Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
DJKN Respon Dampak Pandemi Covid-19 Dengan Relaksasi Pemanfaatan BMN
Eva Resia
Sabtu, 26 September 2020 pukul 09:52:07   |   1071 kali

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN). PMK ini mengakomodir relaksasi pemanfaatan BMN berupa penyederhanaan proses bisnis dan penyesuaian tarif pemanfaatan aset negara atau BMN akibat kondisi tertentu. Kondisi tertentu di sini termasuk bencana nonalam, seperti pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Melalui peraturan ini, DJKN sebagai unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola BMN, berupaya mengoptimalkan potensi BMN dalam rangka penanggulangan Covid-19 melalui kegiatan Pemanfaatan BMN.


Pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan. Adapun bentuk pemanfaatan BMN adalah berupa Sewa, Pinjam Pakai, Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI).


Dalam rangka penanggulangan Covid-19, Pemerintah Daerah membutuhkan dukungan Pemerintah Pusat dalam bentuk fasilitas dan alat-alat kesehatan. Kondisi darurat seperti ini menuntut mekanisme dan prosedur yang lebih cepat. Merespon hal tersebut, melalui PMK 115, proses pemanfaatan BMN berupa pinjam pakai dapat disederhanakan. Dimana proses serah terima objek yang dipinjampakaikan dapat mendahului persetujuan Pengelola Barang. Sebagai contoh yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru adalah menyetujui Pinjam Pakai BMN berupa Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR) milik Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pekanbaru kepada Pemerintah Provinsi Riau. Alat kesehatan ini digunakan untuk mendukung Laboratorium Biomekuler RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Provinsi Riau.


Sesuai PMK 115 tersebut, biaya sewa yang dikeluarkan masyarakat atas pemanfaatan BMN akan dihitung berdasarkan kelayakan usaha dan bentuk pemanfaatannya yakni untuk bisnis, non bisnis, serta sosial. Sewa BMN untuk kegiatan usaha berorientasi bisnis akan dikenakan tarif sebesar 100%, non bisnis adalah antara 20% hingga 50%, dan sosial sebesar 2,5%. Persentase dari nilai sewa wajar inilah yang menjadi jumlah besaran sewa (biaya sewa) yang harus dibayarkan oleh penyewa.


Penyewa BMN terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Koperasi mengalami penurunan pendapatan akibat penutupan kantor dan penerapan working from home. Pemerintah turut merespon hal ini dalam PMK 115, di mana ada pengecualian bagi sewa BMN yang kegiatan usahanya berorientasi bisnis. Jika kegiatan usaha merupakan koperasi sekunder yang beranggotakan Aparatur Sipil Negara (ASN)/Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), maka tarif yang dikenakan sebesar 75%. Untuk BMN yang dimanfaatkan oleh kegiatan usaha koperasi primer beranggotakan ASN/TNI/Polri dikenakan tarif sebesar 50%. Sedangkan untuk kegiatan usaha oleh perorangan, ultramikro, mikro, dan kecil dikenakan tarif 25%.


Pengecualian juga dilakukan bagi sewa BMN berorientasi nonbisnis yang besaran tarifnya 30% sampai 50%. Jika sewa yang diinisiasi pengguna atau pengelola untuk mendukung institusi maka dikenakan tarif 15%. Kemudian sewa untuk sarana prasarana pendidikan, pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anak ASN/ TNI/Polri maka dikenakan tarif 10%. Sedangkan sewa BMN untuk kegiatan sosial (tidak berorientasi pada keuntungan) diberikan faktor penyesuai sewa sebesar 2,5%, untuk siapapun subjek sewanya. Jadi jelas bahwa PMK ini disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan.


Terlebih dalam kondisi tertentu seperti saat ini (pandemi Covid-19). Pengelola Barang dapat menetapkan besaran faktor penyesuai sewa mulai dari 1% sampai dengan 50%. Penyesuaian ini berlaku sejak ditetapkannya status bencana oleh Pemerintah sampai dengan paling lama 2 (dua) tahun sejak status bencana dinyatakan berakhir. Selain itu, relaksasi juga diberikan pada sewa berjalan yang telah lunas pembayaran uang sewanya. Besaran faktor penyesuai dimaksud akan diterapkan pada saat penyewa mengajukan perpanjangan sewa, atau diperhitungkan sebagai tambahan jangka waktu sewa.


Adapun salah satu contoh Pemanfaatan BMN berupa sewa yang telah berhasil dilakukan dalam kondisi tertentu berupa bencana non alam pandemi Covid-19 adalah sewa BMN dalam rangka penyediaan infrastruktur pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung II yang mempunyai potensi PNBP Rp436 Miliar dengan faktor penyesuaian tarif sewa sebesar 15%.


Sama halnya dengan sewa, pemanfaatan BMN berupa Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) juga mendapatkan penyesuaian tarif. Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat menetapkan besaran faktor penyesuai untuk kontribusi tetap mulai dari 1% sampai dengan 50%.


Selain untuk mengakselerasi program penanggulangan dampak Covid-19, langkah dalam PMK 115 ini dinilai efektif dan efisien untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sebab, Pemanfaatan BMN akan mengoptimalisasi BMN yang awalnya idle atau tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, untuk kembali produktif, memiliki nilai sosial ekonomi bagi masyarakat luas, dan menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).


DJKN menekankan bahwa Pemanfaatan BMN tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang asetnya dimanfaatkan. BMN akan menjadi tanggung jawab mitra pemanfaatan tanpa mengubah status kepemilikannya, baik itu pada kegiatan Pinjam Pakai yang dilangsungkan antara Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah, atau pada kegiatan Sewa, KSP, dan KSPI dengan swasta.

Referensi : PMK Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara dan Kegiatan Media Briefing DJKN tentang PMK 115

Penulis : Eva Resia

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini