Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Pemasaran, Salah Satu Faktor Penting dalam Keberhasilan Lelang
Hendrawan Yudie Susanto
Kamis, 08 Februari 2018 pukul 16:17:32   |   2012 kali

Jakarta – Pemasaran merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan lelang. Namun, tentu saja hal ini juga mempunyai beberapa syarat yaitu barang yang dijual bagus, serta free and clear. Hal ini ditegaskan Direktur Lelang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Lukman Effendi saat memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi dan Evaluasi Peningkatan Kinerja Lelang Ekseskusi Pasal 9 Undang-Undang Hak Tanggungan antara DJKN, perbankan syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pada Kamis (8/1) di Kantor Pusat DJKN, Jakarta Pusat.


Lukman Effendi menyampaikan keberhasilan lelang tentu akan akan mengurangi lelang Tidak Ada Peminat (TAP), penjualan semakin meningkat dan tentu saja hal ini akan meminimalkan gugatan hukum. Ia juga menyampaikan bahwa lelang bukan hanya milik DJKN Kemenkeu saja tetapi lelang milik semua sehingga seluruh pihak harus berkontribusi terhadap keberhasilan dan kesuksesan lelang. “Kalau lelang laku dan berhasil dengan harga optimal, yang menikmati itu pemohon (perbankan-red), DJKN hanya memberikan pelayanan, yang berkepentingan itu pembeli dan penjual,” ungkapnya.


Sejak tiga tahun terakhir ini, lanjutnya, kinerja lelang semakin baik, tingkatan gugatan semakin menurun. DJKN berharap agar proses lelang lebih baik, dapat menurunkan Non Performing Loan (NPL) bank sehingga kehadiran lelang itu terasa karena kalau lelang hanya sampingan maka jadinya akan sia-sia. Kemenkeu memberikan peran membantu bank melalui lelang karena apabila lelang berhasil maka akan memberikan implikasi yg luas, bank memperoleh dana segar dan dapat diputar lagi ke masyarakat sehingga dapat memperkuat perekonomian.


“Dengan kondisi demikian, kita hasilkan penerimaan bersih dari perbankan meskipun dengan segala permasalahan di perbankan. Perekonomian tentu akan menggeliat kembali,” ujarnya. Ia mencontohkan seandainya agunan yang dilelang tersebut ada pabrik, rumah,  perkebunan, pertanian atau apapun yg terkait perekonomian, maka ekonomi dapat hidup kembali karena dibeli investor yg baru. “Ini bagi pemerintah jadi lebih penting, jadi lelang bukan hanya jual beli saja, tapi juga ada manfaatnya,” ungkapnya.


Untuk mewujudkannya, DJKN tidak dapat berdiri sendiri, semua harus diperbaiki baik dari sisi bisnis prosesnya, inovasi lelang online, izin balai lelang dan lainnya. Direktur Lelang secara khusus menyoroti tentang lelang eksekusi khususnya Pasal 6 UU Hak Tanggungan yang membutuhkan perhatian. Hal ini patut dcermati karena kalau lelang non eksekusi wajib lebih mudah namun, kalau lelang eksekusi banyak TAP maka pasti ini ada yang salah.


Lebih lanjut, ia juga memaparkan frekuensi lelang tahun 2017 turun dari 2016 tapi dari pokok lelang naik setiap tahun kira-kira sekitar Rp3 triliun. Penurunan frekuensi yang diimbangi kenaikan pokok lelang itu merupakan kinerja yang baik karena kalau lelang tidak laku, maka kinerja pasti jelek. Terkait, gugatan yang bertambah tinggi, Lukman mengharapkan penyelesaian gugatan tidak dapat diselesaikan Kemenkeu sendiri tetapi harus bekerja sama dengan pihak perbankan untuk menyelesaikan.


Ia juga membeberkan beberapa penyebab lelang hak tanggungan yang tidak laku antara lain, pemasaran pra lelang oleh pemohon kurang optimal, masih banyak pemohon yang menetapkan nilai limit di atas nilai wajar objek lelang, penumpukan permohonan pada akhir tahun, dan objek lelang tidak free dan clear (berpenghuni, sengketa). Sedangkan tingginya pengaduan dan gugatan penyebabnya antara lain, koordinasi antara perbankan dan debitur kurang optimal, lelang dikondisikan sebagai fasilitas penagihan, dan perjanjian kredit kurang mendukung menjamin keamanan jika aset dilelang.


Untuk mengatasi masalah tersebut, DJKN telah melakukan koordinasi dengan melakukan Memourandum of Understanding (MoU) dengan beberapa bank yaitu Dirjen Kekayaan Negara dengan Dirut Bank Mandiri, dan Dirut Bank BRI. Beberapa bentuk kesepakatan dalam hal pengelolaan permohonan lelang oleh perbankan yaitu, nilai limit lelang agar mendasarkan kepada nilai aset hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan tidak berdasarkan nilai lainnya seperti outstanding pinjaman, nilai hak tanggungan, mendahulukan permohonan lelang untuk aset-aset yang free and clear, mengajukan permohonan lelang secara terencana dimulai pada awal tahun dan perbankan diharapkan melakukan promosi terhadap aset yang akan dilelang dan melakukan kordinasi yang baik dengan KPKNL.


Di tempat yang sama, Kasubdit Bina Lelang III N. Eko Laksito menyampaikan bahwa mekanisme lelang ada dua cara. Pertama yakni melalui Pasal 6 UU Hak Tanggungan aataupun melalui fiat eksekusi pengadilan. “Semuanya boleh dilakukan, pemohon tinggal memilih mau memakai cara yang mana,” ujarnya. Pada acara tersebut, juga dilakukan sesi arahan dari Itjen Kementerian Keuangan, OJK dan juga sesi tanya jawab oleh beberapa pihak perbankan syariah antara lain, dari Bank Mega Syariah, Bank Panin Syariah, May Bank Syariah, Bank Bukopin Syariah. Dengan rapat kordinasi dan evaluasi dengan perbankan syariah ini diharapkan kinerja lelang khususnya lelang pasal 6 UU Hak Tanggungan dapat menjadi lebih baik lagi. (Humas DJKN/007/nand/Bril)

 

 

 

 

 

 

 

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini