Jakarta – Pemerintah berhasil mempertahankan
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (LKBUN) 2017 yang di dalamnya terdapat Laporan Keuangan Investasi
Pemerintah (LKIP) 2017. “Kita patut bersyukur atas capaian tersebut karena LKIP
dengan nilai investasi per 31 Desember 2017 sebesar Rp2.727.28 triliun atau
45,85% dari nilai aset pada LKPP 2017 telah memberikan sumbangsih yang besar
dalam mempertahankan opini BPK (Badan Pemeriksa Keuangan-red),” ujar Direktur
Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmtarwata saat memberikan arahan dalam acara
Koordinasi Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah Semester I 2018 pada Selasa,
(24/7) di Kantor Pusat DJKN, Jakarta.
Dirjen Kekayaan Negara memandang penting karena acara ini
merupakan forum komunikasi untuk memperkuat koordinasi, sinergi, dan
harmonisasi antara DJKN selaku unit pembantu Pengguna Anggaran BUN Bagian
Anggaran (BA) 999.03 pengelola investasi pemerintah dengan seluruh Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) BUN BA 999.03 dan para satker/entitas di bawahnya untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan investasi pemerintah yang efisien,
transparan, dan akuntabel.
Dalam kebijakan pengelolaan investasi, lanjutnya, pemerintah
menguatkan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Layanan Umum (BLU)
khususnya peran strategis sebagai agent
of development and change yang dapat mengubah paradigma belanja negara
kepada investasi yang mampu memberikan nilai tambah bagi negara dan multiflier effect yang lebih besar di
masa depan. “Investasi kepada BUMN, BLU, PTNBH dan investasi pada lembaga keuangan
internasional menjadi sangat penting untuk berkontribusi memberikan manfaat
bagi kepentingan negara,” urainya.
Isa Rachmatarwata merinci dukungan pemerintah terbukti pada
anggaran pembiayaan Investasi pada BUMN dan BLU yang signifikan sejak tahun
2015. Pada tahun 2015, pemerintah telah merealisasikan pembiayaan investasi
sebesar Rp78,79 triliun, tahun 2016 sebesar Rp89,73 triliun, tahun 2017 sebesar
Rp60,76 triliun, dan tahun 2018 dialokasikan sebesar Rp65,93 triliun. “Dukungan
ini juga akan terus diberikan pada tahun 2019 yang proses pembahasannya sudah
mulai dilaksanakan di DPR RI,” katanya.
Terakhir ia mengharapkan seluruh elemen dapat bekerja sama
dengan semakin baik dalam mengelola dan menyelesaikan temuan audit BPK RI.
Semakin hari seharusnya semakin sedikit temuan audit yang terjadi, dan saldo
temuan-temuan dari tahun-tahun sebelumnya dapat segera terselesaikan.
Di tempat yang sama, narasumber dari Direktorat Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Endah
Martiningrum menjelaskan mengenai peningkatan kualitas penyusunan LKIP semester
I tahun 2018. Ia menyampaikan beberapa permasalahan terkait penyusunan pelaporan
antara lain, keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan dari UAKPA BUN, keterlambatan
penyampaian laporan keuangan dari UAKPA-BUN pada lingkup Kementerian BUMN, dan
pengungkapan yang belum memadai pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
“Selain itu juga, Keterbatasan kemampuan penyusun laporan
keuangan/ operator dalam memahami aplikasi SPAN (Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara-red) dan kesalahan perhitungan penyisihan piutang,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah itu, dirinya memberikan strategi
peningkatan kualitas LKIP antara lain, Mengefektifkan
peran APIP dalam meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, penyampaian laporan
yang tepat waktu, UAKPABUN agar melakukan analisis dan telaah laporan Keuangan
secara berkala, dan segera menindaklanjuti penyelesaian temuan BPK serta berkoordinasi
dengan APBUN (DJKN) dalam penyelesaian temuan BPK tersebut. Selain itu, juga pengungkapan
yang lebih memadai pada CaLK dan peningkatan kemampuan penyusun Laporan keuangan/operator
dalam mengoperasikan aplikasi SPAN.
Selain dari DJPBN, narasumber dari BPK RI Winner Franky Manalu
menjelaskan mengenai penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK-RI pada
BA.999.03. Winner mengemukakan temuan dari tahun ke tahun mulai tahun 2013-2017
antara lain mengenai dana bergulir dan investasi non permanen lainnya yang dikelola
BLU belum sepenuhnya digulirkan dan diinvestasikan, proses penetapan peraturan pemerintah
atas Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berasal dari Bantuan Pemerintah yang
Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) yang belum selesai, serta proses penyelesaian
BPYBDS sebesar Rp58,02 triliun menjadi PMN berlarut-larut.
Terkait masalah ini, ia menyampaikan beberapa rekomendasi
yaitu, memerintahkan DJKN melakukan assesment
atas kemampuan masing-masing BLU dalam menyalurkan dana bergulir dan investasi
pemerintah dan segera menindaklanjuti rekomendasi BPK atas permasalahan yang
sama dalam LHP BPK sebelumnya terkait penetapan kebijakan secara formal
mengenai perlakuan BPYBDS. “BPK juga merekomendasikan kepada Menkeu selaku BUN
agar berkoordinasi dengan Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan,
Kementerian ESDM, Sekretariat Negara dan DPR untuk segera menyelesaikan status
BPYBDS menjadi PMN sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya. (Bnz/jo/pon/mel-Humas
DJKN)