Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Peran DJKN dalam Penetapan Penyertaan Modal Negara
N/a
Jum'at, 19 Juli 2013 pukul 08:51:49   |   6942 kali

Seperti yang kita ketahui bersama, PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) merupakan salah satu maskapai penerbangan pelat merah di Indonesia yang sedang mengalami masa-masa kritis. Bahkan menurut Henry Bhakti, Dirjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, PT MNA jika dilihat dari kondisi perusahaan sebenarnya sudah bangkrut. Pertanyaannya sekarang adalah mungkinkah kondisi perusahaan PT MNA dapat kembali sehat dan membaik. Faktanya di lapangan menunjukan kebalikannya, salah satu armada PT MNA, pesawat tipe MA 60, mengalami hard landing di Kupang, NTT pada 10 Juni 2013.


Buntut dari kurang puasnya pemerintah terhadap kinerja PT Merpati Nusantara Airlines yang seakan-akan jalan di tempat, adalah pergantian Direktur Utama yang semula dipegang oleh Hotasi Nababan digantikan oleh Rudy Setyopurnomo. Menurut Hotasi, menumpuknya utang perusahaan yang mencapai Rp 6 trilyun dan armadanya yang merupakan pesawat sudah berumur menjadi penyebab utama kinerja buruk PT MNA dan bisa saja sudah bangkrut sekarang ini. Rudy Setyopurnomo, Dirut Merpati saat ini, setuju dengan ucapan Hotasi dan sedang melakukan berbagi upaya penyelamatan PT MNA. Selain dengan perbaikan manajemen, Merpati berniat melakukan restrukturisasi utang perusahaan dengan jalan mengkonversi utang ke dalam bentuk saham, tentunya dengan restu dari Kementerian Negara BUMN (selaku pemegang saham PT MNA). Hal ini meniru apa yang telah dilakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) beberapa waktu lalu. Langkah pamungkas yang lain adalah dengan meminta dilakukannya PMN (Penyertaan Modal Negara) untuk PT Merpati Nusantara Airlines.


Terkait PMN, Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku pengelola kekayaan negara mempunyai andil dalam menetapkan kebijakan ini. Mungkin ada yang bertanya-tanya, bagaimana kedudukan Menteri Keuangan dalam pengelolaan BUMN, bukankah sudah ada Kementerian BUMN yang menjadi pembina dan pengelola BUMN. Untuk menjawabnya, kita berangkat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara memberi kuasa kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan kemudian melimpahkan kembali wewenangnya dalam hal pemilikan dan pengelolaan sebagian kekayaan negara dipisahkan kepada Menteri Negara BUMN melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Persero, Perum, dan Perjan kepada Menteri Negara BUMN. Namun, ada beberapa kewenangan Menteri Keuangan yang tidak dilimpahkan kepada Menteri BUMN, yaitu terkait penatausahaan dan pengusulan PMN serta pendirian Persero dan Perum. Kemudian berdasarkan pasal 1082 dan 1083 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, salah satu tugas dan fungsi Dirjen Kekayaan Negara c.q Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan (Dit. KND) ialah pendirian dan pengusulan penyertaan modal negara.


Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan Negara dari APBN atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau PT lainnya, dan dikelola secara korporasi.1  PMN ke dalam BUMN dan PT bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kapitalisasi cadangan, dan/atau sumber dana lainnya.2
Pada tahun 2012 lalu, tercatat di Kementerian Hukum dan HAM sedikitnya ada 27 produk hukum penambahan PMN yang telah dilakukan pemerintah. Sedangkan di tahun ini, sampai dengan triwulan I 2013, pemerintah baru mengesahkan 6 produk hukum penambahan penyertaan modal negara.


Secara umum dan yang paling sering dilakukan, PMN dibagi menjadi tiga bentuk yaitu fresh money, pengalihan aset, dan konversi utang perusahaan (piutang negara di BUMN). Peran DJKN c.q Dit. KND berbeda-beda untuk ketiga jenis PMN tersebut. Untuk PMN dalam bentuk fresh money, DJKN dilibatkan saat penyusunan kajian bersama, pembahasan anggaran dengan DPR dan penyampaian usulan penetapan kepada presiden. Dalam hal PMN berupa pengalihan aset, fungsi sepenuhnya berada di DJKN dengan berkoordinasi dengan unit terkait, mengingat DJKN adalah Pengelola BMN. Jika PMN berupa konversi utang Subsidiary Loan Agreement (SLA)/Rekening Dana Investasi (RDI), maka DJKN akan berkoordinasi bersama dengan Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Ditjen Perbendaharaan (DJPB) maupun dengan Ditjen Pengelolaan Utang (DJPU).


Menarik untuk kita nantikan perkembangan masalah PT Merpati Nusantara Airlines di masa depan dan bagaimana kiprah DJKN dalam merumuskan berbagai kebijakannya. Harapan kita bersama, apapun langkah/kebijakan yang akan diambil pemerintah semata-mata untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Hal yang tidak boleh kita lupa bahwa PT MNA mengemban tugas Public Service Obligation, melayani penerbangan-penerbangan perintis di wilayah timur Indonesia. Jika nantinya PT MNA terpaksa harus mengalami likuidasi, maka seyogyanya pemerintah melalui berbagai instrumen kebijakannya harus tetap mampu menyediakan transportasi udara  yang memadai di wilayah timur Indonesia. (Setyo Widodo, Bidang KIHI Kanwil DJKN Suluttenggo Malut).

--------------------------

1 Pasal 1 Angka 7 PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan PT
2  Pasal 2 ayat (1) PP No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan PT

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini