Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Berita DJKN
Rakernas DJKN 2017, DJKN Adalah Raksasa Pengelola Aset
Agus Widayat
Senin, 15 Mei 2017 pukul 17:08:36   |   1763 kali

Jakarta - Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sonny Loho berkesempatan menyampaikan paparan pada gelaran Rapat Kerja Nasional DJKN Semester I 2017 pada Senin, 15 Mei 2017 di Aula Mezzanine, Gedung Juanda I, Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta.

Mengawali sesinya, Sonny menyampaikan profil aset yang dikelola DJKN. Disampaikannya, berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2016 unaudited, nilai aset yang berada di Pengguna Barang yakni Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp1.857,03 triliun dan yang berada di Pengelola Barang yakni Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) sebesar Rp342,40 triliun.

Dijelaskan Sonny, aset BUN berasal dari eks Kontrak Kontraktor Kerjasama (KKKS), eks Perjanjian Karya Pengusaha Batu Bara (PKP2B), Eks Pertamina, Eks PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), BMN Idle, Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa (ABMA/T) dan Aset Lain-lain.

Dari pengelolaan aset dimaksud DJKN menghasilkan penerimaan negara (cash) dan penghematan biaya non cash/cost saving. Cash berasal dari Pemindahtanganan dan Pemanfaatan aset serta Pendapatan dari BLU pengelolaan wilayah/kawasan tertentu (Otorita Batam, PPK Kemayoran, PPK GBK, Otorita Sabang). Sementara non cash berasal dari penetapan status penggunaaan (PSP). Menurut catatan, kurun satu dekade ini DJKN telah menghasilkan Rp20,7 triliun baik cash maupun non cash dari hasil pengelolaan aset negara.

Menurut Sonny masih banyak aset di K/L yang belum dioptimalkan, padahal potensinya luar biasa besar. Lihat saja di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pertahananan/TNI atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tambahnya. “DJKN sebenarnya raksasa pengelola aset. Jika kita dapat menunjukkan bahwa DJKN memang benar-benar raksasa, ini merupakan prestasi kita bersama,” tuturnya memotivasi. Untuk itu perlu bagi DJKN melakukan benchmarking sebanyak-banyaknya terkait pengelolaan aset negara. “Jika perlu ke luar negeri. Contohlah negara Perancis, aset-aset bekas kerajaan dapat dimanfaatkan untuk wisata dan menghasilkan pendapatan. Lalu bagaimana dengan aset-aset bersejarah kita? Gedung Gubernur Dandels di Komplek Kementerian Keuangan misalnya.” tandas Sonny.

Pada kesempatan tersebut Sonny Loho juga menjelaskan terkait transformasi kebijakan pengelolaan aset di DJKN yang terbagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah peningkatan akuntabilitas (2006 s.d. 2012) dengan sasaran peningkatan kualitas penyajian aset pada LKPP. Adapun strateginya adalah inventarisasi dan penilaian BMN K/L, tindak lanjut temuan BPK, perbaikan proses bisnis pengelolaan aset, penggunaan aset sebagai underlying asset SBSN/SUKUK dan sertifikasi BMN.

Sementara di tahap kedua adalah penguatan tata kelola (2013 s.d. 2016) dengan sasaran  terwujudnya tertib administrasi, fisik, dan hukum (3T). Strategi yang digunakan diantaranya digitalisasi pengelolaan aset, inisiasi penyusunan RUU Pengelolaan Kekayaan Negara, penyusunan regulasi pengelolaan aset BUN, inventarisasi dan penilaian aset BUN, integrasi perencanaan dan penganggaran kebutuhan BMN, pengawasan dan pengendalian pengelolaan BMN, pembentukan LMAN, penguatan regulasi pengelolaan BMN dan pendelegasian sebagian kewenangan pengelolaan BMN kepada K/L.

Di tahap ketiga adalah evaluasi portofolio & optimalisasi aset (2017 s.d. 2019). Sasarannya  peningkatan manfaat ekonomi pengelolaan aset (PNBP dan Cost Saving). Strategi pendukungnya yakni penyempurnaan (relaksasi) regulasi pengelolaan aset, optimalisasi pengelolaan aset BUN,  integrasi data BMN (SKK Migas, Kementerian ESDM, dan DJKN), penerapan kebijakan pengenaan sewa terhadap pemakaian BMN eks KKKS oleh KKKS Gross Split, pemenuhan kebutuhan tanah dan bangunan K/L melalui optimalisasi aset BUN, partisipasi swasta melalui kerjasama pemanfaatan aset serta investarisasi dan revaluasi BMN Idle.

Sharing Session

Di sesi berikutnya dilangsungkan sharing session dan diskusi dengan narasumber Direktur Lelang Lukman Effendi dan Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain (PNKNL) Purnama T. Sianturi dengan moderator Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Hady Purnomo.

Dalam salah satu paparannya, Lukman menyatakan pentingnya koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan lelang, termasuk kepada pemohon lelang. Pihaknya menginginkan keterlibatan pemohon lelang pada tahap pra lelang. Ia minta pemohon lelang menyiapkan berkas selengkap dan sebenar mungkin. “Dengan demikian beban yang selama ini berada di DJKN sedikit banyak akan tereduksi sehingga layanan kita ke depan makin baik” tutur Lukman. Guna mendukung hal tersebut Lukman dan jajarannya bekerja sama dengan Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi akan membuatkan sebuah aplikasi permohonan lelang online. Dengan cara ini mau tidak mau pemohon akan mempersiapkan kelengkapan berkasnya dengan baik. “Tanpa melalui tahap itu mereka tidak akan mendapatkan tiket sebagai syarat dapat mengajukan lelang ke KPKNL.” jelasnya lagi.

Sementara itu Purnama T. Sianturi banyak membahas terkait pengurusan piutang negara. Kali ini ia meminta para pimpinan unit vertikal DJKN agar mencermati ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara untuk mengoptimalkan penyelesaian Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN). Menurutnya, sekitar 75% BKPN yang diurus DJKN nilainya di bawah Rp8 juta dan sampai dengan Rp25 juta namun usia piutang lebih dari 10 tahun. Piutang negara semacam itu potensial dapat segera diselesaikan. “Saya berharap selama 7 bulan ke depan kita dapat mengurangi jumlah BKPN dengan memanfaatkan ruang yang disediakan dalam ketentuan dimaksud.” pintanya. Purnama juga mengapresiasi capaian pengurusan piutang Negara di berbagai unit vertikal DJKN. (Humas DJKN)

Foto Terkait Berita
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini