Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Penagihan Piutang Negara Naik 51%
N/a
Kamis, 25 Juni 2009 pukul 13:34:39   |   791 kali

Aset negara capai Rp346,49 triliun

JAKARTA (Bisnis Indonesia, Kamis, 25/06/2009 00:38 WIB): Pemerintah mencatat total piutang negara hingga 15 Juni 2009 mencapai Rp53,8 triliun dengan target penagihan Rp1,06 triliun atau naik 51,22% dari sasaran tahun lalu Rp704,55 miliar.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Hadiyanto mengatakan piutang negara tersebut tercatat dalam 170.525 berkas, termasuk di dalamnya piutang Bank Dalam Likuidasi dan piutang para obligor eks BPPN.

Komposisinya terdiri dari piutang negara melalui perbankan sebesar Rp21,5 triliun dan piutang nonperbankan Rp32,3 triliun.

"Pengurusan piutang yang ditargetkan selesai pada 2009 sebesar Rp1,06 triliun atau naik 51,22% dari target 2008," jelas dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, kemarin.

Adapun realisasi penyelesaian piutang negara hingga Mei 2009 baru mencapai Rp146 miliar. Menurut Hadiyanto, banyak masalah klasik yang hingga kini mempersulit penagihan piutang tersebut. Dia menyebut kendala itu a.l. payung hukum yang digunakan sudah tidak relevan pada kondisi sekarang, banyak obligor yang kurang kooperatif dalam menyelesaikan utang, dan banyak pula yang sudah meninggal.

"Selain itu banyak utang yang tidak didukung barang jaminan atau barang jaminan tidak menutupi jumlah utang. Terakhir, sering kali aset yang dijaminkan tidak laku dijual dalam proses lelang."

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mendesak pemerintah untuk mengumumkan nama-nama orang yang berutang pada negara. Dia mempertanyakan kinerja pemerintah dalam upaya menyelesaikan piutang negara.

Dia mengingatkan ada obligor yang juga politikus dengan total utang lebih dari US$10 juta melalui Bank Mandiri. Akan tetapi, orang tersebut hingga kini masih bebas berkeliaran tanpa membayar utang.

"Dulu dia kenceng benar mau jadi capres, tapi sekarang tidak lagi. Moralnya bagaimana? Utang sama negara, tapi mau jadi capres. Nilainya yang saya tahu waktu itu US$10 juta, tapi sekarang pasti lebih karena bunganya membengkak," tuturnya.

Untuk itu, dia meminta pemerintah melalui Ditjen Kekayaan Negara mengejar kewajiban yang tercatat sudah sejak lama sebelum Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terbentuk.
"Dalam bukunya, dia mencatatkan itu sebagai utang. Utang ini mengurangi untung dia. Artinya, dia tidak bayar PPh atau tidak setor ke negara. Enak bener dia. Untuk membiayai iklan politik puluhan miliar dia bisa, kok bayar utang tidak."

Menanggapi kesulitan pemerintah menagih utang, Melchias menganjurkan untuk mengacu kepada ketentuan perundang-undangan. Proses lelang aset yang dijaminkan obligor itu bisa dijadikan solusi dan jika nilai aset tidak sepadan dengan nominal utang. "Kalau dia tidak punya aset, masukkan pidana, selesai kan?"

Tanpa menyebutkan identitas obligor, Hadiyanto membenarkan pernyataan Melchias dan memastikan nilai piutang obligor tersebut sudah melampaui nilai awal US$10 juta. Untuk itu, pihaknya terus melakukan penagihan utang terhadap tokoh politik tersebut. "Jumlahnya lebih dari US$10 juta."

Aset negara

Pada bagian lain, Hadiyanto mengungkapkan nilai aset negara yang tercatat hingga 15 Juni 2009 mencapai Rp346,49 triliun. Jumlah tersebut berasal dari aset negara di KKKS sebesar Rp303,39 triliun, aset eks Pertamina Rp28,04 triliun, dan aset barang milik asing yang dikelola negara Rp1,35 triliun.  

Selain itu, aset negara yang dikelola oleh PT PPA sebesar Rp5,06 triliun, BPPN Rp6,64 triliun, dan aset negara yang tersebar di 12 bank dalam likuidasi Rp2,01 triliun.

Dari keseluruhan total aset negara yang tercatat tersebut, sebanyak Rp18,37 triliun telah digunakan sebagai aset dasar penjaminan untuk penerbitan obligasi syariah negara atau sukuk. Selanjutnya, sebesar Rp27,29 triliun aset lainnya milik K/L akan digunakan untuk keperluan serupa dan tengah menunggu persetujuan dari DPR.

Hadiyanto juga meyakini penyelesaian penertiban dan inventarisasi aset negara akan menghasilkan modul data kekayaan negara yang terintegrasi dan dapat menghemat belanja modal hingga 30% pada 2011.

Dia mengatakan arah pengelolaan aset negara melalui inventarisasi dan penilaian akan menghasilkan database yang terintegrasi dan andal.

Saat ini, pihaknya tengah menyiapkan penyusunan modul kekayaan negara dengan membangun sistem pengawasan sehingga diharapkan sudah bisa diterapkan pada 2011.

"Saat ini pencatatan aset di kementerian dan lembaga [K/L] setiap tahun sekitar Rp12 triliun-Rp15 triliun. Nantinya, melalui modul terintegrasi akan menurunkan belanja modal 30%," jelas dia. (16) (redaksi@bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia,

Bisnis.com (URL : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/ekonomi-makro/1id124468.html)
© Copyright 1996-2009 PT Jurnalindo Aksara Grafika

Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini