Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Keringanan Utang dalam Rangka Mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Muhammad Mukti Abadi
Senin, 22 Maret 2021 pukul 14:10:44   |   3507 kali

Pandemi corona virus 2019 yang kemudian dikenal sebagai Covid-19 telah menjadikan perekonomian dunia termasuk Indonesia mengalami goncangan yang luar biasa. Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020 mengalami kontraksi 2,07 persen secara year on year. Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan kontraksi ini dipengaruhi oleh pelemahan di berbagai sektor ekonomi karena pandemi Covid-19, sebagaimana dikutip Harian Tempo tanggal 5 Februari 2021, pada kuartal IV pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi kuartal IV tercatat sebesar -2,19 persen secara year on year, sedangkan pertumbuhan di kuartal IV secara q to q mengalami kontraksi -0,42 persen. Pada kuartal IV, penyebaran Covid-19 masih tinggi dan sulit diturunkan. Ini terjadi tidak hanya di Indonesia tapi di hampir seluruh negara.

Upaya yang dilakukan Pemerintah tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mencegah konstraksi di tahun 2021 dengan instrument fiscal maupun moneter, serta sektor yang lainnya. Indonesia telah mengambil langkah cepat dan terukur untuk menanggulangi dampak pandemi dan mendorong pemulihan ekonomi. Perubahan APBN dan penyediaan stimulus untuk dapat mengatasi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Beberapa kebijakan antara lain:

  1. Penerbitan Perppu No.1/2020 dan UU No.2/2020;
  2. Fleksibiltas APBN, pelebaran defisit APBN menjadi 6,34% PDB;
  3. Penyaluran program Pemulihan Ekonomi Nasional disertai langkah simultan perluasan stimulus dan penguatan program agar lebih simpel dan implementatif.

Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah melalui APBN berhasil sebagai instrumen countercyclical mengatasi kontraksi ekonomi yang lebih dalam.

Upaya relaksasi juga dilakukan dalam proses pengurusan Piutang Negara yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh PUPN/DJKN dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021. Dalam salah satu pertimbangannya disebutkan bahwa untuk mempercepat penyelesaian Piutang Negara pada instansi Pemerintah dan untuk memperingan Penanggung Utang di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), perlu dilaksanakan dengan mekanisme Crash Program.

Latar belakang dikeluarkannya PMK dimaksud antara lain:

1. Amanat Pasal 39 UU Nomor 9 Tahun 2020 tentang APBN 2021 yang isinya sebagai berikut:

Ayat 1: Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menyelesaikan piutang instansi Pemerintah yang diurus/dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, khususnya piutang terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan piutang berupa Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana, serta piutang instansi Pemerintah dengan jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), meliputi dan tidak terbatas pada restrukturisasi dan pemberian keringanan utang pokok sampai dengan 100 % (seratus persen).

Ayat 2: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian piutang instansi Pernerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional

Pemerintah dengan persetujuan DPR telah mengeluarkan UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekoniman Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-undang. Pemerintah terus berupaya menjaga agar pertumbuhan dan dampak kesejahteraan tidak menuju skenario sangat berat. Salah satunya dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program PEN dirancang untuk memulihkan ekonomi Indonesia dengan melindungi masyarakat miskin dan rentan miskin serta mendukung dunia usaha agar tidak makin terpuruk.

3. Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 adalah kejadian extraordinary. Dampaknya signifikan terasa pada sisi kesehatan, sosio ekonomi, hingga sektor keuangan. Perlu langkah cepat untuk melandaikan kurva penyebaran Covid-19 di Indonesia (flattening the curve). Caranya, dengan upaya penanganan kesehatan dan physical distancing atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

  • Aspek Sosial, yaitu berhentinya aktivitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja terutama sektor informal.
  • Aspek Ekonomi, yaitu kinerja ekonomi menurun tajam karena konsumsi terganggu, investasi terhambat, ekspor-impor terganggu, dan perlambatan pertumbuhan berbagai sektor.
  • Aspek Sektor Keuangan ikut bergejolak, karena dampak penurunan kinerja sektor riil.

4. Percepatan pengurangan Outstanding Piutang Negara

Pengurusan Piutang Negara yang dilakukan PUPN/KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) melalui tahapan yang panjang semenjak diserahkan oleh Penyerah Piutang dan kemudian diterima oleh KPKNL dengan menerbitkan SP3N (Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara) kemudian dilakukan dengan panggilan-panggilan kepada Penanggung Utang, dilanjutkan dengan Pernyataan Bersama atau Surat Paksa. Apabila terdapat barang jaminan dapat dilanjutkan ke penyitaan barang jaminan utang milik Penanggung Utang dan kemudian dapat dilaksanakan penjualan barang sitaan barang jaminan utang apabila tidak ada pembayaran atau pelunasan dari Penanggung Utang. Proses yang panjang dalam pengurusan Piutang Negara dan kondisi pandemi Covid-19 yang turut menekan kondisi usaha dari Penanggung Utang memerlukan percepatan untuk mengurangi outstanding BKPN (Berkas Kasus Piutang Negara) yang diurus oleh PUPN/KPKNL sekaligus relaksasi dengan memberikan keringanan utang kepada Penanggung Utang.


Dasar Hukum terbitnya PMK Nomor 15/PMK.06/2021, yaitu:

  1. UU No. 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2021;
  2. UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara;
  3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
  4. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan
  5. Peraturan Menteri Keuangan No. 163 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara.


Hal-hal pokok yang diatur dalam PMK 15 Tahun 2021, antara lain:

Sesuai Pasal 1 disebutkan bahwa Crash Program adalah optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang atau moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara. Kemudian yang disebut Keringanan Utang adalah pengurangan pembayaran pelunasan utang oleh Penanggung Utang dengan diberikan pengurangan pokok, bunga, denda, ongkos/biaya lainnya, sedangkan Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara adalah penghentian tindakan hukum penagihan Piutang Negara untuk sementara. Ruang lingkup obyek Crash Program sesuai Pasal 2 PMK 15 Tahun 2021 dimaksud disebutkan bahwa BKPN yang diselesaikan dengan mekanisme Crash Program meliputi Piutang Instansi Pemerintah Pusat dengan Penanggung Utang sebagai berikut:

  1. perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah (UMKM) dengan pagu kredit paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
  2. perorangan yang menerima Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS) dengan pagu kredit paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau
  3. perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

yang pengurusannya telah diserahkan kepada PUPN dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai dengan 31 Desember 2020.

Crash Program berupa pemberian keringanan utang tidak dapat diberikan terhadap:

  1. Piutang Negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan (TGR/TP), kecuali Penanggung Utang telah pensiun atau merupakan Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat/golongan (Penata Muda/III/a) ke bawah;
  2. Piutang Negara yang berasal dari ikatan dinas;
  3. Piutang Negara yang berasal dari aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL);
  4. Piutang Negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya, kecuali jaminan berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya tersebut; dan
  5. Dalam hal jaminan penyelesaian utang sebagaimana dimaksud pada huruf d sudah tidak efektif, kadaluwarsa atau kondisi lainnya, tidak dapat lagi digunakan sebagai jaminan penyelesaian Piutang Negara.

Jenis Crash Program dipertegas dalam Pasal 3 ayat (2) PMK dimaksud yang menyatakan pelaksanaan Crash Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara, berupa:

  1. Pemberian Keringanan Utang, berupa pengurangan pembayaran pelunasan utang yang meliputi keringanan utang pokok, seluruh sisa utang bunga, denda dan ongkos/biaya lainnya serta tambahan keringanan utang pokok.
  2. Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara, hanya diberikan kepada Penanggung Utang yang memiliki kondisi khusus, yaitu terdampak pandemi Covid-19 dan pengurusan Piutang Negara baru diserahkan setelah ditetapkannya status bencana nasional pandemi Covid-19. Moratorium yang diberlakukan berupa penundaan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lainnya, penundaan lelang dan atau penundaan paksa badan hingga status bencana nasional pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir oleh Pemerintah.

Pelaksanaan pengurusan Piutang Negara di DJKN dilaksanakan sepenuhnya oleh KPKNL yang tersebar diseluruh Indonesia. Kewenangan Kepala KPKNL diatur secara jelas sesuai Pasal 4 PMK dimaksud, yaitu:

  1. Kepala KPKNL bertugas menyelesaikan Piutang Negara yang telah diserahkan pengurusannya kepada PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Piutang Negara.
  2. Kepala KPKNL berwenang memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Crash Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.

Agar Crash Program ini berhasil dan diketahui oleh seluruh Penanggung Utang yang memenuhi kriteria, Kepala KPKNL memberitahukan rencana pelaksanaan Crash Program kepada Penanggung Utang yang berhak diberikan Crash Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), melalui:

  1. surat pemberitahuan yang dikirimkan secara tercatat atau surat elektronik;
  2. pengumuman panggilan di surat kabar, website atau media elektronik lainnya;
  3. surat pemberitahuan melalui Penyerah Piutang;
  4. sosialisasi; dan/atau
  5. pelaksanaan kerja sama penyelesaian (joint program) dengan Penyerah Piutang.

Mekanisme permohonan yang dilakukan Penanggung Utang diatur dalam Pasal 7 PMK dimaksud, yaitu:

  1. Penanggung Utang yang dapat diberikan Crash Program merupakan Penanggung Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala KPKNL dan diterima secara lengkap paling lambat tanggal 1 Desember 2021.
  2. Permohonan tertulis diajukan oleh Penanggung Utang dengan menyebutkan jenis Crash Program yang akan diikuti, meliputi:
  • permohonan Keringanan Utang; atau
  • permohonan Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara.

Permohonan tertulis yang diajukan oleh Penanggung Utang harus dilengkapi dengan persyaratan administrasi berupa:

  1. Kartu identitas Penanggung Utang atau Penjamin Utang; dan
  2. Dokumen pendukung.

Dokumen pendukung berupa:

  1. Surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa yang menerangkan bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan seluruh utang tanpa pemberian keringanan;
  2. Surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa atau instansi yang berwenang bahwa Penanggung Utang terdampak bencana yang mempengaruhi kondisi ekonomi/usaha Penanggung Utang; dan/atau
  3. Surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada instansi yang berwenang bahwa Penanggung Utang saat mengajukan permohonan Crash Program tercatat sebagai pelaku usaha dengan skala mikro, kecil, atau menengah atau penerima kredit pemilikan rumah sederhana/rumah sangat sederhana.

Dalam hal permohonan tertulis diajukan oleh Penjamin Utang, dokumen pendukung yang disampaikan berupa:

  1. surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa atau pejabat yang berwenang pada instansi yang berwenang, yang menerangkan Penanggung Utang tidak diketahui keberadaan/tempat tinggalnya; dan
  2. surat pernyataan bermeterai cukup dari Penjamin Utang yang diketahui oleh pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa tempat domisili Penjamin Utang, yang berisi:
  • kesanggupan untuk memenuhi seluruh ketentuan Crash Program;
  • bertanggung jawab secara penuh jika terjadi gugatan dari Penanggung Utang, ahli waris atau pihak ketiga lainnya baik secara pidana, perdata atau tata usaha negara, termasuk gugatan terhadap penyerahan asli dokumen kepemilikan barang jaminan; dan
  • membebaskan KPKNL dan Penyerah Piutang dari seluruh gugatan baik pidana, perdata atau tata usaha negara dari Penanggung Utang, ahli waris atau pihak ketiga lainnya, termasuk gugatan terhadap penyerahan asli dokumen kepemilikan barang jaminan.

Skema keringanan utang sesuai PMK 15 Tahun 2021 dimaksud antara lain:

Crash Program berupa keringanan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a diberikan kepada Penanggung Utang yang dituangkan dalam surat persetujuan yang meliputi:

1. pemberian keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya;

2. pemberian keringanan utang pokok:

  • sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan;
  • sebesar 60 % (enam puluh persen) dari sisa utang pokok, dalam hal Piutang Negara tidak didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan; dan

3. tambahan keringanan utang pokok apabila dilakukan pelunasan dalam waktu sebagai berikut:

  • sampai dengan Juni 2021, sebesar 50% (lima puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan;
  • pada Juli sampai dengan September 2021 hari kerja, sebesar 30% (tiga puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan; atau
  • pada Oktober sampai dengan tanggal 20 Desember 2021, sebesar 20% (dua puluh persen) dari sisa utang pokok setelah diberikan keringanan, sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas.


Dalam hal Penanggung Utang yang telah diberikan persetujuan pemberian keringanan utang harus melunasi kewajibannya paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat persetujuan ditetapkan. Hal ini diatur dalam Pasal 11 PMK 15 dimaksud. Dikecualikan dari kewajiban melunasi paling lambat 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam hal:

  1. permohonan yang disampaikan pada tanggal 1 Desember 2021, pelunasan dilakukan paling lambat tanggal 20 Desember 2021; dan
  2. barang jaminan telah diumumkan untuk dilelang, pelunasan dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.

Dalam hal terjadi pelunasan, PUPN/KPKNL membatalkan rencana lelang dan mengumumkan pembatalan lelang dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang. Dalam hal Penanggung Utang tidak melunasi kewajibannya sebagaimana jangka waktu yang diatur dalam Pasal 11 ayat (1), persetujuan keringanan utang yang sudah diberikan batal dan pembayaran yang sudah pernah dilakukan Penanggung Utang diperhitungkan sebagai pengurang jumlah utang pokok.

Ada yang menarik dalam Pasal 14 PMK 15 dimaksud, yaitu Penanggung Utang yang telah melakukan pembayaran pada saat pengurusan di PUPN sebesar atau melebihi utang pokok sampai dengan 31 Desember 2020, dapat diberikan keringanan seluruh sisa utang bunga, denda, dan ongkos/biaya lainnya.

Relaksasi yang diatur dalam Pasal 15 PMK15 dimaksud berupa Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara yang diberikan berupa:

  1. penundaan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain;
  2. penundaan pelaksanaan lelang; dan/atau
  3. penundaan paksa badan, sampai dengan status bencana nasional mengenai pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan berakhir oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk dapat mendapatkan Moratorium Tindakan Hukum atas Piutang Negara, Penanggung Utang terdampak pandemi Covid-19 membuktikan dengan:

  1. resume penyerahan pengurusan Piutang Negara;
  2. surat keterangan/pemberitahuan atau bukti tertulis lain dari Penyerah Piutang; atau
  3. surat keterangan dari pejabat yang berwenang pada kantor kelurahan/kantor kepala desa atau pejabat yang berwenang pada instansi yang berwenang.

Langkah Pemerintah dalam hal ini dengan menerbitkan PMK Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh PUPN/DJKN dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021 merupakan langkah kongkret dengan harapan beban masyarakat khususnya Penanggung Utang yang termasuk kriteria yang memenuhi syarat dapat memanfaatkan/mengikuti Crash Program tersebut dan dapat terbantu memperoleh keringanan pembayaran utang hingga lunas.

Kondisi pandemi Sovid-19 seperti saat ini tentu saja sangat memukul juga kondisi perekonomian para Penanggung Utang, untuk diharapkan Penanggung Utang dapat memanfaatkan Crash Program ini, sehingga dapat mengurangi beban perekonomiannya karena adanya keringan pembayaran hutangnya yang relatif banyak. Utang yang membebani Penanggung Utang akan membebani kondisi perekonomian dan psikologisnya, sehingga apabila dapat terlunasi diharapkan dapat mendorong usaha Penanggung Utang. Hal ini juga sesuai tagline yang dikemas dengan kalimat “Lunas Hari Ini Lega Sampai Nanti”.

Materi tulisan diambil dari berbagai sumber dan sosialisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh PUPN/DJKN dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021 yang dilaksakan Tim Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lainnya (PNKNL) DJKN.

Penulis: Harmaji, Kepala KPKNL Pamekasan
Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini