Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Green Climate Fund untuk Pembangunan di Indonesia
Azif Qurba Rahman
Kamis, 27 September 2018 pukul 22:32:11   |   973 kali

Jakarta – PT. Geo Dipa Energi (GDE) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) membahas tentang Dana Perubahan Iklim dan Pendanaan Perubahan Iklim di Indonesia bertempat di Aula Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada Rabu (26/9). FGD yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah pembinaan Kementerian Keuangan ini diikuti oleh perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF), PT. GDE, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) DJKN, serta Tenaga Pengkaji Restrukturisasi, Privatisasi, dan Efektivitas KND DJKN.

Dalam FGD tersebut, Direktur Utama PT GDE Riki Firmandha Ibrahim menjelaskan bahwa biaya rata – rata dari penggunaan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) semakin menurun. Menurutnya, biaya per Kwh listrik yang bersumber dari EBT sekarang ini lebih murah dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil dikarenakan tidak adanya biaya akibat adanya karbondioksida dan biaya akibat dampak polusi udara. “Seringnya biaya karbondioksidan dan biaya polusi udara tidak dihitung sehingga penggunaan EBT terlihat lebih mahal,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dengan menggunakan EBT maka energi bisa digunakan terus menerus dan biaya produksinya tidak dipengaruhi harga pasar, berbeda dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil misalnya batu bara yang biaya produksinya dipengaruhi harga pasar batu bara dunia. “Penggunaan bahan bakar fosil tidak hanya biaya yang lebih mahal, tetapi juga berdampak pada kehidupan masa depan.,” simpulnya.

Melanjutkan penjelasan tersebut, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Parjiono memaparkan bahwa Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) telah membentuk Green Climate Fund (GCF) yang telah beroperasi sejak 2015 di Songdo, Korea Selatan.

Parjiono mengungkapkan bahwa dana yang disediakan untuk membantu negara-negara berkembang dalam menjalankan praktik-praktik adaptasi dan mitigasi menghadapi perubahan iklim ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia, diantaranya dalam sektor energi, transportasi, kehutanan, bangunan hijau, perkotaan, kesehatan serta ketahanan pangan dan air.

Ia menambahkan bahwa proposal pendanaan harus disusun oleh Accredited Entities (AE) yaitu PT SMI, dan mendapatkan surat pernyataan tidak berkeberatan dari Pemerintah. “Ini untuk memastikan bahwa program yang diajukan sejalan dengan prioritas nasional,” imbuhnya. (tim humas)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini