Pemerintah akan menggandeng Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas industri jasa keuangan untuk memilah-milih
perusahaan asuransi mana saja yang 'sehat' untuk masuk ke konsorsium asuransi
Barang Milik Negara (BMN).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) Kementerian Keuangan Isa Rachamatawarta menjelaskan, seleksi pada
perusahaan asuransi perlu dilakukan agar tak menimbulkan permasalahan di
kemudian hari. Pihaknya pun menurut dia, lewat OJK, akan memilah perusahaan
asuransi yang berkualitas, baik dari sisi kinerja maupun produk.
"Saya tidak menganut paham pemerataan, jadi yang berkualitas yang akan
digunakan. Jangan berharap semua perusahaan asuransi akan menjamin BMN. Jadi
yang mau bekerja sama dengan pemerintah, sehatkan dulu perusahaannya,"
ujar Isa, Kamis (1/2).
Direktur BMN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Encep Sudarwan
menjelaskan, perusahaan asuransi yang berminat dapat mengajukan diri kepada
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan ke OJK. Setelah itu, OJK akan
melihat lebih lanjut dan membuat semacam peringkat bagi asuransi yang ada untuk
selanjutnya diberikan kepada pemerintah.
"Jadi harus yang berkualitas yang
bertarung dan berlomba di tender ini. Makanya kami kerja sama dengan OJK,"
terangnya.
Kendati begitu, Encep bilang, pihaknya
membuka peluang bagi seluruh perusahaan asuransi mengajukan diri kepada
asosiasi dan OJK.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur
Kelembagaan dan Produk Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Asep Iskandar
mengungkapkan, saat ini OJK belum menyisir asuransi mana saja yang akan masuk
ke konsorsium. Pasalnya, belum ada pengajuan dari pelaku asuransi. Namun,
dengan adanya program asuransi BMN ini, OJK melihat, tentu akan banyak perusahaan
asuransi yang tertarik.
"Sekarang belum ada (pengajuan),
tetap ketika ada usulan pengajuan dari mereka (perusahaan asuransi), OJK nanti
yang akan approve konsorsium itu," jelasnya. Asep bilang, setidaknya ada
tiga indikator yang menentukan kualitas asuransi yang bergabung pada konsorsium
asuransi BMN. Pertama, kesehatan kinerja keuangan perusahaan.
Kedua, kinerja pelayanan perusahaan.
Ketiga, perusahaan telah memiliki produk yang sesuai dengan asuransi BMN,
seperti asuransi properti hingga asuransi kebakaran dan bencana.
Namun, untuk kriteria nomor tiga ini,
ia bilang bisa disesuaikan bila memang secara kualitas keuangan dan pelayanan
baik. Dengan demikian, menurut Asep, asuransi yang belum memiliki dan
memasarkan produk yang sesuai dengan asuransi BMN, tetap punya peluang untuk
masuk ke konsorsium ini.
"Kalau dia dengan konsorsium
seharusnya bisa. Jadi mereka tinggal dicatatkan saja," terangnya.
Berdasarkan data DJKN
Kemenkeu, jumlah BMN mencapai Rp2.183 triliun per semester I 2017 dengan porsi
terbesar berbentuk tanah milik pemerintah yang mencapai 46,4 persen dari total
nilai BMN.