Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
PNTO, PERLU SEGERA ADANYA KEBIJAKAN KHUSUS UNTUK MENANGANINYA
N/a
Rabu, 18 November 2009 pukul 20:05:28   |   1756 kali

PNTO

PERLU SEGERA ADANYA KEBIJAKAN KHUSUS UNTUK MENANGANINYA

Ditulis Oleh : P. Soebagio,  

Kanwil VI DJKN Serang.

Pengertian PNTO

Istilah PNTO merupakan kepanjangan dari Piutang Negara Telah Optimal. Dalam praktik proses pengurusan piutang negara, istilah ini muncul terkait dengan Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang pada umumnya proses tingkat pengurusanya sudah sampai pada tahap eksekusi lelang minimal lebih dari 3 kali, namun barang jaminan yang menjadi obyek lelang belum dapat terjual. Banyak faktor yang menjadi penyebab barang jaminan yang dilelang tidak laku terjual, beberapa diantaranya terkait dengan kondisi barang jaminan atau adanya permasalahan hukum.

Bagaimana Suatu Piutang Negara Dapat Dikategorikan Sebagai PNTO?

Dalam peraturan hukum yang mengatur tentang piutang negara baik dalam Petunjuk Pelaksanaan maupun Petunjuk Teknis, istilah PNTO ini tidak diatur secara khusus dalam suatu pasal. Istilah PNTO tersebut pertama muncul dalam sebuah Surat Edaran yang mengatur tentang petunjuk penyusunan rencana kerja pengurusan piutang negara pada era organisasi masih bernama Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara (BUPLN) beberapa tahun yang lalu.

Istilah PNTO itu muncul dalam rangka mengakomodasi atau mengelompokkan Berkas Kasus Piutang Negara yang mana tingkat proses/tahapan pengurusannya telah optimal. Kemudian muncul pertanyaan sampai sejauh mana Berkas Kasus Piutang Negara dapat dikategorikan sebagai PNTO ?

Suatu Berkas Kasus Piutang Negara dapat dikategorikan sebagai PNTO, diantaranya memenuhi kriteria sebagai berikut :

1.    BKPN tersebut belum lunas/ditarik oleh Penyerah Piutang atau dengan perkataan lain masih terdapat sejumlah hutang yang harus diselesaikan oleh Penanggung Hutang;

2.    BKPN tersebut masih/tidak lagi didukung adanya barang jaminan;

3.    BKPN tersebut tingkat proses/tahapan pengurusannya telah sampai pada tahap beberapa kali dieksekusi lelang (minimal 3 kali), namun barang jaminan yang dilelang belum laku terjual.

4.    Penanggung Hutang  masih ada namun secara ekonomis sudah tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutang, satu-satunya sumber penyelesaian hutang hanya mengharapkan barang jaminan dapat terjual;

5.    Penanggung Hutang sudah tidak ada lagi/sulit diketemukan/melarikan diri, satu-satunya sumber penyelesaian hutang hanya mengharapkan barang jaminan dapat terjual;

Pengaruh PNTO Terhadap Performan Kinerja DJKN

Jumlah outstanding BKPN yang masuk dalam kategori PNTO pada setiap KPKNL besarannya bisa mencapai 80 % - 90 % dari total outstanding BKPN yang ada. Dengan perkataan lain bahwa outstanding BKPN yang mempunyai potensi untuk bisa diurus rata-rata hanya ada sebesar 10 % - 20 % . Dapat dibayangkan betapa besarnya perbandingan antara jumlah BKPN dalam kategori PNTO dengan BKPN yang bisa diurus. Secara nasional dan regional  kondisi tersebut kemungkinan besar tidak akan berbeda jauh.

Ironisnya, dalam setiap penetapan target baik PNDS maupun Biad PPN, ada trend  bahwa ternyata besaran target yang ditetapkan dari tahun ke tahun bukan mengalami penurunan tetapi justru selalu mengalami kenaikan tanpa memperhatikan adanya faktor PNTO tersebut.  

Tidak mengherankan selama dalam mengurus piutang negara, KPKNL mengalami kesulitan dan kendala, sehingga banyak KPKNL pada setiap evaluasi di akhir tahun anggaran ternyata tidak dapat mencapai target yang ditetapkan. Hal ini pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap performan kinerja DJKN di mata Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan RI.

Diperlukan Kebijakan Khusus Untuk Menangani PNTO

DJKN dalam kondisi apapun juga tetap dituntut untuk mampu secara profesional dapat menyelesaikan pengurusan piutang negara sesuai harapan pemerintah Cq. Menteri Keuangan RI dan Perbankan. Selama ini belum terdapat alternatif dan solusi yang bersifat terobosan yang dapat dipakai acuan KPKNL untuk menyelesaikan PNTO. Dalam waktu secepatnya diperlukan langkah-langkah terobosan yang masih dalam koridor hukum, yang dapat dipakai sebagai instrumen  yang tepat bagi KPKNL untuk menangani BKPN khususnya yang masuk dalam kategori PNTO.

BKPN yang masuk dalam kategori PNTO tersebut yang notabene jumlah prosentasenya sangat signifikan tidak bisa secara terus menerus statusnya  dibiarkan begitu saja tanpa adanya solusi.  Sangat diperlukan adanya  langkah terobosan berupa kebijakan baik dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan pelaksanaannya, yang pada intinya dapat memberikan jalan bagi penyelesaian PNTO, misalnya Kebijakan CrashProgram berupa antara lain :

·         Pemberian keringanan hutang berupa keringanan jumlah hutang sekaligus jangka waktu dengan persyaratan, cara dan jangka waktu yang seringan-ringannya;

·         Penjualan tidak melalui lelang/penebusan barang jaminan dengan pemberian kemudahan berupa teknis pembayaran dan jangka waktu angsuran yang seringan-ringannya.

·         Penarikan piutang negara oleh Penyerah Piutang dengan tujuan memberikan penjadwalan jangka waktu penyelesaian hutang yang  seringan-ringannya bagi Penanggung Hutang.

Dalam kebijakan tersebut perlu diatur juga suatu ketentuan yang mengatur penetapan kepastian hukum bagaimana suatu Piutang Negara dapat dikategorikan sebagai PNTO, hal ini penting agar kebijakan tersebut dapat diberlakukan dengan tepat sasaran benar-benar ditujukan bagi Penanggung Hutang yang memerlukannya.

Adapun mekanisme yang harus ditempuh dalam  proses teknis penetapan BKPN sebagai PNTO adalah sebagai berikut :

1.    Memeritahkan kepada Jurusita/Pemeriksa dengan didampingi oleh petugas dari Penyerah Piutang untuk melaksanakan penelitian lapangan terhadap kondisi keberadaan diri pribadi, kemampuan ekonomis Penanggung Hutang , kondisi ekonomis Barang Jaminan, dan permasalahan yang ada;

2.    Informasi yang diperoleh dari penelitian lapangan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Penelitian Lapangan yang ditandatangani oleh Jurusita/Pemeriksa dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang Saksi yang berasal dari unsur Penyerah Piutang dan Aparat Pemda setempat;

3.    Dalam hal dari hasil penelitian lapangan diperoleh informasi yang dianggap memenuhi unsur persyaratan untuk direkomendasikan/ditetapkan sebagai PNTO, maka KPKNL segera menerbitkan Surat Penetapan Piutang Negara Telah Optimal;

4.    Data Piutang Negara yang telah ditetapkan sebagai PNTO dimasukkan dalam daftar database PNTO.

Berangkat dari database PNTO tersebut, Penanggung Hutang dipanggil untuk diberikan penjelasan dan arahan agar dapat menyelesaikan hutang melalui Kebijakan CrashProgram. Terhadap Penanggung Hutang yang bersedia menyelesaikan hutang sesuai Kebijakan CrashProgram agar segera diproses dan dibuatkan Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yakni Penanggung Hutang dan KPKNL diatas meterai cukup. Dalam hal Penanggung Hutang dipanggil tidak datang, maka perlu dilakukan Program operasional terpadu yang memerintahkan kepada Jurusita secara door to door  mendatangi ke alamat Penanggung Hutang untuk diberikan penawaran penyelesaian hutang sebagaimana tersebut diatas.

Timbul suatu pertanyaan, bagaimana jika Penanggung Hutang yang menghadap ketika dipanggil namun tidak sanggup menyelesaikan sesuai Kebijakan CrashProgram atau tidak menghadap ketika dipanggil, namun ketika ditemui Jurusita pada operasional terpadu juga sama menyatakan tidak sanggup menyelesaikan sesuai  Kebijakan CrashProgram ? Kemudian bagaimana pula jika diketahui Penanggung Hutang ternyata sudah tidak ada lagi/sulit diketemukan/melarikan diri ? Treatment apa yang harus ditempuh terhadap Penanggung Hutang yang mempunyai identifikasi permasalahan seperti itu ?

Sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, langkah tepat yang perlu diambil adalah mengeluarkan Kebijakan Khusus lain berupa Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang PSBDT, yang secara khusus diberlakukan terhadap PNTO yang secara optimal telah diurus melalui Kebijakan CrashProgram, namun hasilnya ternyata tidak optimal. Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini perlu diatur tentang kemudahan-kemudahan penerbitan PSBDT, yang tentunya berbeda dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 128/PMK.06/2007, dengan pertimbangan karena dalam PNTO tersebut masih didukung adanya barang jaminan.

Segala inisiatif dan kreatifitas yang bersifat solusi perlu disampaikan, semuanya dalam upaya menyelesaikan PNTO yang nilainya sangat signifikan dalam outstanding BKPN. Dengan selesainya penyelesaian PNTO tersebut akan membawa dampak positif bagi kinerja DJKN di mata Pemerintah Cq Menteri Keuangan RI.


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini