Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Public Hearing: Semakin Dekat Dengan Masyarakat
Charles Jimmy
Jum'at, 27 Mei 2022 pukul 21:13:38   |   13859 kali

DJKN sebagai unit eselon I di Kementerian Keuangan yang memegang peranan strategis dalam pengelolaan kekayaan Negara perlu mengambil kebijakan untuk mengkomunikasikan visi, misi, program dan kegiatan yang dijalankan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memperkuat reputasi unit kerja dan meningkatkan kinerja organisasi. Ada banyak kegiatan publikasi yang telah dilakukan oleh DJKN baik di kantor pusat maupun kantor wilayah dan kantor operasional, seperti publikasi melalui website dan media sosial, edukasi DJKN goes to campus, dan kampanye lelang.go.id. Beberapa unit kerja juga melakukan publikasi melalui media TV, radio dan surat kabar lokal. Di samping saluran publikasi tersebut, terdapat satu mekanisme publikasi yang dapat dijalankan melalui interaksi langsung secara aktif dengan masyarakat, yaitu public hearing.

Menurut Cambridge Dictionary, public hearing is an official meeting where members of the public hear the facts about a planned road, building, etc. and give their opinions about it. Pengertian public hearing mengandung tiga komponen yaitu pertemuan yang bersifat formal, publik mendengar fakta mengenai rencana proyek, dan publik memberikan pendapat mengenai rencana tersebut. Pertemuan formal menunjukkan pertemuan tersebut dilakukan melalui suatu perencanaan terlebih dahulu, peserta mendapatkan undangan secara resmi dan pertemuan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya, pihak yang mewakili instansi pemerintah memberikan penjelasan kepada publik mengenai suatu proyek yang akan dijalankan, seperti lokasi proyek, kondisi saat ini, apa yang akan dibangun, mengapa perlu dibangun dan apa manfaatnya bagi masyarakat sekitar. Pada akhirnya, publik akan memberikan aspirasi mengenai rencana proyek dengan mengajukan pertanyaan, pendapat, sanggahan atau usulan lain. Namun, semua input yang diajukan publik bukan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh instansi pemerintahan. Meskipun demikian, input dimaksud bisa menjadi bahan masukan bagi instansi pemerintah untuk mengambil keputusan mengenai rencana proyek tersebut.

Di Indonesia, public hearing diterjemahkan sebagai dengar pendapat umum. Kita sering mendengar istilah ini ketika Dewan Perwakilan Rakyat sedang menyusun suatu undang-undang dan berkunjung ke kampus melakukan dengar pendapat untuk memperoleh masukan dari kalangan akademisi. Umumnya, public hearing yang dilakukan DPR atau instansi pemerintahan berkaitan dengan rencana kebijakan atau peraturan yang sedang disusun dan publik yang disasar adalah kelompok masyarakat tertentu dalam suatu organisasi formal.

Selain berkaitan dengan penyusunan regulasi, public hearing bisa juga berkenaan dengan suatu rencana aksi/proyek yang disiapkan pemerintah. Lalu, siapa yang dimaksud dengan publik? Publik dalam konteks ini adalah masyarakat yang akan terkena dampak dari rencana proyek yang dibangun. Contoh, untuk pembangunan jalan, maka masyarakat yang memiliki tanah atau rumah di sepanjang jalan dan sekitarnya merupakan publik yang dimaksud. Masyarakat ini merupakan individu-individu yang memiliki latar identitas, pekerjaan dan kondisi perekonomian yang berbeda sehingga tidak bisa disatukan dalam suatu kelompok masyarakat. Namun, mereka semua akan terdampak dengan proyek jalan yang akan dibangun. Oleh karena itu, mereka perlu dimintai pendapat dan masukan melalui public hearing.

Public hearing juga dapat dijadikan sebagai sarana publikasi suatu unit kerja kepada masyarakat. Kehadiran masyarakat dalam public hearing merupakan kesempatan untuk memperkenalkan keberadaan organisasi, menyampaikan visi dan misi serta mengungkapkan peran unit kerja dalam proyek yang akan dikerjakan. Harapannya, reputasi unit kerja dapat semakin meningkat di masyarakat. Di sisi lain, masyarakat akan merasa senang karena bisa memperoleh informasi mengenai proyek, sehingga ada transparansi proses yang dikerjakan.

DJKN sebagai unit organisasi yang tugas dan fungsinya tidak banyak terkait langsung dengan masyarakat dapat menggunakan public hearing sebagai salah satu mekanisme kampanye publik. Stakeholder DJKN lebih banyak berupa satuan kerja dibandingkan individu dalam masyarakat. Adapun kegiatan DJKN yang memungkinkan interaksi langsung dengan masyarakat adalah lelang, sehingga masyarakat yang tidak pernah mengikuti lelang DJKN, kemungkinan belum mengenal DJKN. Oleh karena itu, public hearing bisa menjadi langkah strategis bagi DJKN untuk menguatkan nama baik organisasi.

Sebagai contoh, DJKN selaku pengelola BMN memiliki sebidang tanah yang idle di kampung X yang merupakan kompleks perumahan. Untuk optimalisasi aset tersebut, di atas tanah akan dibangun taman bermain anak-anak. DJKN kemudian menyiapkan proposal untuk pembangunan proyek taman bermain yang memuat kondisi aset saat ini, proyek apa yang akan dibangun, bagaimana pendanaan, dan outcome yang ingin dicapai. Karena pengguna taman bermain nantinya adalah masyarakat di kampung X, maka DJKN bisa mengadakan public hearing untuk menjelaskan rencana proyek tersebut. Masyarakat bisa menyampaikan opini dan usulan terkait wahana bermain yang ingin disediakan. Tentunya, hal tersebut bukan keharusan untuk dipenuhi, namun dapat menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan. Dalam kegiatan tersebut, juga bisa diuraikan tugas dan fungsi lain yang dijalankan DJKN sehingga masyarakat tambah mengenal DJKN.

Tentunya, terdapat potensi hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan public hearing oleh DJKN, antara lain masyarakat yang datang bisa disusupi pihak tidak berkepentingan dan ketidaksiapan petugas menerima keluhan langsung dari masyarakat. Selain itu, ada pula masalah teknis terkait pembangunan proyek, seperti pendanaan dan perijinan yang bisa memakan waktu lama. Namun demikian, public hearing dipandang sebagai salah satu alat komunikasi yang efektif untuk menyampaikan suatu rencana kebijakan karena adanya hubungan langsung dengan masyarakat. Untuk itu, public hearing bisa diadakan pada tahap awal untuk kegiatan yang lingkupnya kecil guna melihat efektivitas pelaksanaannya.

Penulis: Charles Jimmy, Seksi Informasi, Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini