Jakarta - Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan
Direktorat Jenderal kekayaan Negara (DJKN) Dedi Syarif Usman mengatakan tahun
2018 ini, DJKN harus menyelesaikan permasalahan Bantuan Pemerintah Yang Belum
Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) hingga 0 persen. “Dengan demikian, target zero
BPYBDS dapat dicapai,” ungkapnya saat memberikan arahan kepada peserta
Rekonsiliasi Nilai BPYBDS per 31 Desember 2017 antara Kementerian/Lembaga
dengan BUMN pada Selasa, (16/1) di Kantro Pusat DJKN, Jakarta.
Dedi mengungkapkan rekonsiliasi BPYBDS tahun ini
diharapkan dapat selesai tahun 2018 karena hal ini menjadi concern presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “ini juga
selalu menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan-red). Jadi kalau BUMN
butuh, biar BUMN sendiri yang mengajukan penyertaan modal pakai proses PP
(Peraturan Pemerintah-red) Nomor 27,” terangnya.
Pria yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Barang
Milik Negara (BMN) ini berharap agar tahun depan tidak ada lagi BPYBDS dalam
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Pelanja Negara (RAPBN) 2019. Namun, dirinya
juga mempertanyakan apakah pemerintah sudah yakin dengan keputusan tersebut
ataukah masih ada opsi lain. “Jangan sampai dalam RAPBN ditutup tapi nanti
tidak ada jalan keluarnya kalau ada masalah,” pintanya.
Dalam penyelesaian BPYBDS, lanjutnya, diharapkan jangan
terlalu mepet dengan akhir tahun karena ditakutkan tidak akan selesai. Namun,
terkait hal ini Presiden Jokowi termasuk presiden yang cepat dalam hal
penyelesaian PP. Sejak tahun 2011 hingga sekarang telah terselesaikan BPYBDS
hampir Rp50triliun.
Atas prestasi tersebut, ia memberikan apresiasi kepada
semua pihak yang berkontribusi atas penyelesaian BPYBDS. Selain rekon, ia juga
berharap agar dibahas juga kendala-kendala yang terjadi dalam proses pembuatan PP
dan dicarikan solusinya atas permasalahan tersebut.
Acara rekonsiliasi BPYBDS yang akan berlangsung selama
dua hari ini diikuti oleh perwakilan Kementerian Perhubungan, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Komunikasi dan Informatika,
PT Angkasa Pura II (persero), Perum Perhutani, Perum Lembaga Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia, Perum Produksi Film Negara, PT
Pelabuhan Indonesia, PT ASDP Indonesia Ferry, Perum Damri, PT Perusahaan
Listrik Negara, dan Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta.
Di tempat yang sama, Kepala Subdirektorat Kekayaan Negara
Dipisahkan II Dodok Dwi Handoko menjelaskan bahwa BPYBDS telah menjadi salah
satu temuan pemeriksaan BPK RI pada Laporan Keuangan Investasi Pemerintah/BA
999.03 sehingga untuk mendapatkan kesamaan nilai BPYBDS antara K/L pemilik
BPYBDS dengan BUMN penerima BPYBDS serta agar tidak terdapat double counting antara
Laporan Keuangan K/L dengan
Laporan Keuangan BUMN, perlu dilaksanakan rekonsiliasi nilai BPYBDS.
“ Tujuan rekonsiliasi ini untuk memperoleh
nilai BPYBDS pada BUMN per 31 Desember 2017 yang disepakati oleh BUMN dan kementerian/lembaga,” ujarnya. Selain itu, rekonsiliasi ini juga
sebagai bahan laporan nilai BPYBDS dalam Laporan Keuangan Investasi
Pemerintah/BA 999.03, Laporan Keuangan BUMN per 31 Desember
2017, dan Catatan
Atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga
per 31 Desember 2017
serta mempercepat penyelesaian BPYBDS untuk menjadi
penambahan Penyertaan
Modal Negara (PMN)
Kepala Seksi pengelolaan Kekayaan Negara I C Direktorat
kekayaan Negara dan Sistem Informasi (PKNSI) Novrizal menjelaskan secara detail
mengenai pemindahtanganan BMN melalui mekanisme Penyertaan Modal pemerintah
Pusat (PMPP). “Secara umum, semua BMN yang
tidak diperlukan bagi
penyelenggaraan tugas pemerintahan
negara dapat dipindahtangankan,” ucapnya. BMN dapat dipindahtangankan setelah
dilakukan Penetapan Status Penggunaan (PSP), kecuali untuk beberapa BMN yang
tidak memerlukan PSP berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 246 Tahun
2014 tentang Tata Cara Penggunaan BMN dan PMK Nomor 87 Tahun 2016.
Kafrizal membeberkan tentang dua perimbangan dilakukan
PMPP yaitu BMN yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan
bagi BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang
dimiliki negara dalam rangka
penugasan pemerintah atau BMN lebih optimal
apabila dikelola oleh
BUMN, BUMD, atau badan
hukum lainnya yang
dimiliki negara, baik yang sudah ada
maupun yang akan dibentuk.
Ia pun merinci beberapa ketentuan dalam PMPP antara lain,
setiap PMPP ditetapkan dengan PP, persetujuan DPR untuk pelaksanaan pemindahtanganan
BMN yang dari awal pengadaannya menjadi PMPP merupakan persetujuan alokasi
anggaran pengadaan BMN tersebut pada APBN, dan serah terima BMN yg menjadi
objek PMPP dilaksanakan setelah PP mengenai PMPP ditetapkan.
Selain itu juga, BMN yg dari awal perencanaannya
dimaksudkan untuk menjadi PMPP dapat dilakukan serah terima operasional kepada
calon penerima PMPP serta pengajuan permohonan pemindahtanganan BMN menjadi
PMPP yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah
pusat oleh pengguna barang, dilaksanakan paling lama enam bulan sejak tanggal
berita acara serah terima operasional. (Humas DJKN/007/RZK)