Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
What DJKN Wants To Be? (Disarikan dari Rencana Strategis DJKN Tahun 2015-2019)
Andar Ristabet Hesda
Rabu, 24 Mei 2017 pukul 11:37:28   |   1454 kali

Jika kita sebagai jajaran pejabat/pegawai DJKN ditanya oleh Menteri Keuangan atau pihak lainnya, kira-kira DJKN nanti mau jadi seperti apa? Maka, mungkin kita perlu berhenti sejenak untuk berpikir, karena sulitnya atau bingungnya mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Ya, visi dan misi organisasi memang sering kali hanya berakhir di dinding-dinding ruang rapat kita. Fenomena rendahnya awareness terhadap visi dan misi telah terbukti dengan hasil survei MOFIN tahun 2015, sehingga beberapa rekomendasinya harus kita tindak lanjuti di tahun 2016. Fakta ini sebenarnya perlu ditangani dengan lebih serius agar organisasi ini secara massive mulai aware dan fokus ke arah tujuan organisasi yang sebenarnya. Organisasi yang fokus akan berdampak pada efektifnya energi dan sumber daya yang dikeluarkan, tidak ada lagi perdebatan panjang karena dari awal kita sudah sepakat atas apa yang menjadi tujuan akhir.

Tulisan ini adalah bagian kecil dari upaya untuk menyadarkan kita tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan organisasi. Penetapan arah organisasi secara formal telah dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor 147/KN/2015 tentang Rencana Strategis DJKN Tahun 2015-2019. Melalui dokumen rencana strategis tersebut telah ditetapkan apa yang menjadi visi, misi, tujuan, arah, kebijakan, serta target kinerja yang harus dicapai oleh organisasi. Secara umum, rencana strategis dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu 1) tren capaian kinerja dan kerangka kelembagaan, 2) visi, misi, tujuan, arah, dan kebijakan, 3) target kinerja serta kerangka pendanaan dalam periode lima tahun. Ketiganya merupakan bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan. Namun, dari ketiga bagian tersebut, bagian yang terpenting dari sebuah rencana strategis adalah berkaitan dengan bagian ke-2, yaitu terkait dengan visi, misi, tujuan, arah, dan kebijakan. Pada bagian ini kita berbicara tiga intisari perencanaan, yaitu apa yang kita miliki/sampai dimana kita (what we have/where we are now), tujuan apa yang ingin kita capai (what we want to be), bagaimana strategi mencapai tujuan tersebut (how to get there). Dalam tulisan ini, ketiga intisari perencanaan tersebut akan diuraikan melalui pendekatan yang lebih sederhana dan secara langsung menyasar visi dan misi organisasi.

Berdasarkan Rencana Strategis DJKN Tahun 2015-2019, visi dan misi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:

Visi : menjadi pengelola kekayaan negara yang profesional dan akuntabel untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Paling tidak ada tiga hal penting yang bisa kita ambil dari visi ini, yaitu pengelola kekayaan negara, profesional dan akuntabel, serta kemakmuran rakyat. Jadi ukuran keberhasilan DJKN paling tidak ditandai dengan tiga hal ini. Pertama DJKN harus menjadi pengelola kekayaan negara. Kedua, pengelola yang baik harus profesional dan akuntabel. Profesional berarti, pekerjaan harus dilaksanakan sesuai prosedur, norma waktu, standar profesi, dan standar keilmuan yang telah ditetapkan. Sementara, akuntabel berarti, pekerjaan harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian, pengelola yang baik juga harus ditunjukan melalui kinerja yang dihasilkan pada akhirnya dapat berdampak pada kemakmuran rakyat.

Mungkin muncul pertanyaan, kenapa hanya kekayaan negara? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka perlu kita kaji dari dasar hukum atas mandat yang diberikan kepada DJKN. Berdasarkan pasal 28 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan, ruang lingkup kekayaan negara yang menjadi tugas DJKN meliputi bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang. Berdasarkan dasar hukum ini telah jelas bahwa, yang dimaksud kekayaan negara dalam visi DJKN adalah meliputi seluruh bidang yang saat ini menjadi tugas dan fungsi DJKN.

Kembali pada tiga frasa penting dari visi DJKN, yaitu pengelola kekayaan negara, profesional dan akuntabel, dan kemakmuran rakyat, maka harus kita uraikan lebih lanjut terkait dengan apa yang sebenarnya dimaksud dengan ketiga hal tersebut. Menurut Axson (2010), manajemen strategi yang efektif paling tidak harus terdiri atas tiga hal, yaitu 1) mampu mendefinisikan core business, 2) mampu menjabarkan tujuan serta makna pencapaiannya, dan 3) disertai target yang mampu memandu eksekusi strategi dan sistem pengukurannya mampu mencerminkan perkembangan pencapaian tujuan. Oleh karena itu, kita harus mendefinisikan ketiga frasa tersebut ke dalam kerangka yang lebih operasional, sehingga secara nyata dapat diwujudkan oleh seluruh jajaran DJKN. Salah satu definisi yang paling baik dari sebuah visi tentu adalah misinya. Oleh karena itu, hal selanjutnya yang perlu kita ketahui adalah apa yang menjadi misi DJKN agar visi tersebut dapat tercapai.

Misi DJKN:

1. mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara;

2. mengamankan kekayaan negara secara fisik, administrasi, dan hukum;

3. meningkatkan tata kelola dan nilai tambah pengelolaan investasi pemerintah;

4. mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan acuan dalam berbagai keperluan;

5. melaksanakan pengurusan piutang negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel;

6. mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebagai instrumen jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.

Pengelola Kekayaan Negara yang Profesional dan Akuntabel

Dilihat dari keenam misi tersebut, maka untuk menjadi pengelola kekayaan negara yang profesional dan akuntabel, DJKN harus mampu berada pada kondisi-kondisi sebagai berikut:

1. pengelolaan kekayaan negara yang aman secara fisik, administrasi, dan hukum, yang ditandai dengan beberapa indikator seperti 1) tingginya tingkat penguasaan fisik, 2) tingginya kualitas laporan keuangan (opini WTP/tidak adanya temuan material), 3) terselesaikannya regulasi yang memadai, dan 4) adanya legalitas kepemilikan;

2. peningkatan tata kelola investasi pemerintah yang ditandai dengan beberapa indikator seperti 1) terselesaikannya regulasi yang memadai terkait tata kelola investasi pemerintah, 2) perencanaan investasi yang fit for purpose, 2) tingginya kualitas laporan investasi pemerintah (opini WTP/tidak adanya temuan material), dan 3) penyaluran investasi pemerintah yang sesuai perencanaan;

3. pengurusan piutang negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang ditandai dengan beberapa indikator seperti 1) terselesaikannya regulasi yang memadai terkait pengurusan piutang negara, 2) penagihan piutang negara yang efektif, dan 3) tingginya kualitas laporan keuangan (opini WTP/tidak adanya temuan material);

4. lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif yang ditandai dengan beberapa indikator seperti 1) terselesaikannya regulasi yang memadai terkait lelang, 2) transaksi lelang yang efektif (rendahnya lelang TAP/tingginya kenaikan harga), 3) market share lelang yang mampu bersaing di pasar, serta 4) tidak adanya temuan material dalam proses lelang.

Keempat kondisi di atas harus kita capai dengan trajectory target yang jelas dan terukur dalam peta strategi setiap unit, serta tentunya ada progress realisasi dari tahun ke tahun.

Berdampak pada Kemakmuran Rakyat

Indikator penting selanjutnya yang mencerminkan bahwa pengelolaan kekayaan negara telah dilakukan dengan baik adalah adanya dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari pengelolaan kekayaan negara yang kita lakukan terhadap kemakmuran rakyat. Terkait hal ini, amanat konstitusi kita sudah sangat jelas menggariskan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Negara harus hadir untuk memastikan bahwa sumber daya dan kekayaan negara itu dikelola dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat. Di sinilah perwujudan peran yang harus diemban DJKN dalam merepresentasikan peran negara.

a. Peran dalam Aspek Fiskal

Selain itu, dari sisi tugas dan fungsi, maka kebijakan yang bisa digunakan terkait dengan perwujudan kemakmuran rakyat adalah kebijakan di bidang fiskal. Horton dan El-Ganainy (2009) menyatakan bahwa kebijakan fiskal adalah penggunaan pengelolaan pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk mempengaruhi kondisi perekonomian. Jika kondisi perekonomian semakin baik, maka tentunya akan mendorong tercapai kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, ada dua alat kendali yang dapat kita digunakan, jika DJKN ingin berpartisipasi dalam mewujudkan kemakmuran rakyat. Pertama, yaitu dari sisi penguatan kapasitas penerimaan negara dan kedua dari sisi pengendalian belanja. Hal ini jelas sesuai dengan misi ke-1 DJKN, yaitu “mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara” dan misi ke-3, yaitu “meningkatkan tata kelola dan nilai tambah pengelolaan investasi pemerintah”. Fungsi optimalisasi penerimaan tentu saja dilakukan dengan memanfaatkan aset-aset undercapacity dalam kerangka komersial. Selain dapat menghasilan PNBP, pemanfaatan aset yang optimal juga dapat mestimulus peningkatan titik-titik pergerakan ekonomi di sekitar lokasi aset.

Sementara itu, di sisi pengendalian belanja dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan aset pemerintah dengan menggunakan aset idle yang ada, baik untuk pelaksanaan tugas dan fungsi maupun program-program pemerintah. Selain itu, pengendalian belanja juga dapat dilakukan melalui penelaahan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) agar anggaran atas pengadaan/pemeliharaan aset tetap sesuai dengan standar yang ada. Penelaahan RKBMN juga dapat dilakukan untuk menentukan skala prioritas pengadaan aset, yang tentunya disesuaikan dengan program prioritas pemerintah.

Kebijakan di bidang fiskal lainnya, adalah terkait dengan perencanaan, penyaluran, dan pemantauan investasi pemerintah. Kebijakan pembiayaan yang ditetapkan oleh DJKN tentu harus berpedoman pada program-program apa yang sedang menjadi prioritas pemerintah. Penyaluran investasi harus diarahkan ke BUMN, lembaga, atau instansi yang secara langsung berperan sebagai operator pemerintah dalam melaksanakan program tersebut. Selain itu, DJKN juga harus memastikan bahwa investasi yang telah disalurkan benar-benar digunakan sesuai dengan perencanaan. Beberapa kegiatan ini saat ini telah dilakukan oleh DJKN.

b. Peran dalam Aspek Moneter

Tidak hanya terbatas pada bidang fiskal, DJKN juga memiliki peran dalam di bidang moneter, sehingga roda perekonomian dapat berjalan dengan lebih sehat. Sebagai salah satu pengelola aset terbesar di Indonesia, DJKN sedang mengalami kondisi aset surplus, dimana masih terdapat sisa aset yang undercapacity, yang dapat dioptimalkan, baik secara komersial maupun sosial. Aset surplus tersebut juga merupakan salah satu supply aset dalam pasar properti. Oleh karena itu, DJKN dapat juga berperan sebagai aset supplier/pelaku pasar dalam sektor properti. Melalui peran ini dan sesuai fungsinya sebagai perpanjangan tangan pemerintah, DJKN dapat turun langsung ke dalam sektor ini sebagai pengendali harga untuk menghindari adanya potensi bubble. Fungsi pengendali harga juga dapat dilakukan melalui fungsi penilaian. Sesuai misi ke-4 “mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan acuan dalam berbagai keperluan’, maka diharapkan suatu saat DJKN memiliki basis data penilaian yang komprehensif dengan tingkat coverage yang luas. Basis data nilai wajar yang secara kontinue diperbaharui, dianalisis, dan disampaikan ke publik akan menjadi salah satu referensi bagi para pelaku pasar khususnya properti sebelum proses transaksi dilakukan.

Fungsi dalam bidang moneter lainnya adalah di bidang lelang. Nilai transaksi lelang yang senantiasa meningkat setiap tahunnya tentunya akan diiringi dengan perluasan market share (pangsa pasar). Sebagai salah satu transaksi yang berkarakter, pengemasan lelang yang menarik masyarakat, akan menjadikan transaksi ini sebagai salah satu instrumen jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Hal ini merupakan misi ke-6 DJKN, yaitu “mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebagai instrumen jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat”. Salah satu perangkat yang dapat digunakan untuk mewujudkan misi ini adalah e-auction. Perangkat ini cukup efektif sebagai alat pengendalian (transparansi dan akuntabilitas) maupun optimalisasi transaksi lelang. Perangkat ini sejatinya juga sejalan dengan tren jual beli masyarakat yang saat ini lebih didominasi oleh media transaksi online. Oleh karena itu, e-auction dengan karakternya yang unik, mungkin saja suatu saat bisa setara dengan media transaksi online lainnya. Semakin transaksi lelang dikenal oleh masyarakat, tentu sumbangan lelang terhadap pergerakan perekonomian semakin tinggi.

Peran dalam Aspek Sosial dan Pelayanan Publik

Selain fungsinya sebagai regulator dan supervisor, DJKN juga secara langsung juga berperan sebagai operator untuk memastikan kebutuhan aset pemerintah terpenuhi dengan optimal sehingga pelayanan publik dapat berjalan dengan baik. Selain itu, DJKN juga dapat mengalokasikan aset-aset yang undercapacity kepada pemerintah daerah, yayasan sosial, dan masyarakat melalui mekanisme hibah. Pengalihan aset kepada pemerintah daerah atau yayasan sosial bertujuan untuk membantu pemenuhan aset di daerah sehingga pelayanan publik di daerah lebih optimal. Sedangkan, pengalihan aset kepada masyarakat sejalan dengan salah satu program reforma agraria, yaitu redistribusi aset, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kapital masyarakat sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi ekonomi di masyarakat setempat.

Penutup

Sesuai dengan Renstra DJKN Tahun 2015-2019, begitu beragamnya tugas dan fungsi DJKN tersebut merupakan tantangan sebagai “emerging organization” untuk mewujudkan DJKN sebagai organisasi dengan proses bisnis modern dan organisasi yang multitasking/skill/spesialisasi. Kondisi-kondisi yang ingin kita capai tidaklah sederhana, membutuhkan upaya dan kerja keras dalam mewujudkannya. Stanley (1964) menyatakan bahwa kualitas organisasi ditentukan oleh dua hal, yaitu seberapa bagus programnya dan seberapa profesional pegawainya. Kita sudah memiliki program yang dituangkan dalam Renstra DJKN Tahun 2015-2019, maka selanjutnya adalah tergantung bagaimana profesionalitas kita sebagai jajaran pejabat/pegawai DJKN dalam menyikapinya.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini