Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Deregulasi Lelang, One Step A Head. PMK Nomor 106 Tahun 2013, Efektif Berlaku 6 Oktober 2013
N/a
Rabu, 18 September 2013 pukul 15:18:22   |   2915 kali

Oleh: Risman - KPKNL Jakarta III

Pada 26 Juli 2013 telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas PMK Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, diundangkan pada 6 Agustus 2013. Banyak orang yang belum mengetahui tentang adanya deregulasi lelang tersebut yang akan efektif berlaku dua bulan sejak tanggal diundangkan tepatnya mulai berlaku berlaku pada tanggal 6 Oktober 2013 mendatang. Sejauh ini Kementerian Keuangan telah melakukan upaya deregulasi peraturan terkait lelang. Deregulasi dilakukan secara berkesinambungan sebagai upaya penyempurnaan peraturan yang sudah ada tentunya dengan menyesuaikan dengan perkembangan jaman terkini.

Salah satu pejabat kantor pelayanan di lingkungan DJKN yaitu Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III Arik Hariyono mengatakan bahwa upaya deregulasi peraturan lelang memang perlu dilakukan oleh pemerintah/Kementerian Keuangan mengingat tuntutan perkembangan jaman dan tehnologi transaksi bisnis yang selalu berkembang, sementara lelang pada dasarnya menganut azas efisiensi dan efektifitas pelaksanaan lelang, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka harus dilakukan penyempurnaan peraturan pelaksanaan lelang. “Dengan adanya peraturan yang baru ini maka lelang di Indonesia akan menjadi selangkah lebih maju,” ungkap Arik Hariyono.

Sejatinya PMK Nomor 106/PMK.06/2010 digulirkan dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan lelang, untuk mewujudkan lelang yang lebih efisien, efektif, transparan, akuntabel, adil, dan menjamin kepastian hukum, dan guna mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat, sementara peraturan yang sudah ada dianggap tidak sesuai lagi. Di dalam PMK dimaksud muncul hal-hal baru yang selama ini belum diatur, selebihnya adalah berisi penegasan dari aturan yang sudah ada.

Salah satu hal baru yang diatur dan sangat menarik perhatian masyarakat adalah dimungkinkannya penggunaan “garansi bank” sebagai jaminan penawaran lelang. Hal ini tentunya akan memberikan opsi yang lebih beragam bagi setiap peminat lelang mengingat sistem jaminan penawaran lelang saat ini dirasakan tidak praktis lagi terutama untuk lelang dengan uang jaminan dalam jumlah yang sangat besar. Dengan demikian selain dengan menggunakan uang jaminan sebagaimana yang selama ini diberlakukan, maka untuk lelang dengan nilai jaminan paling sedikit Rp50 miliar peminat lelang dapat menggunakan garansi bank sebagai jaminan penawaran lelangnya. Diperbolehkannya menggunakan garansi bank sebagai jaminan penawaran lelang menggambarkan bahwa peraturan baru dimaksud berusaha memenuhi tuntutan masyarakat akan adanya transaksi bisnis yang dapat dijalankan dengan lebih simpel, fleksibel, efisien, dan efektif.

Hal baru lainnya yang diatur dalam PMK Nomor 106/PMK.06/2013 sekaligus menjadi ikon perubahan lelang di Indonesia sehingga langkah deregulasi ini dapat disebut sebagai one step a head to be modern adalah terkait diperbolehkannya penawaran lelang menggunakan email dan ataupun menggunakan aplikasi internet. Dengan menggunakan email atau aplikasi internet maka peserta lelang tidak diperlukan hadir secara fisik di dalam satu ruang dan waktu tertentu tempat lelang. Peserta lelang masih dapat mengajukan penawaran lelang tanpa harus in touch secara fisik dengan peserta lelang lainnya.

Sejak diberlakukannya PMK Nomor 106/PMK.06/2013 maka penawaran lelang dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, penawaran lelang secara tertulis tanpa keharusan peserta lelang untuk hadir di tempat lelang yaitu penawaran melalui surat elektronik (email), melalui surat tromol pos, atau melalui aplikasi internet. Kedua, penawaran lelang secara lisan dan ataupun tertulis dimana peserta lelang harus hadir di tempat lelang untuk memberikan penawarannya, dan penawaran lelang dengan cara kombinasi di antara kedua cara tersebut.

Hal yang bersifat mendasar lainnya adalah adanya pasal yang meniadakan pemberian dispensasi tempat pelaksanaan lelang. Hal ini diberlakukan dengan pertimbangan bahwa DJKN telah memiliki tidak kurang dari 70 kantor operasional yang memiliki kemampuan dan standar pelayanan lelang yang sama dan adanya 89 pejabat lelang kelas II yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, untuk itu menurut PMK Nomor 106/PMK.06/2013 pemberian dispensasi tempat pelaksanaan lelang sebagaimana yang diatur di dalam peraturan sebelumnya, tidak dimungkinkan lagi. Terkait peniadaan dispensasi lelang, juga diatur jangka waktu pembayaran harga lelang yang di perpanjang menjadi lima hari.

Hal pembatalan lelang juga diatur lebih detil yaitu hanya gugatan yang terkait kepemilikan objek lelang sajalah yang dapat membatalkan lelang Hak Tanggungan. Akan halnya dengan pembatalan lelang yang berasal dari adanya putusan lembaga peradilan umum, ketentuannya diperluas lagi yaitu bahwa yang dapat membatalkan lelang bukan lagi sebatas adanya penetapan provisional atau putusan dari lembaga peradilan umum saja tetapi diperluas menjadi penetapan provisional atau putusan “lembaga peradilan” secara keseluruhan. Ketentuan ini untuk menghormati setiap putusan lembaga peradilan dalam menetapkan atau memutuskan pembatalan lelang. Selain itu terdapat pasal baru yang mengatur bahwa lelang yang tidak dihadiri oleh penjual akan dikategorikan sebagai bentuk pembatalan lelang atas permintaan penjual, dan akan dikenakan bea lelang batal yang besarnya disesuaikan dengan peraturan yang mengatur tentang jenis dan besarnya tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Keuangan.

Perlu dicermati secara lebih mendalam adanya pengaturan tentang penetapan nilai limit, dimana diatur bahwa nilai limit wajib ditetapkan dengan didasari oleh hasil penilaian dari “penilai independen”. Aturan tersebut terutama untuk jenis lelang non eksekusi sukarela dengan objek lelang berupa tanah dan/atau bangunan, dan jenis lelang eksekusi berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UU HT) dalam hal kreditor ikut menjadi peserta lelang atau untuk objek lelang dengan nilai limit paling sedikit Rp300.000.000,-.

Terkait upaya penggalian potensi perpajakan, maka terdapat pasal baru yang mengatur bahwa setiap peserta lelang wajib menunjukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam hal objek lelang berupa tanah dan/atau bangunan. Aturan ini sebagai bentuk sinkronisasi terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, dan dalam rangka mendukung upaya negara kita yang sedang giat-giatnya melakukan pengaturan tentang intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap subjek pajak maupun objek pajak guna mencapai target pendapatan negara dari sektor pajak.

Bagi peserta lelang yang melanggar ketentuan lelang, maka pengenaan sanksi diperluas lagi dari yang selama ini telah diatur. Sanksi untuk tidak boleh mengikuti lelang selama tiga bulan dalam wilayah kerja KPKNL dikenakan kepada penyetor jaminan lelang yang tidak hadir pada saat lelang, dan kepada peserta lelang yang hadir dalam lelang tapi tidak mengajukan penawaran. Sanksi tersebut diperluas menjadi tidak boleh mengikuti lelang selama tiga bulan dalam wilayah kerja kanwil yang membawahi KPKNL yang melaksanakan lelang.

Terakhir, terdapat aturan baru mengenai cara penjualan lelang khusus objek lelang berupa tanah. Dalam hal objek lelang berupa beberapa bidang tanah dan/atau bangunan yang terletak dalam satu hamparan atau bersisian maka hanya dapat ditawarkan dalam satu paket, tidak boleh dijual lelang secara partial.

Pemerintah telah berupaya menyempurnakan peraturan lelang demi mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan yang berkembang di dalam masyarakat. Penyempurnaan peraturan lelang dilakukan dengan melakukan deregulasi lelang, yang sampai dengan saat ini telah beberapa kali diterbitkan peraturan lelang antara lain KMK No. 557/KMK.01/1999, KMK No. 337/KMK.01/2000, KMK No. 507/KMK.01/2000, KMK No. 304/KMK.01/2002, KMK No. 450/KMK.01/2002, PMK No. 40/PMK.07/2006, PMK No. 150/PMK.06/2007, PMK No. 61 /PMK.06/2008, PMK No. 93/PMK.06/2010, dan terakhir telah diterbitkan PMK No. 106/PMK.06/2013. (Risman-KPKNL Jakarta III/edited/bas)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini