpa terlebih dahulu melihat objek yang akan dilelang. Pada saat
pelaksanaan lelang calon pembeli baru mengetahui kondisi sebenarnya dari objek
lelang setelah bertanya kepada penjual, selanjutnya karena kondisi objek lelang
tidak sesuai dengan ekspektasi diawal calon pembeli/peserta lelang sehingga
penawaran hanya dilakukan diharga limit.
Salah satu hal yang bisa dilakukan
oleh Pejabat Lelang/Pelelang untuk memperkecil kemungkinan ini adalah dengan
memberikan informasi selengkap mungkin dalam pengumuman lelang. Dengan
memperoleh informasi yang lengkap sebelumnya diharapkan calon pembeli/peserta
lelang dapat memperkirakan kondisi barang yang akan dilelang serta kemungkinan
biaya yang harus dikeluarkan.
3. Lelang
Batal atau TAP, digugat
Dibeberapa daerah (salah satunya
Sumatera Utara) terdapat beberapa kasus dimana pelaksanaan lelang dinyatakan batal
atau Tidak Ada Peminat (TAP/Tidak Laku) oleh Pejabat Lelang/Pelelang namun tetap
digugat ke Pengadilan oleh debitur melalui pengacara/kuasa hukumnya. Hal ini sebetulnya
sangat membingungkan karena dalam lelang TAP atau batal tidak terjadi peralihan
kepemilikan dari debitur kepada pihak lain.
Dalam banyak kasus gugatan-gugatan ini
seringkali bukan atas inisiatif debitur sendiri namun terdapat indikasi
diarahkan oleh
pengacara-pengacara setempat, hal ini diketahui setelah berdiskusi dengan
debitur yang mengajukan gugatan.
Gugatan-gugatan semacam ini biasanya memang sumir dan pihak Pengadilan
menganggap gugatan tidak jelas. Sebagian besar gugatan ini dimenangkan oleh
KPKNL, meskipun demikian KPKNL dan Pejabat Lelang/Pelelang tetap direpotkan
oleh banyaknya gugatan-gugatan seperti ini.
4. Penjual
salah menunjukkan objek lelang
Kejadian salah menunjukkan objek lelang ini sangat jarang
terjadi, namun bukan berarti tidak pernah terjadi sama sekali. Pernah terjadi
dalam suatu lelang eksekusi Hak Tangungan berupa rumah dimana pihak bank selaku
penjual salah menunjukkan objek lelang. Kesalahan terjadi disebabkan karena
bentuk rumah yang sama persis, pihak penjual menunjukkan rumah disebelah objek
yang dilelang. Kesalahan ini murni ketidaksengajaan dan untungnya pihak pembeli
lelang tidak mengajukan gugatan lebih jauh serta setuju melanjutkan proses
lelang.
Kemungkinan salah menunjukkan objek
juga sangat mungkin terjadi dalam pelaksanaan lelang dengan objek berupa
kendaraan, misalnya penghapusan kendaraan dinas suatu instansi yang jenis,
merk, serta tahun pembuatannya sama. Kesalahan penulisan nomor rangka, nomor
mesin, ataupun kesalahan ketika menunjukkan objek yang dilelang bisa berakibat
fatal ketika pemenang lelang mengajukan proses balik nama di kantor Samsat
(untuk objek lelang berupa kendaraan) ataupun Kantor Pertanahan setempat (untuk
objek lelang berupa tanah).
5. Kondisi
objek lelang berubah
Dalam pelaksanaan lelang pembeli/pemenang
lelang diberi kesempatan paling lambat 5 hari kerja untuk melunasi pembayaran
pokok lelang dan bea lelang pembeli. Sebelum pembeli/pemenang lelang melakukan
pelunasan, objek lelang masih berada ditempat penjual. Dalam periode ini
terdapat kemungkinan bahwa objek lelang berubah kondisinya, terutama untuk
objek lelang yang berupa barang bergerak.
Untuk objek lelang berupa barang
bergerak sangat disarankan kepada pembeli/pemenang lelang untuk melakukan
pelunasan sesegera mungkin, jika perlu pada hari itu juga, atau dengan kata
lain objek lelang tidak menginap ditempat penjual setelah pemenang lelang
ditetapkan. Hal ini penting karena sifat barang bergerak yang mudah dipindahkan
dan untuk menghindari segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi pada objek
lelang yang telah dimenangkan.
6. Pembeli
lelang tidak dapat menguasai barang yang dibelinya
Dalam pelaksanaan lelang terkadang barang
yang dijual tidak sepenuhnya dikuasai oleh pihak penjual, adakalanya tanah
dan/atau bangunan masih dikuasai oleh pihak ketiga. Penguasaan oleh pihak
ketiga ini juga bermacam macam alasannya, ada yang legal seperti sewa menyewa
ada juga pendudukan secara illegal. Untuk melakukan pengosongan objek yang
telah dimenangkan,
pembeli/pemenang lelang harus mengajukan permohonan pengosongan melalui
pengadilan setempat, karena Pejabat Lelang/Pelelang tidak memiki kewenangan
terkait pengosongan. Untuk eksekusi pengosongan juga harus dengan melibatkan
aparat keamanan.
Biaya tambahan yang timbul dari proses
pengosongan ini tidak sedikit dan tidak semua pembeli/pemenang lelang paham
akan hal ini, apalagi jika pemenang lelang tersebut belum pernah mengikuti
lelang sebelumnya. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan lelang, Pejabat
lelang/Pelelang selalu menyebutkan/mencantumkan klausul-kalusul terkait hal
ini.
7. Pembeli
lelang mempermasalahkan barang yang dijual ‘apa adanya’
Dalam setiap pelaksanaan lelang,
Pejabat lelang/Pelelang selalu menyebutkan klausul bahwa barang yang dilelang
dijual dengan apa adanya, berikut semua cacat dan kekurangannya. Cacat dan
kekurangan ini bisa berbeda untuk masing-masing barang, adakalanya tingkat
kerusakan sedemikian parah sehingga hanya tersisa bagian tertentu saja. Pada
umumnya pembeli/pemenang lelang sudah paham tentang hal ini, namun adakalanya
beberapa pembeli lelang memiliki sudut pandang berbeda dan menginginkan barang
(meskipun rusak) secara utuh.
Untuk komplain terkait kondisi barang
biasanya Pejabat Lelang/Pelelang selaku perantara jual beli menyerahkan kepada
pihak penjual selaku pemilik barang untuk memberi penjelasan. Meskipun demikian
Pejabat Lelang/Pelelang biasanya ikut terseret dalam komplain ataupun gugatan
yang diajukan oleh pembeli lelang yang merasa dikecewakan.
Kesimpulan
Masih banyak cerita diberbagai KPKNL
mengenai dinamika dalam pelaksanaan lelang, baik dinamika yang menyenangkan
maupun mendebarkan. Dinamika-dinamika ini membuktikan bahwa pelaksanaan lelang dan
kejadian-kejadian pasca pelaksanaan lelang memang tidak selalu bisa
diprediksi sebelumnya. Disebabkan karena sifatnya yang tidak selalu bisa
diprediksi maka sudah selayaknya jika Pejabat Lelang/Pelelang melaksanakan
lelang dengan pruden dan penuh kehati-hatian dengan tetap memberikan pelayanan
secara maksimal. Klausul-klausul standar dalam pelaksanaan lelang jangan sampai
lupa disebutkan/dicantumkan dan sekiranya perlu agar diulang/dicetak tebal
untuk mengurangi potensi gugatan dikemudian hari.
Saat ini telah diluncurkan portal Lelang
Indonesia yang beralamat di laman www.lelang.go.id, pelaksanaan lelang sebisa
mungkin dilakukan secara e-auction melalui
situs tersebut. Pelaksanaan lelang melalui e-auction
memiliki beberapa tujuan diantaranya (1) untuk memperbesar kemungkinan
penawaran dari peserta yang tidak dapat hadir dilokasi serta (2) meminimalisir
kemungkinan terjadinya fraud dalam pelaksanaan lelang. Meskipun demikian
terdapat risiko baru dimana informasi yang disampaikan kepada calon pembeli
menjadi tidak maksimal. Risiko ini harus dimigasi oleh Pejabat Lelang/Pelelang diantaranya
dengan mencantumkan informasi secara lengkap serta foto objek lelang yang cukup
secara kualitas dan kuantitas.
Rachmadi, Kasi Bimbingan
Lelang II Kanwil DJKN Aceh