Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Penilai, ……… Denyut Nadi Dalam Pengelolaan Aset
Dedy Sasongko
Kamis, 27 Februari 2020 pukul 17:04:30   |   1461 kali

Penulis : Tuti Kurniyaningsih, Kepala Bidang Penilaian, Kanwil DJKN Kalbar

Barang Milik Negara/Daerah (BMN/BMD) atau aset pemerintah merupakan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Aset yang ada di Kalimantan Barat meliputi aset Pemerintah Pusat, aset Pemerintah Prov Kalbar, dan aset Pemerintah kabupaten/kota. Aset tersebut harus memberikan manfaat ekonomi maupun sosial kepada pemerintah maupun masyarakat. Karena itu, aset tersebut harus dikelola secara strategis, dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk memaksimalkan manfaat, mengurangi risiko dan mampu mendukung pemberian layanan ke masyarakat secara berkelanjutan.

Tahap pengelolaan aset membentuk suatu siklus yang dimulai dari tahap perencanaan kebutuhan hingga penghapusan aset. Pada setiap tahap tersebut terdapat keputusan/persetujuan yang ditetapkan baik oleh Pengelola Barang maupun Pengguna Barang. Keputusan/persetujuan dimaksud selalu berhubungan dengan nilai aset. Selanjutnya, siapa yang menentukan nilai aset ?

Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang nilai aset, kita perlu mengetahui siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan aset. Pihak yang terlibat dalam pengelolaan aset terdiri dari pengelola barang, pengguna barang, dan kuasa pengguna barang. Pengelola barang merupakan pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN/BMD. Menteri Keuangan disebut sebagai Pengelola Barang untuk BMN dan Sekretaris Daerah merupakan pengelola barang untuk BMD.

Menteri/pimpinan lembaga bertindak selaku Pengguna Barang yang memiliki kewenangan penggunaan BMN. Sedangkan kepala satuan kerja perangkat daerah bertindak selaku Pengguna Barang untuk BMD. Adapun kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

Pada setiap tahap pengelolaan aset diperlukan nilai. Pada saat pemerintah akan membangun infrastruktur diperlukan tanah, saat itulah diperlukan nilai untuk menentukan besarnya ganti rugi kepada pemilik tanah. Pada saat aset pemerintah akan membuat laporan keuangan diperlukan nilai untuk mengetahui berapa besar kekayaan yang dimiliki. Demikian pula pada saat aset akan disewakan, dikerjasamakan, ditukar guling maka diperlukan nilai untuk menentukan besaran sewa, besaran bagi hasil, maupun nilai aset yang hendak ditukar guling supaya aset penggantinya sepadan dengan aset yang ditukar. Saat aset akan dihapuskan karena tidak memberikan nilai ekonomis bagi pemerintah, maka diperlukan nilai sebagai dasar untuk penetapan limit penjualan melalui lelang. Selalu ada nilai dalam setiap tahap pengelolaan aset.

Nilai yang dimaksud adalah nilai wajar yaitu estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian. Nilai wajar ditentukan oleh penilai yang ditunjuk oleh Pengelola Barang atau Pengguna Barang. Penilai merupakan orang yang memiliki kompetensi untuk memberikan opini nilai atas suatu aset berdasarkan standar penilaian.

Selain memberikan opini nilai, Penilai juga dapat memberikan pertimbangan untuk pemanfaatan aset antara lain analisis highest and best use, analisis kelayakan usaha, dan analisis pasar. Salah satu kegunaan analisis highest and best use sebagaimana Pasal 10 UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP, yaitu sebagai pertimbangan dalam penentuan tarif PNBP yang berasal dari pengelolaan BMN. Analisis kelayakan usaha kerja sama pemanfaatan (KSP) digunakan untuk menentukan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuantungan antara mitra dan pemerintah. Dengan analisis tersebut diharapkan jenis pemanfaatan yang dipilih akan tepat.

Terdapat 2 (dua) macam penilai yaitu penilai pemerintah dan penilai publik. Penilai Pemerintah yaitu Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah yang diangkat oleh kuasa Menteri Keuangan serta diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independent. Sedangkan penilai publik adalah Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi Penilai yang diakui oleh Pemerintah.

Salah satu Penilai Pemerintah yang memiliki peran dalam pengelolaan aset adalah Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan. Peran para penilai tersebut memberikan pertimbangan nilai yang akan dijadikan dasar penetapan persetujuan Pengelola Barang dalam pengelolaan aset. Lantas bagaimana dengan pemda? Jumlah penilai pada pemda masih sangat terbatas, bahkan untuk Pemda di wilayah Kalimantan Barat belum memiliki Penilai Pemerintah. Hal ini menjadi kendala bagi pengelolaan aset daerah. Banyak pemda yang mengandalkan Penilai Pemerintah pada Kementerian Keuangan dan penilai publik.

Apakah pemda dapat memilki Penilai Pemerintah sendiri? Jawabannya adalah sangat mungkin. Pada 2016 berdasarkan Permenpan RB Nomor 18 Tahun 2016 telah lahir Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah. Jabatan ini lahir untuk menjadikan penilai lebih profesioanal, memiliki jalur karir yang pasti dan turut mendukung terwujudnya good governance. Masih lekat dalam ingatan kita, pidato presiden Jokowi saat pelantikan di depan MPR/DPR RI bahwa dalam rangka mewujudkan ASN yang profesional maka jabatan fungsional semakin diperluas, bahkan akan memangkas jabatan pengawas (eselon 4) dan administrator (eselon 3). Inilah saatnya, Pemerintah Daerah menangkap peluang untuk membuka Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah di lingkungannya.

Ketersediaan penilai yang memadai dalam pengelolaan aset akan sangat mendukung kebijakan pemerintah dalam mengelola asetnya. Aset tidak lagi hanya dipandang sebagai barang yang hanya dimanfaatkan sendiri atau bahkan dibiarkan idle tetapi bagaimana dapat dimanfaatkan untuk mendatangkan penerimaan bagi negara dan daerah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini