Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Perlunya Sense Lawyer bagi Penangan Perkara di lingkungan DJKN
N/a
Jum'at, 08 Februari 2013 pukul 16:08:18   |   1158 kali

Jakarta – Kontrak merupakan kesepakatan antara subyek hukum perdata yang berisi hak dan kewajiban (prestasi) masing-masing pihak dengan memperhatikan hukum yang berlaku. Perancangan kontrak memerlukan keterampilan yang melibatkan berbagai teori hukum dari cabang ilmu hukum. Untuk itu, dibutuhkan sense lawyer yang cerdas untuk merancang kontrak agar masing-masing pihak dapat merumuskan hak dan melaksanakan kewajibannya. Idealisme seorang drafter kontrak juga mempengaruhi dalam perancangan kontrak dan perjanjian. “Dalam proses ligitasi, harus mempunyai idealisme dan sense penangan perkara yang baik demi Republik Indonesia”, demikian disampaikan Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., L.LM, Ph.D dalam mengisi workshop penyusunan kontrak (contract drafting) dan accounting for lawyer, 5 februari 2013 bertempat di Hotel Borobudur, Jakarta.

Acara yang diselenggarakan oleh Subdit Bantuan Hukum Direktorat Hukum dan Humas, dibuka oleh Direktur Hukum dan Humas Tavianto Noegroho. Dalam sambutannya, ia menyampaikan pesan Direktur Jenderal Kekayaan Negara bahwa perkara yang saat ini DJKN tangani semakin kompleks dan beragam, tidak hanya masalah perdata umum tetapi juga masalah-masalah yang berkaitan dengan perusahaan, kontrak yang bersifat nasional maupun internasional, keuangan dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan penangan perkara di DJKN yang mempunyai kemampuan (skill) dan pengetahuan yang mumpuni dalam melakukan proses litigasi (penanganan perkara) di bidang kontrak dan akuntansi.

Tavianto Noegroho juga menegaskan pentingnya mitigasi (pencegahan) risiko terhadap kontrak / perjanjian yang akan dibuat, dengan cara merencanakan dan membuat pasal-pasal dan klausul-klausul dengan baik dan benar. Mengakhiri sambutannya, pria yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kanwil DJKN Manado ini berharap dengan acara ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan guna memudahkan dalam melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing.

Pada sesi I diisi dengan materi perancangan dan analisa kontrak oleh Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., L.LM, Ph.D. Guru besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia ini menjelaskan bahwa ketika merancang kontrak dalam merumuskan klausula/pasal, kita harus tahu konsekuensi setiap katanya baik dari segi hukum, ekonomi, politik, sosial budaya dan sebagainya. “Pentingnya kita sebagai drafter, ketika kita membuat kata, kalimat hukum betul-betul berfikir ke depannya seperti apa. Kontrak harus disusun dengan kesepakatan untuk kepentingan negara sebagai pihak bukan disusun dengan win-win solution” tegasnya.

      

Sistem pendidikan hukum di Indonesia yang tidak mengajarkan bagaimana membuat kalimat hukum yang baik dalam merancang sebuah kontrak, sehingga menyebabkan lemahnya kontrak-kontrak yang dibuat. “Jalur pendidikan hukum kita berbeda dengan jalur pendidikan hukum di negara lain seperti Amerika Serikat, karena jalur pendidikan hukum kita bukan jalur pendidikan profesi tetapi jalur pendidikan akademis. Pendidikan hukum di Indonesia tidak di-design untuk membuat lulusan Sarjana Hukum terampil dalam membuat kontrak, peraturan perundangan-undangan, gugatan dan sebagainya, sehingga para Sarjana Hukum hanya diberikan pengetahuan awal.”ujarnya.

Hikmahanto menerangkan bahwa kontrak terdiri dari empat bagian utama yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, bagian penutup dan lampiran (apabila ada). Bagian pendahuluan berisi mengenai Sub Bagian Pembuka berisi kata pembuka, termasuk penyingkatan judul perjanjian dan tanggal perjanjian, Sub Bagian Pencantuman identitas para pihak berisi elaborasi dari pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian dan Sub Bagian Penjelasan berisi penjelasan mengapa para pihak membuat perjanjian.  Bagian isi memuat Klausula Definisi, Klausula Transaksi, Klausula Spesifik, Klausula Ketentuan Umum. Bagian penutup berisi Sub Bagian Kata Penutup, Sub Bagian Penempatan Tanda Tangan. Sedangkan lampiran memuat Perjanjian yang akan datang tetapi sudah dinegosiasikan, Deskripsi barang atau jasa yang akan ditransaksikan, Legal opinion (pendapat hukum), Financial statement dan Lain-lain sesuai kebutuhan.

