Jakarta - Kamis (12/9) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menggelar rapat koordinasi pengelolaan piutang negara tahun 2017 bertemakan
‘Akuntabilitas Pengelolaan
Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga’. ”Kegiatan ini bertujuan untuk dapat meningkatkan kesadaran pelaksanaan pencatatan
penggolongan kualitas piutang dan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih
pada masing-masing Kementerian Negara/Lembaga, sehingga piutang yang disajikan
dan diungkapkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menggambarkan kondisi yang sebenarnya. ” Ujar Direktur
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL), Purnama T. Sianturi dalam sambutannya.
Purnama mengatakan piutang negara bukan pajak yang
berasal dari PNBP per 31 Desember 2015 sebesar Rp159,6 triliun.dan per 31
Desember 2016 sebesar Rp157,3 triliun. Walaupun mengalami penurunan namun Badan
Pemeriksa Keuangan masih memberikan masukan terkait penyelesaian yang
berlarut-larut, kurangnya dokumen pendukung, dan masalah pengakuan serta
penyisihan piutang.
Lebih lanjut Purnama menekankan amanat Pasal 9
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatakan bahwa
salah satu tugas Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran adalah
mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab K/L yang
dipimpinnya. “Dengan demikian, tugas K/L adalah melakukan pengelolaan piutang
dengan sebaik dan seoptimal mungkin.” Tegasnya.
“Kalau K/L sudah mengelola piutang dengan optimal
namun masih saja macet, baru, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun
1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, yang menyebutkan apabila piutang
yang dikelola K/L sudah memenuhi kriteria macet, maka piutang tersebut wajib
diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (PUPN/DJKN).” Tambah Purnama. Purnama juga mengatakan
agar piutang macet dapat diserahkan kepada PUPN/DJKN, maka piutang harus
memenuhi kriteria adanya dan besarnya pasti dengan dilengkapi oleh dokumen-dokumen
pendukung. Penyerahan pengurusan piutang negara kepada PUPN/DJKN bukan berarti K/L
sudah lepas tanggung jawab. K/L tetap harus melakukan pencatatan terhadap
piutang-piutang tersebut ke dalam laporan keuangan K/L. demikian penjelasan Purnama.
Peranan Akuntansi Berbasis
Akrual Dalam Tata Kelola Piutang Negara
Kepala Subdit Sistem Akuntansi Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Dwinanto menjelaskan seiring perubahan sistem
pencatatan dalam LKPP yang kini berbasis akrual, pencatatan piutang negara pun
harus mengadosi sistem tersebut. Dwinanto mengatakan beberapa peranan akuntansi
berbasis akrual dalam tata kelola piutang negara adalah Menjaga/mengamankan
piutang negara, menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian piutang, Menyediakan informasi yang relevan dan
andal tentang posisi dan perkembangan piutang untuk tujuan akuntabilitas maupun
pengambilan keputusan. Tentang penyisihan piutang tak tertagih, Dwinanto
menjelaskan Menteri/Pimpinan Lembaga dan PPA BUN wajib membentuk Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih yang umum dan khusus terhadap piutang yang dikelolanya. Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih yang umum pada K/L dan Pembantu Pengguna Anggaran
Bendahara Umum Negara (PPA BUN) ditetapkan paling sedikit 5‰ (lima
permil) dari Piutang yang memiliki kualitas lancar.
Ketua Tim Senior
Auditorat II B, Auditorat Utama Keuangan Negara II Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) Rusdianto mengatakan lemahnya pengendalian dalam pengelolaan dan
penyelesaian piutang pada Kementerian/Lembaga. dan kurang optimalnya koordinasi
pengelola piutang dengan Kementerian/Lembaga dalam pengurusan Piutang Negara. bisa
mengakibatkan Kekurangan Penerimaan PNBP dan Ketidakpastian penyelesaian
Piutang PNBP. Untuk itu pihaknya meminta seluruh Menteri/Pimpinan Lembaga untuk
meningkatkan pengendalian dalam penyelesaian piutang pada Kementerian/Lembaga
dan Menginstruksikan DJKN untuk mengoptimalkan koordinasi dengan
Kementerian/Lembaga dalam pengurusan Piutang Negara.
Kepala Kanwil DJKN
DKI Jakarta Hady Purnomo yang turut menjadi narasumber menyatakan semangat
penyerahan piutang negara oleh Kementerian/Lembaga kepada DJKN harus diubah
dari penetapan Piutang Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) dan penghapusan
piutang menjadi semangat penyelesaian piutang negara sehingga hak-hak negara
bisa kembali.
Rapat Koordinasi dihadiri para peserta yang terdiri dari pejabat eselon III, eselon IV dan staf pada Direktorat/Bagian/Biro Keuangan/Umum pada Kementerian/Lembaga.