Penulis Badrud Duja
Pelaksana KPKNL Jakarta V
A. Latar Belakang.
Pada masa pemerintahan kabinet kerja, sebagaimana yang tercantum dalam nawacita, Pemerintah membutuhkan penerimaan negara untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur di segala bidang. Oleh karena itu Negara harus mengoptimalkan penerimaan negara serta meningkatkan efisiensi serta efektifitas belanja negara. Kebijakan fiskal tahun 2015-2019 mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan dengan mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan penerimaan Negara.
Penerimaan perpajakan yang menjadi andalan penerimaan Negara tidak mampu mengcover seluruh pengeluaran Negara. Oleh karena itu PNBP harus dioptimalkan untuk mendukung penerimaan Negara. Selama ini PNBP belum digali secara optimal oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang memiliki PNBP. Data realisasi PNBP (dalam trilyun rupiah) dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
TABEL I
DATA REALISASI PNBP TA 2011-2016
JENIS PNBP | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 |
SDA Migas & Nonmigas | 213.8 | 225.8 | 226.4 | 242.9 | 118.9 | 124.9 |
Bagian laba BUMN | 28.2 | 30.8 | 34.0 | 40.3 | 37.0 | 34.2 |
PNBP lainnya | 69.4 | 73.5 | 69.7 | 85.8 | 90.1 | 79.4 |
Badan Layanan Umum | 20.1 | 21.7 | 24.6 | 29.6 | 23.1 | 35.4 |
Sumber: APBN 2016
Berdasarkan tabel diatas PNBP telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi belum optimal. Salah satu potensi PNBP yang belum optimal adalah PNBP yang berasal dari pengelolaan aset Negara dalam hal ini Barang Milik Negara (BMN). PNBP pengelolaan BMN sendiri masuk ke dalam kelompok BMN lainnya. Secara garis besar, PNBP lainnya terdiri atas beberapa penerimaan, antara lain: (a) pendapatan dari pengelolaan BMN, serta pendapatan penjualan, (b) pendapatan jasa, (c) pendapatan kejaksaan dan peradilan, (d) pendapatan bunga, (e) pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi, (f) pendapatan pendidikan, (g) pendapatan iuran dan denda, serta (h) pendapatan lain-lain.
Ketentuan pengelolaan BMN mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2008. Dengan pertimbangan untuk mengoptimalkan pengelolaan BMN yang semakin berkembang dan kompleks maka peraturan pengelolaan BMN disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut, Pemerintah mengamanatkan adanya pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) yang dilakukan secara efisien dan efektif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance untuk mendukung pembangunan nasional. Selain itu, pengelolaan kekayaan negara harus dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Asas umum Pengelolaan Barang Milik Negara yaitu (a) penggunaan Barang Milik Negara oleh Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dibatasi hanya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga (K/L) (b) Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sesuai tugas pokok dan fungsi Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang wajib diserahkan kepada Pengelola Barang. (c) Semua penerimaan yang berasal dari pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN merupakan PNBP yang harus disetor ke rekening kas umum Negara.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) merupakan pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggungjawab Kementerian Keuangan selaku Pengelola Barang Milik Negara. DJKN telah mengalami transformasi kelembagaan sejak tahun 2014. Salah satu amanat baru yang diemban DJKN adalah tugas sebagai unit revenue center.
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam artikel ini adalah bagaimana kajian PNBP dari pengelolaan BMN yang akan digunakan sebagai dasar estimasi potensi PNBP yang belum tergali.
B. Kajian PNBP Pengelolaan BMN terhadap Aset Tanah dan Bangunan
B.1. Mapping/Pemetaan BMN
Hal pertama yang dilakukan dalam kajian ini adalah mapping/pemetaan terhadap Aset Tanah dan Bangunan Kementerian/Lembaga (K/L). Nilai BMN per 31 Desember 2015 pada LBMN Audited 2015 adalah sebesar Rp2.127.449.070.827.830,-. Dari angka tersebut, besaran aset tanah adalah sebesar Rp991.838.969.185.005 dan untuk aset Gedung dan Bangunan adalah sebesar Rp180.764.726.766.456. Komponen penting BMN yang akan dilakukan pemanfaatan baik berupa Sewa, Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan, dan Bangun Serah Guna/Bangun Guna Serah terdapat dalam Aset Tanah dan Gedung/Bangunan. Berdasarkan akun Neraca per K/L, 10 Kementerian/Lembaga (K/L) dengan Aset Tanah terbesar adalah sebagai berikut:
TABEL II
10 KEMENTERIAN/LEMBAGA (K/L)
DENGAN ASET TANAH TERBESAR
No. | Kementerian/Lembaga | Aset Tanah |
1 | Kementerian Pekerjaan Umum | 286.968.961.424.845 |
2 | Kementerian Pertahanan | 281.895.658.686.098 |
3 | Kementerian Sekretariat Negara | 87.074.536.897.603 |
4 | Kementerian Perhubungan | 63.534.089.755.550 |
5 | Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi | 55.901.770.288.821 |
6 | Kepolisian Negara Republik Indonesia | 43.674.759.415.189 |
7 | Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam | 21.632.945.063.667 |
8 | Kementerian Keuangan | 19.169.663.337.246 |
9 | Kementerian Agama | 15.672.546.570.777 |
10 | Kementerian Kesehatan | 14.892.571.159.833 |
Sumber: LBMN 2015 Audited
Sedangkan 10 Kementerian/Lembaga (K/L) dengan Aset Gedung dan Bangunan terbesar adalah sebagai berikut:
TABEL III
10 KEMENTERIAN/LEMBAGA (K/L)
DENGAN ASET GEDUNG & BANGUNAN TERBESAR
No. | Kementerian/Lembaga | Aset Gedung & Bangunan |
1 | Kementerian Pertahanan | 33.785.308.759.828 |
2 | Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi | 23.170.221.326.856 |
3 | Kementerian Agama | 20.051.729.538.540 |
4 | Kementerian Perhubungan | 16.632.158.155.616 |
5 | Kepolisian Negara Republik Indonesia | 14.213.777.792.192 |
6 | Kementerian Pekerjaan Umum | 14.197.305.850.486 |
7 | Kementerian Keuangan | 13.288.189.811.249 |
8 | Kementerian Kesehatan | 11.758.438.914.963 |
9 | Kementerian Hukum dan HAM | 8.348.376.082.793 |
10 | Mahkamah Agung | 6.354.718.501.021 |
Sumber: LBMN 2015 Audited
B.2. Mengukur Efektifitas Pemindahtanganan dan Pemanfaatan BMN
PNBP dari pengelolaan BMN terdiri atas beberapa unsur, adapun dua unsur penting yang paling banyak berkontribusi terhadap besaran PNBP ini adalah (1) Pemindahtanganan dengan tindak lanjut Penjualan dan (2) Pemanfaatan berupa Sewa dan Kerjasama Pemanfaatan (KSP). Adapun realisasi PNBP pengelolaan BMN 10 Kementerian/Lembaga (K/L) terbesar untuk tahun 2015 adalah sebagai berikut:
TABEL IV
10 KEMENTERIAN/LEMBAGA (K/L)
DENGAN REALISASI PNBP PENGELOLAAN BMN TERBESAR
UNTUK TAHUN 2015
No. | Kementerian/Lembaga | Realisasi PNBP |
1 | Kementerian Pertahanan | 72.734.655.258 |
2 | Kementerian Pekerjaan Umum | 58.472.689.729 |
3 | Kepolisian Negara Republik Indonesia | 45.251.308.196 |
4 | Kementerian Kehutanan | 41.368.496.883 |
5 | Kementerian Keuangan | 32.089.434.229 |
6 | Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia | 27.847.644.155 |
7 | Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia | 22.068.559.840 |
8 | Kementerian Kebudayaan Pendidikan Dasar | 19.273.788.214 |
9 | Kementerian Perhubungan | 13.784.629.826 |
10 | Kementerian Hukum dan HAM | 13.674.679.642 |
Sumber: DJKN cq. Dit.PKNSI
Adapun 10 Kementerian/Lembaga (K/L) dengan realisasi PNBP pengelolaan BMN terbesar untuk semester I tahun 2016 adalah sebagai berikut:
TABEL V
10 KEMENTERIAN/LEMBAGA (K/L)
DENGAN REALISASI PNBP PENGELOLAAN BMN TERBESAR
UNTUK SEMESTER I TAHUN 2016
No. | Kementerian/Lembaga | Realisasi PNBP |
1 | Kementerian Pertahanan | 54.693.973.833 |
2 | Kementerian Pekerjaan Umum | 29.193.634.142 |
3 | Kepolisian Negara Republik Indonesia | 21.680.464.105 |
4 | Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan | 18.472.915.008 |
5 | Kementerian Keuangan | 14.812.075.033 |
6 | Kementerian Agama | 7.953.723.293 |
7 | Kementerian Pendidikan Nasional | 6.228.729.813 |
8 | Kementerian Perhubungan | 5.687.294.999 |
9 | Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia | 4.996.776.494 |
10 | Kementerian Hukum dan HAM | 4.835.706.866 |
Sumber: DJKN cq. Dit.PKNSI
Berdasarkan Tabel II, III, IV dan V diatas diketahui bahwa ada beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) yang realisasi PNBP pengelolaan BMN-nya konkruen dengan total Aset Tanah dan Gedung/Bangunan yang dimiliki, tetapi ada pula yang tidak konkruen. Ada Kementerian/Lembaga (K/L) yang reaalisasi PNBP-nya kecil padahal Aset Tanah dan Gedung/Bangunan-nya besar. Memang hal ini memerlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui penggunaan BMN dimaksud. Oleh karena itu menjadi PR selanjutnya bagi Pengguna Barang dan Pengelola Barang secara bersama-sama untuk menginventarisasi penggunaan BMN di wilayahnya apakah semuanya telah digunakan untuk melaksanakan Tugas dan Fungsi ataukah ada yang belum optimal atau malah menjadi aset idle.
B.3. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pengelolaan BMN
Optimalisasi pengelolaan BMN merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal, dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Optimalisasi pemanfaatan aset merupakan hubungan antara kegunaan layanan dan imbalan keuntungan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa optimalisasi aset merupakan pengoptimalan pemanfaatan dari sebuah aset dimana dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau juga mendatangkan pendapatan.
Untuk mengoptimalkan suatu aset harus dibuat sebuah formulasi strategi untuk meminimalisasi dan menghilangkan ancaman dari faktor lingkungan dan untuk aset yang tidak dapat dioptimalkan harus dicari penyebabnya. Adapun optimalisasi sumber-sumber penerimaan hasil tindak lanjut pemindahtanganan dan pemanfaatan BMN perlu dilakukan untuk meningkatkan PNBP. Dalam jangka pendek kegiatan yang sudah dilakukan adalah intensifikasi terhadap permohonan persetujuan pemindahtanganan dan pemanfaatan BMN yang sudah ada. Kegiatan tersebut meliputi:
1) Mempercepat proses bisnis permohonan persetujuan sewa dan penghapusan dengan tindak lanjut penjualan dengan tujuan agar PNBP cepat masuk ke kas negara, proses bisnis dalam penyelesaian persetujuan dengan target yang lebih cepat dari SOP seperti: dari 7 (tujuh) hari menjadi 5 (lima) hari, dari 5 (lima) hari menjadi 3 (tiga) hari dan jika bisa diselesaikan 1 (satu) hari maka harus diselesaikan 1 (satu) hari;
2) Optimalisasi pengawasan dan pengendalian terhadap persetujuan yang telah dikeluarkan apakah sudah ditindaklanjuti dengan penjualan jika itu penghapusan dan PNBP sewa jika persetujuan yang dikeluarkan adalah persetujuan pemanfaatan berupa sewa;
3) Menerjunkan tim penilai DJKN jika berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap nilai limit yang diajukan satuan kerja, disimpulkan nilai limit terlalu rendah.
4) Terus-menerus meng-up-to-date data secara real time.
Sedangkan ekstensifikasi dalam pengelolaan BMN, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan PNBP adalah sebagai berikut:
1) Memperluas basis penerimaan dengan cara mengidentifikasi BMN idle yang berada di Kementerian/Lembaga.
2) Memperbaiki basis data BMN pada pengelola barang.
3) Teknologi informasi dalam bentuk aplikasi bantu sangat penting sekali digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan PNBP.
B.4 Optimalisasi Pengawasan dan Pengendalian BMN
Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) BMN telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian BMN sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian BMN.
Berdasarkan peraturan tersebut, Wasdal BMN yang dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang meliputi kegiatan pemantauan dan penertiban atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan dan pengamanan BMN. Sedangkan wasdal yang dilakukan oleh Pengelola Barang meliputi pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN.
Pelaksanaan Wasdal BMN belum optimal dilakukan. Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah (a) belum tertibnya administrasi Laporan Tahunan Wasdal dari Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang ke Pengelola Barang dan (b) belum optimalnya langkah penertiban BMN oleh Kuasa Pengguna Barang dan (c) belum optimalnya Fungsi Wasdal BMN oleh Pengelola Barang.
C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Kajian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dalam rangka meningkatkan peranan DJKN sebagai revenue center, dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (a) ketepatan waktu penyetoran ke kas Negara; (b) kuantitas pelayanan yang diberikan Kementerian/Lembaga, dan; (c) Kualitas pelayanan yang diberikan Kementerian/Lembaga.
2) Kementerian/Lembaga (K/L) kurang tertarik terhadap pemanfaatan BMN berupa sewa dikarenakan tidak adanya insentif / prosentase imbal balik yang masuk sebagai anggaran operasional Kementerian/Lembaga (K/L), sehingga perlu adanya rumusan mengenai insentif terhadap optimalisasi PNBP dari pengelolaan BMN.
3) Pengelola Barang harus terus mendorong seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) untuk melakukan: (a) inventarisasi potensi PNBP Pemanfaatan BMN di unitnya masing-masing untuk selanjutnya dilaporkan kepada Pengelola Barang; (b) memperbaiki administrasi PNBP dan meningkatkan pelayanan dalam rangka Pemanfaatan Aset; (c) mendorong Kementerian/Lembaga (K/L) untuk terus melakukan monitoring, evaluasi dan koordinasi pengelolaan PNBP yang berasal dari Pemanfaatan BMN dalam rangka meningkatkan akurasi target dan pelaporan PNBP.
4) Sehubungan dengan upaya peningkatan PNBP dari pengelolaan BMN dapat diterapkan langkah-langkah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
______Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
______Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Laporan Barang Milik Negara Tahun 2015 (Audited).
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara.