Surabaya – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) c.q. Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain (PNKNL)
terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan regulasi yang mengatur tentang piutang negara. Usaha
penyempurnaan regulasi ini dilakukan dengan melaksanakan Focus Group Discussion (FGD)
dengan tema Pengelolaan Piutang Negara bersama dengan Kantor Wilayah DJKN Jawa
Timur dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) jajarannya pada Kamis, (17/10) di Kantor Wilayah DJKN Jawa Timur di Surabaya.
Kepala Bidang Piutang Negara Kanwil DJKN Jawa
Timur selaku pimpinan FGD
Pantjananto, memaparkan bahwa sudah saatnya pola penanganan piutang negara
harus diubah, dari “pengurusan” yang sifatnya imperatif (memaksa) menjadi “pengelolaan”
yang lebih mengutamakan aspek preventif (pencegahan).
Narasumber dari Direktorat PNKNL Margono Dwi Susilo menegaskan bahwa tidak mudah untuk mengambil peran sebagai pengelola piutang negara. Saat ini, tugas dan fungsi DJKN lebih pada pengurusan piutang negara berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Dalam undang-undang ini, peran DJKN lebih sebagai pelaksana tugas panitia dalam melaksanakan law enforcement di bidang piutang Negara, seperti melakukan tindakan paksa, sita, pencegahan dan pengajuan lelang.
“Padahal, tantangan
pekerjaan di bidang piutang negara bukan lagi pada law enforcement,
tetapi lebih pada pengelolaan piutang, termasuk penatausahaan, pengendalian dan
pengawasan, ungkapnya.
Kegiatan FGD yang dilakukan
Direktorat PNKNL ini dilaksanakan serentak di empat kota. Selain Surabaya juga dilaksanakan di Serang, Surakarta dan Bandung
untuk sebanyak mungkin menggali masukan tentang konsep pengelolaan piutang negara.
Narasumber FGD lainnya, Amri Firmansyah menegaskan saat ini ada empat pihak yang melakukan pengelolaan, yaitu
Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai pemilik piutang, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan dan DJKN. ”Perlu disusun regulasi komprehensif
yang bisa memadukan semua aspek pengelolaan. Jangan sampai regulasi tentang
pengelolaan piutang negara hanya berupa kumpulan peraturan yang sudah ada tanpa
memberikan prinsip dasar yang kuat dan mengikat,” ujarnya.
Dalam FGD di Surabaya terdapat beberapa
masukan diantaranya, apakah piutang daerah juga akan dikelola oleh DJKN,
bagaimana membangun sistem yang terintegrasi agar konsep ini tidak terkesan
menambah pekerjaan K/L, sanksi yang tegas bagi K/L yang tidak melakukan
pengelolaan piutang secara disiplin, mengingat pengelolaan piutang negara akan
mengatur lintas K/L sebaiknya diatur
setingkat peraturan pemerintah, dan sebagainya. (Narasi
Margono Dwi Susilo & Foto Dit PNKNL)