Yogyakarta – Milenial bisa
punya rumah nggak sih? Menjawab pertanyaan ini, Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) bersama PT. Sarana Multigriya Finansial (Persero) hadir
di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) pada Kamis,
31 Oktober 2019. Pada kegiatan bincang santai ini, Kepala Subdirektorat
Kekayaan Negara Dipisahkan II DJKN Muhammad Nahdi menekankan bahwa pemerintah
senantiasa memberikan dukungan terhadap penyediaan perumahan, terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Supaya bisa memahami dukungan pemerintah
terhadap perumahan (penyediaan perumahan-red), terlebih dahulu harus tahu
isu-isunya,” ujar Nahdi.
Lebih lanjut Nahdi menjelaskan
bahwa terdapat empat permasalah utama dalam penyediaan perumahan masyarakat
yaitu affordabililty, accessability, availability, dan sustainability.
Isu affordabililty terkait dengan kemampuan/daya beli masyarakat yang
masih rendah. Selain itu, akses (accessability) masyarakat untuk
mendapat kredit perumahan juga masih terbatas. Dari sisi pasokan (availability),
ketersediaan rumah tapak maupun rusun juga masih terkendala skim pembiayaan yang
juga masih terbatas. Belum lagi kendala sumber pembiayaan untuk penerbitan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) yang masih mengandalkan sumber pembiayaan jangka pendek,
padahal Kontrak KPR adalah jenis kontrak jangka panjang. Ketidaksesuaian ini
menimbulkan masalah maturity mismatch pada penyalur kredit.
“Pemerintah mendukung dari dua
sisi, yaitu supply dan demand,” ungkap Nahdi.
Untuk mendukung pembiayaan
perumahan, pemerintah menyediakan program subsidi KPR dengan menggunakan skema
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang kemudian populer dengan
sebutan KPR FLPP. Program ini diselenggarakan oleh Pusat Pengelolaan Dana
Pembiayaan Perumahan (PPDPP) dan PT SMF. Sedangkan dari segi belanja, pemerintah
melalui Kementerian PUPR menyediakan berbagai program seperti Bantuan
Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan
masih banyak lagi.
“Sampai dengan Agustus 2019,
jumlah rupiah yang sudah disalurkan oleh pemerintah melalui program FLPP adalah
Rp42 T atau sebanyak 633 ribu unit rumah,” kata Nahdi.
Meskipun kebutuhan rumah yang
harus dipenuhi masih sangat besar, namun Nahdi menekankan bahwa pemerintah
tidak henti-hentinya mendukung program penyediaan perumahan. Hal serupa juga
disampaikan oleh Direktur Utama PT SMF Ananta Wiyogo.
Ananta juga menjelaskan dengan
lebih spesifik mengenai peran PT SMF dalam penyediaan tempat tinggal. Sebagai BUMN
yang dimiliki 100% oleh pemerintah, SMF memiliki empat program strategis yaitu
program penurunan beban fiskal melalui FLPP, program KPR pasca bencana, program
pengembangan rumah di daerah kumuh, dan program pembiayaan homestay.
Ananta mengaku pihaknya sedang
meriset pasar milenial. “Kita juga ingin melihat tipe rumah seperti apa sih
yang diinginkan milenial? Kisaran harga berapa sih? Lokasi di mana sih?” ujarnya.
Saat ini PT SMF telah bekerja sama dengan GRAB untuk membantu masyarakat
berpenghasilan tidak tetap untuk mendapatkan KPR. Ananta berharap program perumahan
untuk milenial juga dapat diwujudkan dengan skema yang lebih beragam.
“SMF akan membantu tapi lewat multifinance
company. Hal itu sudah terjadi, kita lihat perkembangannya,” ujarnya.
PT SMF juga berharap pada Bank
Pembangunan Daerah (BPD) untuk dapat menyalurkan KPR. Ananta mencontohkan BPD
Papua yang merupakan salah satu BPD terbaik penyalur KPR untuk MBR.
Ketua Program Studi Magister
Ekonomika Pembangunan FEB UGM Dumairy berharap kegiatan Kuliah Umum ini dapat
menginspirasi para mahasiswa untuk merencanakan investasi berupa pembelian
rumah dengan baik. “Keong saja sejak lahir punya rumah,” guraunya.
Kegiatan ini juga turut dihadiri dan
didukung oleh Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Yogyakarta
beserta jajaran. (Humas DJKN)