Jakarta – PT. Geo Dipa Energi (GDE)
menyelenggarakan Focus Group Discussion
(FGD) membahas tentang Dana Perubahan Iklim dan Pendanaan Perubahan Iklim di
Indonesia bertempat di Aula Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada
Rabu (26/9). FGD yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dibawah pembinaan Kementerian Keuangan ini diikuti oleh perwakilan dari Badan
Kebijakan Fiskal (BKF), PT. GDE, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Direktorat
Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) DJKN, serta Tenaga Pengkaji Restrukturisasi,
Privatisasi, dan Efektivitas KND DJKN.
Dalam FGD tersebut, Direktur Utama PT GDE Riki Firmandha Ibrahim menjelaskan bahwa
biaya rata – rata dari penggunaan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) semakin
menurun. Menurutnya, biaya per Kwh listrik yang bersumber dari EBT sekarang ini
lebih murah dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil dikarenakan tidak
adanya biaya akibat adanya karbondioksida dan biaya akibat dampak polusi udara.
“Seringnya biaya karbondioksidan dan biaya polusi udara tidak dihitung sehingga
penggunaan EBT terlihat lebih mahal,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dengan menggunakan EBT maka
energi bisa digunakan terus menerus dan biaya produksinya tidak dipengaruhi
harga pasar, berbeda dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil misalnya
batu bara yang biaya produksinya dipengaruhi harga pasar batu bara dunia. “Penggunaan bahan bakar fosil tidak hanya
biaya yang lebih mahal, tetapi juga berdampak pada kehidupan masa depan.,” simpulnya.
Melanjutkan penjelasan tersebut, Kepala Pusat Kebijakan
Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Parjiono memaparkan bahwa Konvensi
Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) telah
membentuk Green Climate Fund (GCF)
yang telah beroperasi sejak 2015 di Songdo, Korea Selatan.
Parjiono mengungkapkan bahwa dana yang disediakan untuk
membantu negara-negara berkembang dalam menjalankan praktik-praktik adaptasi
dan mitigasi menghadapi perubahan iklim ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia, diantaranya
dalam sektor energi, transportasi, kehutanan, bangunan hijau, perkotaan,
kesehatan serta ketahanan pangan dan air.
Ia menambahkan bahwa proposal pendanaan harus disusun oleh Accredited Entities (AE) yaitu PT SMI,
dan mendapatkan surat pernyataan tidak berkeberatan dari Pemerintah. “Ini untuk
memastikan bahwa program yang diajukan sejalan dengan prioritas nasional,” imbuhnya.
(tim humas)