Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyelenggarakan Sosialisasi
Pengawasan dan Pengendalian(Wasdal) Barang Milik Negara (BMN) pada Selasa
(18/09/2018). Sosialisasi yang mengangkat tema Penatausahaan dan Pengelolaan Atas
Persediaan dan Aset Tetap ini dibuka langsung oleh Direktur Jenderal Kekayaan
Negara Isa Rachmatarwata.
Isa dalam sambutannya menyatakan
opini wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
2017 memberikan tanggung jawab yang lebih besar bagi para unit akuntansi
instansi untuk mempertahankannya. “WTP bukan berarti laporan keuangan telah
disajikan dengan sangat sempurna, oleh karena itu kita tidak bisa berhenti di
sini, kita harus semakin cermat dan semakin
detil dalam menyajikan laporan keuangan,” tegas Isa.
Lebih lanjut Isa mengatakan
tujuan diadakannya sosialisasi ini adalah untuk mewujudkan laporan keuangan
yang berkualitas wajar tanpa pengecualian.”BPK (Badan Pemeriksa Keuangan-red) telah
melakukan audit LKPP dan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKK/L). Untuk 2017
ada catatan terkait pengelolaan aset yang harus menjadi perhatian bersama baik
DJKN selaku pengelola barang maupun K/L sebagai pengguna,” papar Isa.
Isa mengatakan temuan tersebut
diantaranya pencatatan persediaan pada 51 K/L yang belum tertib. Belum
tertibnya pencatatan persediaan yaitu menyangkut nilai persediaan di neraca
tidak dapat diyakini kewajaannya, selisih saldo persediaan antara neraca dan
laporan yang tidak dapat dijelaskan, serta likuidasi persediaan yang berupa
barang persediaan untuk dijual/diserahkan ke masyarakat yang tidak didukung berita
acara stock opname atas barang
tersebut.
Temuan tersebut menurut Isa
adalah menyangkut isu operasional sehari-hari yang dilakukan pada satuan kerja K/L
sehingga temuan BPK tidak hanyta diselesaikan dengan memberikan argumen pada
saat pemeriksaan, tetapi harus dilakukan perbaikan dalam proses kerja.
Selain terkait persediaan BPK juga
memberikan catatan terhadap penatausahaan dan pencatatan aset tetap pada 72 K/L
yang dinilai belum tertib. Catatan atas aset tetap tersebut diantaranya adalah
adanya aset tetap yang belum ada dokumen kepemilikannya, aset tetap yang tidak
diketahui keberadaannya, dan aset tetap dikuasai pihak lain yang tidak sesuai
dengan aturan pengelolaan BMN.
Pada revaluasi BMN 2017, tim
menemukan adanya barang berlebih, namun disamping itu ada pula barang yang tidak
ditemukan keberadaanya, sehingga menurut Isa catatan BPK ini relevan dengan
kondisi yang ada, dan sekali lagi menuntut perhatian dari DJKN dan K/L selaku
pengguna barang.
Wasdal BMN Harus Optimal
Sementara itu, Direktur Barang
Milik Negara DJKN Encep Sudarwan dalam paparannya mengatakan bahwa hal-hal yang
telah diungkapkan Dirjen Kekayaan Negara pada sambutannya semakin membuktikan
perlunya pengawasan dan pengendalian BMN. “Hasil revaluasi kemarin menunjukkan
angka-angka luar biasa dari barang ditemukan dan barang berlebih.” Ujar Encep.
Dari data revaluasi BMN seluruh
K/L tercatat 150.000 aset tidak ditemukan dan 40.000 barang berlebih. Hal ini
menjadi catatan penting dan priorotas untuk diselesaikan sehingga Wakil Menteri
Keuangan menginstruksikan Dirjen Kekayaan Negara duduk bersama dengan Sekjen, Irjen dan Pengawas di seluruh
K/L guna menyelesaikan permasalahan ini. “Jangan lupa nanti Kita ada pertemuan
lagi dengan Pak Wamen dan Pak Dirjen (Kekayaan Negara-red) membahas tindak
lanjut BMN tidak ditemukan ini,” kata Encep mengingatkan undangan yang hadir.
Namun perlu digarisbawahi 150.000
barang tidak ditemukan tersebut bukan berarti hilang. “Ada yang salah catat,
ada salah kodefikasi, salah satker dan ada pula yang memang hilang. Hilang pun
harus ditelusuri kembali apakah terkena bencana, atau diserahkan ke Pemerintah Daerah
namun belum dihapuskan dari pencatatan, atau sebab-sebab lain, yang pasti tidak
ditemukannya BMN harus ada penjelasannya,”
terang Encep.
PR ini harus diselesaikan paling
lambat akhir September, dan pada Bulan Oktober akan dilakukan pemeriksaan oleh
BPK. Encep meminta seluruh satker dan K/L mempersiapkannya sebab pemeriksaan tidak
hanya dilakukan di DJKN namun seluruh satker sebagai pengguna barang. Encep pun
kembali menegaskan prinsip 3T dalam tata kelola BMN yaitu tertib administrasi,
tertib hukum dan tertib fisik.
Encep pun mengingatkan bahwa tugas
pengelolaan BMN tidak berhenti di 3T. “Kita dituntut menjadi aset manajer. Pengelolaan
BMN sebisa mungkin menghasilkan revenue penerimaan negara dari BMN melalui pemanfaatan
berupa sewa, kerjasama pemanfaatan dan sebagainya. Ada cost efficiency, ada pemanfaatan barang-barang idle untuk digunakan
oleh instansi yang membutuhkan.
Encep berharap dengan diadakannya
sosialisasi ini akan menjadikan pengelolaan BMN menjadi semakin baik sehingga
bermanfaat bagi instansi terkait, instansi pemerintah lain, bagi rakyat, dan
bagi Negara. (un/cor/arv)