Jakarta - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih
Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) melakukan
serangkaian langkah-langkah penanganan aset properti, salah satunya dengan
melakukan pemanggilan kepada Notaris selaku pejabat pembuat akta yang berkaitan
dengan Debitur dan Obligor penerima dana BLBI. Untuk mengoptimalkan upaya
penanganan tersebut, Satgas BLBI menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan
tema Prosedur Permohonan Keterangan Notaris Dalam Rangka Penagihan
Obligor/Debitur pada Senin (29/8) di aula Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) secara hybrid tatap muka dan zoom meeting yang dihadiri
oleh segenap anggota Satgas BLBI.
Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Satgas BLBI Purnama T.
Sianturi menyampaikan arahan Ketua Satgas BLBI bahwa Satgas BLBI menghadapi
kendala untuk memanggil Notaris yang harus dengan persetujuan dari Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
“FGD ini diharapkan mampu memperoleh solusi berupa prosedur
permohonan keterangan, informasi, dan dokumen terhadap Notaris untuk keperluan
penagihan Obligor/Debitur oleh Satgas BLBI, sehingga tidak menimbulkan
permasalahan hukum baru terhadap penyelesaian pengembalian Dana BLBI,” ujarnya.
Purnama mengemukakan bahwa pemerintah memerlukan solusi
atas permasalahan tersebut, mengingat hak negara perlu segera dikembalikan.
Negara dalam hal ini tidak hanya bertindak selaku kreditur, tetapi juga sebagai
lembaga yang mempunyai hak menguasai dan melakukan tindakan hukum atas kekayaan
negara yang berasal dari kekayaan bank atau yang menjadi hak bank yang
memperoleh fasilitas dana BLBI.
“Penerima manfaat dari kegiatan Satgas BLBI adalah
Pemerintah Indonesia secara umum dan Menteri Keuangan secara khusus sebagai
Bendahara Umum Negara (BUN) dalam bentuk PNBP atas recovery dana yang
dikucurkan pada tahun 1998 yang nantinya akan dipergunakan untuk pembangunan
nasional,” lanjutnya.
Jalannya diskusi mengenai Prosedur Permohonan Keterangan
Notaris kali ini dipimpin oleh Kepala Subdirektorat Pengelolaan Kekayaan Negara
II Rina Yulia sebagai moderator, dengan mengundang dua narasumber yaitu
Koordinator Notariat Ditjen Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Andi
Yulia Hertati, dan Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) DKI Jakarta
Ediwarman Gucci.
Koordinator Notariat, Andi menyampaikan bahwa notaris tunduk pada UUJN, di mana dalam pasal 16 disebutkan bahwa salah satu kewajiban notaris adalah merahasiakan isi akta. Meskipun demikian, dalam hal dibutuhkan untuk proses peradilan sebagaimana diatur dalam pasal 66 UUJN, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan MKNW dapat memanggil notaris untuk memberikan keterangan .
Ketua MKNW DKI Jakarta Ediwarman menambahkan bahwa dalam
penanganan aset properti ini Satgas BLBI juga perlu memperhatikan jenis akta
dimaksud merupakan wewenang sebagai Notaris atau sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). MKNW yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM memberikan
persetujuan terkait akta notaris sebagai pelaksanaan tugas dan fungsi Notaris.
Sedangkan untuk akta PPAT, Satgas BLBI dapat berurusan dengan Majelis Pengawas
PPAT yang berkedudukan di Kementerian ATR/BPN.
“Jadi harus dipilah-pilah dulu,” jelasnya.
Lebih lanjut, terkait permasalahan yang dihadapi oleh
Satgas BLBI, Edi merekomendasikan Satgas BLBI untuk membuat dalil bahwa Satgas
BLBI merupakan kelanjutan dari kreditur atau sebagai bagian dari pihak,
sehingga Satgas BLBI berhak mendapatkan salinan akta. Sedangkan terkait dengan
permohonan keterangan notaris, Satgas BLBI tetap membutuhkan persetujuan dari
MKNW. Dalam hal kemudian notaris tetap menolak memberikan jawaban terkait isi
akta, Edi merekomendasikan Satgas BLBI untuk membuat laporan kepada Majelis
Pengawas Daerah yang menangani pengaduan masyarakat. “Nanti di situ akan
dinilai apakah notaris menolak itu dibenarkan atau dipersalahkan,” pungkasnya.
Dalam FGD tersebut, para peserta baik yang merupakan
anggota satgas BLBI maupun pegawai DJKN melakukan tanya jawab terkait case-case
yang ada di lapangan kepada para narasumber. (lia/das)