Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) menyelenggarakan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Lelang Eksekusi Pasal 6
UU Hak Tanggungan (UUHT) pada Senin (23/4/2018) di Aula DJKN. Kegiatan
yang dihadiri oleh perwakilan dari perbankan, Otoritas Jasa Keuangan, dan
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan RI ini dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan kinerja lelang eksekusi Pasal 6 UUHT. Sebagai informasi, sampai
dengan Maret 2018 frekuensi lelang eksekusi Pasal 6 UUHT telah mencapai 7.911
kali dengan persentase laku 9,27% atau sebanyak 733 kali.
Direktur Lelang Lukman
Effendi menyampaikan data lelang eksekusi Pasal 6 UUHT tiga tahun terakhir yang
persentase lakunya tidak lebih dari 13,03% dari frekuensi total. Untuk
realisasi sampai dengan Maret 2018, sebanyak 90,73% atau sebanyak 7.178 kali
lelang tidak ada peminat (TAP). “TAP itu lelang tidak ada peminat. Berarti kita
bekerja sangat sangat tidak efisien,” ujar Lukman. Tingginya lelang TAP ini
disebabkan oleh beberapa hal seperti pemasaran pra lelang oleh pemohon yang
kurang optimal, penetapan nilai limit yang di atas nilai wajar objek,
penumpukan permohonan pada akhir tahun, serta objek lelang yang tidak free
and clear. Selain TAP, permasalahan lelang eksekusi Pasal 6 UUHT juga
meliputi tingginya pengaduan dan gugatan, serta permasalahan teknis seperti
penyampaian dokumen persyaratan yang sering kali tidak lengkap.
Lukman mengaku concern dengan
kinerja lelang, khususnya lelang eksekusi Pasal 6 UUHT, bukan semata-mata
karena jumlah PNBP yang dihasilkan, melainkan lebih karena kontribusinya bagi
pemangku kepentingan, masyarakat umum, serta perekonomian negara. Untuk
mengurangi terjadinya lelang TAP, pihak perbankan dihimbau untuk melaksanakan
kegiatan pra lelang sesuai prosedur, menetapkan nilai limit sesuai hasil
penilaian penilai publik, dan menyusun rencana pengajuan permohonan lelang
untuk menghindari penumpukan di akhir tahun.
Pada kesempatan yang
sama, Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Tri Wahyuningsih Retno Mulyani
menyoroti kegiatan pra lelang yang merupakan kewenangan pemohon
lelang. Proses pra lelang yang tidak sesuai dengan prosedur akan
menyebabkan pelaksanaan lelang menjadi rawan gugatan. Menurut wanita yang akrab
disapa Ani ini, hal tersebut merugikan tidak hanya pemohon, namun juga Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai pelaksana lelang. Ani juga
menghimbau agar upaya pemberian edukasi mengenai prosedur lelang terus
diberikan kepada debitor, termasuk mengenai penetapan nilai limit lelang.
Beberapa topik lain yang
dibahas pada rapat ini adalah asuransi lelang dan prosedur pembayaran lelang
secara angsuran. Meskipun pada beberapa bank praktek pembelian jaminan kredit
macet dengan cara angsuran telah dilakukan, DJKN bersama dengan pihak-pihak
terkait akan mengkaji lebih lanjut kedua isu tersebut.
Menutup rapat, Lukman
menghimbau para peserta untuk menjaga komitmen dalam melaksanakan hal-hal yang
telah disepakati bersama, serta terus bersinergi dalam menyelesaikan kasus
hukum. (melli/uun)