Dalam penjelasan mengenai detail kontrak, pria kelahiran Jakarta ini juga menerangkan bahwa dalam menyusun klausa-klausa umum harus memperhatikan kata-kata yang digunakan, seperti penyusunan klausa umum mengenai force majeure (keadaan memaksa) perlu dipilih kata-kata yang jelas dan spesifik serta disepakati oleh kedua pihak. Force majeure dan wanprestasi mempunyai kesamaan bahwa orang yang menjalankan kewajiban tidak dapat menjalankan kewajibannya, sedangkan perbedaannya sangat tipis sekali, sehingga harus dicermati dalam penyusunan pasal keadaan memaksa ini, jangan sampai pihak yang sebenarnya wanprestasi dapat menggunakan pasal keadaan memaksa agar terhindar dari kewajibannya. Keadaan memaksa hanya dapat ditetapkan apabila disepakati oleh kedua pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.”Jadi force majeure itu harus disepakati secara lebih spesifik penggunaan katanya terhadap hal-hal yang menyebabkan terjadinya force majeure” tegasnya.

Memorandum of Understanding (MOU) menurut Hikmahanto secara teoritis merupakan ikatan moral bukan ikatan hukum, akan tetapi dapat menjadi perjanjian jika memenuhi syarat : Tidak ada pasal yang menerangkan MOU akan dilanjutkan dengan perjanjian, Jangka waktu MOU lama, Penyelesaian sengketa MOU melalui proses pengadilan, jumlah pasal dalam MOU banyak dan memuat klausul secara detail.

Teknik negosiasi dalam penyusunan kontrak juga perlu dipelajari bagi penyusun kontrak, agar mempunyai percaya diri dalam bernegosiasi dengan pihak lain, ”teknik negosiasi ini juga penting perlu dikuasai” ujar Profesor Hikmahanto. Permainan emosi juga penting dalam negosiasi untuk mengontrol suasana negosiasi.

Dalam analisa kontrak, Lulusan Program Magister dari Keio University, Jepang ini menjelaskan bahwa yang perlu diperhatikan adalah pihak yang menandatangani kontrak, hak dan kewajiban masing-masing pihak dan pasal-pasal dalam kontrak.

Siang harinya acara dilanjutkan dengan acara accounting for lawyer yang diisi oleh Djohan Pinnarwan, S.E., Ak, CPA. Auditor dari Price Waterhouse Cooper  ini menjelaskan bahwa akuntansi secara umum seperti bahasa pihak dari manajemen dengan sistem informasi untuk menginformasikan apa-apa yang ada di perusahan untuk pihak luar, guna adanya ketertiban antara pemilik dan manajemen perusahaan. “karena pemilik dan manajemen perusahaan terpisah maka dibutuhkan alat, yaitu akuntansi” tegasnya. Selanjutnya Djohan menjelaskan mengenai siklus akuntansi mulai dari penyusunan laporan, audit sampai dengan pendapat auditor atas laporan keuangan tersebut. Laporan keuangan disusun agar informasi yang tercantum dimengerti dan dipahami semua pihak baik oleh penyusun laporan keuangan maupun pihak eksternal perusahaan.

Selanjutnya, Djohan menjelaskan detail mengenai laporan keuangan, dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Untuk memudahkan pemahaman, peserta workshop dibekali dengan contoh laporan perusahaan. Laporan keuangan disusun dari transaksi-transaksi keuangan yang telah terjadi, bukan pemetaan masa depan atau nilai sekarang. Untuk mencatat transaksi harus diikuti oleh bukti yang kuat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Lulusan dari Universitas Gajah Mada ini juga menerangkan bagaimana proses penyusunan, analisis dan audit laporan keuangan. Audit dilakukan mulai dari laporan keuangan, kemudian menelusuri sampai ke bukti transaksi apabila ditemukan kesalahan-kesalahan.

Acara yang dihadiri oleh perwakilan eselon II DJKN dan Kanwil Jakarta ditutup oleh Kepala Subdit Bantuan Hukum, Sungkana yang berpesan agar pengetahuan dan wawasan yang diperoleh dalam acara ini dapat digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi serta dapat men-transfer knowledge kepada teman kerja.(johan dan paundra – Humas DJKN)

    

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini