Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Dirjen Kekayaan Negara: Natural Resources Is Gift Not A Curse
N/a
Kamis, 05 Desember 2013 pukul 12:14:31   |   1344 kali

Jakarta  ̶  Negeri yang terbentang luas dengan kekayaan alam melimpah menjadikan Indonesia sebagai magnet khatulistiwa. Kekayaan alam yang terhampar di darat, laut dan udara sudah seharusnya menjadi sumber pendapatan negara dan penghidupan bagi rakyatnya. Kekayaan alam yang melimpah tersebut tentunya harus dibarengi dengan pengelolaan yang baik agar manfaatnya dapat dinikmati seluruh Rakyat Indonesia secara merata.

Berangkat dari kesadaran untuk mengelola kekayaaan alam yang melimpah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berinisiatif menyusun Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara sebagai payung hukum pengelolaan kekayaan negara yang terintegrasi, harmonis, komprehensif dan berkelanjutan, serta melindungi hak-hak masyarakat secara seimbang.

Penguatan aspek fiskal serta pengawasan dan pengendalian terkait pengelolaan kekayaan negara merupakan salah satu urgensi penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN) ini. Namun urgensi fiskal tersebut tidak lantas menjadikan RUU PKN ini menjadi kepentingan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)  saja, tetapi juga seluruh elemen terutama pengelola sektoral. “RUU PKN sangat penting tidak saja bagi Kemenkeu, tetapi juga pemerintah, karena upaya pemerintah mengatur kekayaan negara melalui kementerian di berbagai sektor ternyata masih memiliki room improvement,” ujar Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto pada pembukaan Rapat Panitia Antar Kementerian (PAK) Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Pengelolaan Kekayaan Negara (PKN) yang diselenggarakan pada 4 Desember 2013 di Hotel Novotel, Jakarta.

3.433 Triliun Rupiah aset Indonesia yang tercatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2012 Audited ternyata belum mencerminkan kekayaan negara secara keseluruhan karena nilai tersebut hanya berasal dari Barang Milik Negara (BMN) yang tercatat  di kementerian/lembaga. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah belum tercatat di dalamnya. Untuk memunculkan nilai tersebut tentu perlu adanya sinergi dari pengelolaan fiskal dan pengelolaan sektor kekayaan negara. “Sinergi dan koordinasi pengelolaan fiskal dan pengelolaan sektor ini nantinya akan terefleksikan dalam UU PKN,” tegas Hadiyanto.

Meskipun demikian Rapat PAK RUU PKN ini merupakan kelanjutan kegiatan penyusunan RUU PKN yang telah didahului dengan Forum Group Discussion (FGD) dengan mengundang pakar-pakar di bidang pengelolaan kekayaan negara baik praktisi maupun akademisi. Selain FGD dan Rapat PAK RUU PKN, Panitia Penyusunan RUU PKN juga telah mengadakan studi banding pengelolaan kekayaan negara ke berbagai negara yaitu Afrika Selatan, Swedia dan Selandia Baru demikian diungkapkan Direktur Barang Milik Negara (BMN) Chalimah Pujiastuti dalam pidato pertanggungjawaban kegiatan Tim Penyusunan RUU PKN.  “RUU PKN ini telah masuk dalam daftar RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010-2014, nomor urut ke-104,” ungkap Chalimah sebagai Ketua Pelaksana Tim Penyusunan RUU PKN.

Kebutuhan akan payung hukum pengelolaan kekayaan negara yang komprehensif dirasa kian penting mengingat saat ini masih banyak kekayaan negara terutama yang berasal dari alam, hanya dinikmati oleh segelintir kalangan yang tentunya akan mengakibatkan ketimpangan kemakmuran. ketimpangan tersebut salah satunya disebabkan oleh kurang terintegrasinya peraturan-peraturan di bidang pengelolaan kekayaan negara yang tersebar di berbagai sektor. Untuk itu diperlukan undang-undang yang dapat mengintegrasikan seluruh kompononen peraturan pengelolaan kekayaan negara sekaligus melengkapi kekurangan dan menutup room improvement yang ada. Demikian Hadiyanto menjelaskan di depan para peserta rapat yang berasal dari beberapa Kementerian yang tergabung dalam PAK RUU PKN.

Dalam pidatonya membuka Rapat PAK RUU PKN, Hadiyanto juga mencermati isu divestasi, dimana pengusaha-pengusaha tambang, hutan, dan sektior lain yang terkait kekayaan alam yang beroperasi di Indonesia tiba-tiba melakukan listing di pasar modal asing. “ Isu ini perlu kita cermati, perlu dilakukan control, agar perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan listing di luar negeri yang mengakibatkan kekayaan alam indonesia dikuasai oleh pihak asing,” ungkap Hadiyanto.

Rapat PAK RUU PKN ini digelar guna menampung masukan-masukan dari anggota PAK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Rapat PAK kali ini menitik beratkan pada pembahasan kekayaan negara yang dikuasai oleh negara.

Dalam pembahasan dan diskusi yang dipimpin oleh Soepomo selaku Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL) dan dimoderatori oleh Direktur BMN Chalimah Pujiastuti , terangkum beberapa masukan dan harapan yang disampaikan oleh anggota PAK RUU PKN ini. Intergrasi yang benar-benar baik dan tidak terjadi tumpang tindih peraturan serta pertentangan aturan menjadi isu utama dalam pembahasan ini. “ Jangan sampai timbul ketidakpastian hukum, mengingat ini adalah undang-undang  ‘induk’ dari ‘anak-anak’ yang sudah lahir (undang-undang sektoral). Terkait sanksi pidana perlu sinkronisasi yang benar-benar baik mengingat sanksi pidana juga telah diatur di undang-undang sektor-nya,” kata Arif Kristiono peserta rapat dari Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Senada dengan Arif, Sigit dari Direktorat Pendapatan dan Investasi Daerah Kementerian Dalam Negari dan Sutrisno Subagyo dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pun mengharapkan RUU PKN ini dapat mengintegrasikan kepentingan fiskal dan sektoral antara pemerintah pusat dengan daerah.

Menanggapi berbagai masukan dan harapan anggota PAK RUU PKN ini, Soepomo menyatakan bahwa sinkronisasi sudah dilakukan salah satunya dengan menggelar FGD dan Rapat ini, namun pihaknya tidak menutup pintu bagi masukan-masukan lain dari kementerian/lembaga dan masyarakat sehingga nantinya RUU PKN ini benar-benar menjadi payung hukum yang dapat memenuhi harapan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat.

Terkait integrasi sektor fiskal dan sektoral, Ekka Sri Sukadana Kepala Subdirektorat Kekayaan Negara Lain-lain I Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa saat ini pengelola fiskal (Kementerian Keuangan-red) seolah-olah hanya sebagai mediator fiskal antara kementerian sektor ke Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) saja, sedangkan yang face to face pengelolaan sektornya adalah unit sektoral tersebut dengan DPR. “Dengan RUU PKN ini nuansa yang diharapkan adalah pengelola fiskal dan pengelola sektoral bersama-sama nenentukan target fiskal pengelolaan kekayaan negara dan strategi pencapaiannya  untuk kemudian diajukan ke DPR,” tegas Ekka.

Melengkapi  pernyataan Ekka, Kepala Subdirektorat BMN I Aloysius Yanis Dhaniarto mengungkapkan bahwa pengelolaan fiskal dan sektoral yang terintegrasi ini tentunya juga melibatkan pemerintah daerah (Pemda), untuk itu pemerintah pusat dan daerah perlu duduk bersama membahas RUU PKN ini. “ Kami akan mengundang Pemda untuk duduk bersama membahas RUU PKN ini,” tegas Yanis.

Pengelolaan kekayaan negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Cita-cita luhur yang harus diwujudkan melalui kerja keras dan integrasi semua pihak baik pengelola fiskal dan sektoral. Pengesampingan ego dan mengutamakan kepentingan rakyat kiranya menjadi kunci kesuksesan pengelolaan kekayaan negara yang memberi manfaat optimal yang merata dan berkelanjutan. Mengutip ungkapan direktur Jenderal Kekayaan Negara, “Natural resources harus menjadi berkah bagi semua, It is a gift, not a curse.” (Bend dan Uun-Humas)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini