Bogor - Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) menyelenggarakan workshop
Current Issue dan Proses Bisnis
Pertambangan Batubara dan Migas di Indonesia pada Rabu (25/9) di Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bogor.
Kepala Subdirektorat Kekayaan Negara
Lain-Lain (KNL) II Sugiwanto mengatakan bahwa workshop ini bertujuan untuk menggali informasi dari regulator dan
para pelaku usaha pertambangan batubara dan migas sebagai salah satu bahan bagi
DJKN dalam penyusunan Modul Tata Cara Penyusunan Laporan Potensi Fiskal Sumber
Daya Alam (SDA).
Workshop ini menghadirkan narasumber
dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) dan Direktorat Jenderal
Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selaku regulator di sektor
pertambangan batubara dan migas, PT. Kaltim Prima Coal sebagai pelaku usaha di sektor pertambangan batubara , serta
PT. Pertamina Hulu Energi West Madura
Offshore (PHE WMO) sebagai pelaku usaha di sektor migas.
Sugiwanto menuturkan bahwa DJKN
bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) sebelumnya telah menyusun draft Modul Tata Cara Penyusunan Laporan
Potensi Fiskal SDA. “Saat ini kami sedang menjaring masukan untuk penyempurnaan
draft tersebut, dan dengan
diselenggarakannya workshop ini saya
berharap dapat memberikan pemahaman baru sehingga dapat melahirkan masukan-masukan
yang konstruktif,” ujarnya.
Modul Tata Cara Penyusunan Laporan
Potensi Fiskal SDA sendiri merupakan panduan dalam menyusun Laporan Potensi
Fiskal SDA. Dalam Modul Tata Cara Penyusunan Laporan Fiskal SDA tersebut akan diatur
kaidah-kaidah dalam proses analisis potensi fiskal SDA, yang meliputi potensi-potensi
penerimaan negara maupun potensi-potensi pengeluaran negara.
“Syarat dalam melakukan analisis
potensi fiskal SDA adalah memahami terlebih dahulu proses bisnis dari
pengelolaan dari SDA itu sendiri, sehingga workshop
ini merupakan sarana yang tepat untuk menggali hal tersebut dan menjadi
salah satu kontribusi nyata DJKN dalam penyusunan Laporan Potensi Fiskal SDA,”
terang Sugiwanto.
Paparan dan diskusi pada workshop secara garis besar membahas
mengenai proses bisnis dan aktivitas pertambangan batubara dan hulu migas,
tantangan dan going concern dari
pengusahaan pertambangan batubara dan hulu migas, serta isu-isu eksternalitas
dari pengusahaan pertambangan batubara dan migas.
Peserta workshop dapat menggali informasi mengenai potensi-potensi
penerimaan negara yang berasal dari kegiatan ekstraksi atau produksi serta
jumlah potensi fisik dan nilai yang dapat diekstraksi atau diproduksi secara
berkelanjutan.
Selain dari sisi penerimaan negara,
potensi-potensi pengeluaran negara khususnya terkait perlindungan lingkungan
dan pengelolaan sumber daya menjadi salah satu topik yang didiskusikan, mengingat
dalam menghasilkan analisis potensi fiskal yang komprehensif kedua potensi
tersebut (penerimaan dan pengeluaran-red) harus dapat dijabarkan dengan baik.
Chief
Operating Officer PT.
Kaltim Prima Coal Muhammad Rudy sebagai narasumber pertama menegaskan bahwa
berbeda dengan sektor migas, harga pasar dari batubara sangat sulit untuk
ditentukan, mengingat harga batubara ditentukan oleh kualitas kalori dari
batubara itu sendiri. Hal ini diamini oleh Fungsional Analis Kebijakan pada Direktorat
Jenderal Minerba Juanda Volo Sinaga sebagai narasumber yang berbicara dari
sudut pandang regulator di sektor minerba. Juanda Volo menjelaskan bahwa 31%
sumber daya batubara di Indonesia tergolong berkualitas rendah sehingga
diperlukan proses peningkatan nilai tambah batubara yang tentunya akan
memerlukan tambahan biaya yang tidak sedikit.
Persamaan dari sektor tambang batubara
dan migas menurut Kepala Subdirektorat Pengawasan Eksploitasi Migas Prima K.
Panggabean sebagai narasumber yang mewakili Direktorat Jenderal Migas adalah
bahwa kedua sektor tersebut sama-sama memiliki risiko ketidak berhasilan
eksplorasi yang besar. “Namun, untuk batubara kecenderungan tingkat
keberhasilannya lebih besar jika dibandingkan dengan migas, karena untuk migas
apa yang ada dipermukaan belum tentu menggambarkan kondisi di bawah perut bumi”
terangnya.
Senada dengan apa yang disampaikan
Prima, Pjs. General Manager PT. PHE
WMO yang menjadi narasumber mewakili pelaku usaha di sektor migas menegaskan
bahwa dengan tingkat risiko ketidak berhasilan eksplorasi yang besar maka tentu
saja biaya eksplorasi dari sektor migas cenderung besar.
Adanya persamaan dan perbedaan antara
sektor tambang batubara dan migas tentu saja menyebabkan DJKN yang diamanatkan
untuk melakukan monetasi dari kedua sektor tersebut harus mempunyai pengetahuan
yang menyeluruh terkait proses bisnis dari sektor tambang batubara dan migas,
mulai dari proses eksplorasi, eksploitasi dan pasca eksploitasi (kewajiban
pengembalian kualitas lingkungan-red).
Kementerian Keuangan tidak hanya
diberikan amanat untuk menyusun Laporan Potensi Fiskal SDA, tetapi juga
dituntut untuk merumuskan analisis kebijakan makro yang tepat dan menciptakan
kebijakan penerimaan negara yang kredibel utamanya di sektor pertambangan dan
migas. Oleh karenanya workshop tidak
hanya melibatkan pihak internal DJKN, tetapi juga melibatkan Badan Kebijakan
Fiskal (BKF). (day/aja)