Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Piutang Negara dan Lelang: The End State
Andar Ristabet Hesda
Selasa, 24 Agustus 2021 pukul 16:57:50   |   612 kali


Pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang merupakan dua tugas DJKN yang berada pada area hilir dan terkadang berfungsi sebagai the last resort. Secara definisi, piutang negara merupakan akibat dari kegiatan pemerintah yang menimbukan kewajiban bayar oleh pihak lain. Pada lingkup DJKN, piutang negara yang ditangani pun merupakan piutang yang sudah dalam kategori macet. Sementara itu, layanan lelang juga merupakan bagian dari tahapan akhir suatu kegiatan, seperti penghapusan pada siklus pengelolaan BMN, penjualan jaminan pada kredit perbankan, atau pelaksanaan putusan hukum.

Sifat pekerjaan seperti ini tentu memiliki resiko yang berkaitan dengan potensi menurunnya intensitas pekerjaan ketika tata kelola kegiatan yang berada di area hulu sudah semakin baik atau adanya perubahan regulasi. Misalnya, ketika pencegahan munculnya piutang negara pada level Kementerian/Lembaga sudah semakin efektif, maka penyerahan piutang negara juga akan semakin menurun. Contoh lainnya, pelayanan lelang yang saat ini di dominasi oleh lelang Hak Tanggungan dari sektor perbankan juga akan semakin menurun apabila tata kelola sistem kredit di perbankan semakin prudent. Selain itu, meskipun saat ini akses lelang semakin terbuka untuk semua kalangan, tapi segmen pasarnya masih bersifat spesifik dan terbatas. Lalu apa yang harus kita lakukan?

Piutang Negara: Outstanding Minimal dan DJKN menjadi Regulatory-Supervisory Body

Secara alamiah, sasaran terakhir dari upaya pengurusan piutang negara adalah menghasilkan outstanding piutang yang minimal. Tentunya hal ini dapat dicapai melalui tiga level strategi, yaitu 1) meminimalisasi terjadinya piutang negara yang bermasalah; 2) optimalisasi pengurusan piutang negara pada Kementerian/Lembaga (belum kategori macet); dan 3) pengurusan piutang negara yang telah masuk dalam kategori macet. DJKN saat ini fokus untuk menangani piutang pada level 3. Oleh karena itu, DJKN mungkin perlu menginisiasi untuk mengambil peran pada level 1 dan 2 melalui joint program antara DJKN dan Kementerian/Lembaga. Ini bukan merupakan ide baru, dimana tugas pengurusan piutang negara secara perlahan diubah menjadi tugas pengelolaan. Proses ini juga pastinya akan menjadi jalan yang panjang karena tujuan akhirnya adalah pembangunan sistem dimana kondisi level 1 benar-benar terjadi dengan efektif dan efisien.

Namun, setelah level 1 itu terwujud, pertanyaan selanjutnya adalah apakah kemudian tugas piutang negara menjadi terhenti atau hilang? Jawabannya tentu tidak terhenti, tapi dominasi pengelolaan piutang negara mungkin akan hampir berpindah dari DJKN ke Kementerian/Lembaga dengan sifat pekerjaan yang cenderung mengarah pada upaya-upaya preventif agar piutang negara yang bermasalah tidak muncul. Oleh karena itu, unit piutang negara di DJKN mungkin akan bersifat sebagai regulatory-supervisory body, dengan spesialisasi pekerjaan yang sifatnya sangat spesifik dan terbatas. Konsep ini mirip dengan mekanisme pengelolaan BMN yang saat ini berjalan. Kondisi ini tentunya juga tidak akan cepat dan mudah terwujud karena untuk menuntaskan level 2 dan 3 saja merupakan pekerjaan yang memerlukan extra effort. Namun demikian, optimisme dan kerangka perencanaan ke arah level 1 atau 2 mungkin perlu dibangun mulai sekarang.

Lelang: Berkembangnya Lelang Sukarela dan BLU (BUMN) Lelang

Menurunnya frekuesi lelang terutama dari lelang Hak Tanggungan mungkin saja terjadi dengan adanya sistem kredit yang semakin prudent dan membaiknya kondisi perekonomian. Oleh karena itu, penggalian potensi lelang dari sektor lain wajib untuk dilakukan. Program-program inovatif yang telah dilakukan oleh DJKN, seperti digitalisasi proses bisnis lelang, perbaikan mekanisme pra-lelang, dan pengikutsertaan UMKM dalam proses lelang, merupakan langkah-langkah yang brilliant untuk menghidupkan lelang sebagai suatu “industri baru” di tengah masyarakat. Upaya ini perlu untuk terus digencarkan, terlebih lagi jika memang kedepan potensi lelang dari sumber existing sudah menunjukkan penurunan.

Salah satu sumber lelang yang belum optimal namun sangat potensial adalah lelang sukarela, dimana end state-nya adalah lelang menjadi metode transaksi yang “sebanding” dengan transaksi jual beli lainnya, seperti model e-commerce yang saat ini ada. Untuk menuju tahap ini sepertinya memang akan sulit apabila dilakukan oleh institusi yang berlatang belakang pemerintahan, karena dari sisi “fleksibiltas” pengelolaan keuangan (bisnis) tidak se-luwes badan usaha privat. BLU (atau BUMN) mungkin salah satu bentuk yang bisa dijadikan sebagai wadah ketika upaya-upaya yang telah dilakukan oleh DJKN untuk menggiatkan sektor lelang sukarela telah menunjukkan perkembangan yang semakin pesat.

Namun demikian, untuk dekade ke depan, DJKN mungkin akan masih tetap menjadi leading unit dalam pelaksanan lelang yang tentunya dengan constraint keterbatasan fleksibilitas pengelolaan keuangan. Dengan keterbatasan itu, dua hal yang mungkin dapat dan telah dilakukan oleh DJKN adalah 1) penyempurnaan regulasi dan platform lelang online (lelang.go.id atau e-auction) serta 2) bagaimana memperluas pangsa pasar pengguna jasa lelang, baik dari pemohon maupun peserta.

Target untuk penyempurnaan platform cukup sederhana, yaitu dengan menyamakan fitur lelang online dengan fitur yang ada di e-commerce lainnya. Misalnya, inisiasi untuk penambahan fitur layanan pengiriman barang atau pembayaran sistem kredit. Meskipun dalam pratiknya belum bisa diimplementasikan secara penuh karena batasan regulasi, namun paling tidak dari aspek sistem informasi sudah siap. Sementara untuk perluasan pangsa pasar bisa dilakukan dengan memperbaiki dan menjaga kesinambungan komunikasi antara DJKN dengan pemohon, peserta, dan pembeli lelang. Dengan adanya digitalisasi, data pemohon, peserta, pembeli lelang saat ini telah terhimpun ke dalam basis data yang sifatnya terintegrasi. Program pasca lelang (lanjutan), seperti penyampaian info-info lelang terbaru atau program-program menarik lainnya bisa terus dilakukan dengan memanfaatkan basis data ini. Dari aspek data analisis, bisa juga dilakukan dengan menganalisasi preferensi peserta atau pembeli lelang yang ada di dalam basis data sebagai landasan untuk strategi komunikasi kedepannya. Pemanfaatan basis data ini mungkin belum banyak kita lakukan saat ini. Selain itu, ekstensifikasi pangsa pasar lelang juga bisa dilakukan dengan platform media-media sosial yang saat ini sangat mendominasi di semua kalangan.

Penulis: Andar Ristabet Hesda (KPKNL Surakarta)

Foto: @bill_oxford (under unsplash.com license)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini