Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
PNBP Amnesty Dalam Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)
N/a
Rabu, 03 Agustus 2016 pukul 15:00:50   |   1503 kali

Ditulis Oleh Badrud Duja

Staf KPKNL jakarta V

Nontax Government Revenue (NTGR) atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terdiri atas SDA Migas, SDA Nonmigas, Pendapatan BLU, Bagian laba BUMN dan PNBP lainnya. Persentase PNBP terhadap pendapatan negara dalam sepuluh (10) tahun terakhir adalah sebagai berikut:

No.

Tahun

Pnbp

Pendapatan Negara

Persentase

1

2006

227

638

35,58%

2

2007

215,1

707,8

30,39%

3

2008

320,6

981,6

32,66%

4

2009

227,2

848,8

26,77%

5

2010

268,9

995,3

27,02%

6

2011

331,5

1210,6

27,02%

7

2012

351,8

1338,1

26,29%

8

2013

354,8

1438,9

24,66%

9

2014

398,7

1550,6

25,71%

10

2015

269,1

1761,6

15,28%

Sumber: APBN 2016

Tampak dalam tabel tersebut meskipun secara besaran, PNBP meningkat tetapi secara persentase malah menurun dibandingkan dengan total pendapatan negara. Salah satu fokus dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016 adalah mengoptimalkan PNBP Kementerian Lembaga (K/L) untuk mengurangi ketergantungan PNBP terhadap faktor eksternal (ICP, kurs dan harga komoditas). Pemanfaatan BMN sendiri masuk dalam komponen PNBP lainnya. PNBP lainnya dalam APBN tahun 2016 sebesar 79,4 Trilyun dari total pendapatan negara sebesar 1.822,5 Trilyun.

Untuk meningkatkan PNBP tersebut pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan sebagai berikut:
1. Optimalisasi penerimaan migas
2. Penyesuaian tarif PNBP dan ekstensifikasi
3. Peningkatan kinerja BUMN
4. Peningkatan pengawasan dan pelaporan PNBP
5. Perbaikan adminstrasi dan sistem PNBP
6. Perbaikan regulasi PNBP

Pada point 2,4,5 dan 6 pada kebijakan pemerintah tersebut diatas DJKN berperan besar dalam mensukseskan program tersebut khususnya dalam mengoptimalkan PNBP dari pengelolaan BMN. Dalam beberapa kesempatan, Menteri Keuangan menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) bukan lagi sekedar asset administrator tetapi sudah bertransformasi menjadi asset manager yang berfokus pada revenue center dengan diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan dan mengelola BMN untuk menghasilkan revenue dalam APBN.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas diperlukan sebuah terobosan kreatif dalam mengoptimalkan PNBP khususnya dalam pemanfaatan aset. Salah satu kebijakan yang dapat menjadi terobosan kreatif tersebut adalah PNBP amnesty.

PNBP amnesty dalam pemanfaatan BMN adalah pengampunan bagi wajib bayar PNBP untuk tidak memenuhi kewajibannya membayar PNBP pemanfaatan BMN pada tahun-tahun sebelumnya dengan membayar imbalan PNBP dengan tarif yang lebih rendah. PNBP amnesty  akan menjadi hal yang sangat penting untuk mengetahui potensi dan pemetaan PNBP dari pemanfaatan aset. Namun sebelum menetapkan PNBP amnesty dalam pemanfaatan BMN tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh DJKN sebagai pengambil kebijakan yakni:

  1. Pengelolaan database yang baik terkait data yang dihasilkan dari PNBP amnesty ini.
  2. Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) pegawai DJKN dalam menilai dan menganalisis persetujuan terhadap permohonan pemanfaatan yang diajukan K/L
  3. Analisis tarif tebusan untuk penyewa yang baru melaporkan, agar adil untuk penyewa yang patuh dan tidak patuh membayar PNBP.
  4. Perlu dipertimbangkan tarif tebusan tersebut apakah dikenakan pada penyewa saja ataukah juga kepada K/L yang bersangkutan.
  5. Waktu yang cukup untuk pemberlakuan PNBP amnesty ini agar dapat menyasar semua pemanfaatan ilegal pada BMN.
  6. PNBP amnesty ini berlaku untuk semua golongan orang/badan usaha yang memanfaatkan BMN meliputi usaha mikro, warung kelontong maupun rekanan komandan.
  7. Sanksi yang tegas baik bagi penyewa BMN maupun K/L aset tersebut yang tetap melanggar setelah pemberlakuan PNBP amnesty ini.

Bagaimanapun PNBP amnesty dalam pemanfaatan BMN ini akan menjadi sukses dan menarik jika dilakukan studi yang mendalam terlebih dahulu terkait potensi PNBP yang didapat pada tahun-tahun mendatang. Selain itu hal yang sangat penting adalah lengkapnya peraturan yang menjadi payung hukum berikut peraturan turunannya serta mekanisme sanksi yang tegas bagi yang melanggar mengingat hal ini sering menjadi titik lemah penegakan hukum di Indonesia.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini